16. Lemparan tissue

77 23 1
                                    

Sudah seminggu hubungan mereka tak kunjung  membaik. Berulang kali Nabila meminta maaf, namun jawaban Izza hanya 'jangan ganggu gue' bagaimana caranya mengatasi ini?

Sedangkan tingkah Audi tidak berakhir begitu saja. Semakin hari semakin menjadi, di tambah dengan bantuan teman-temannya. Itu yang membuat Nabila tidak berdaya setiap kali bertemu dengan Audi, anggap saja Nabila sebagai tempat pelampiasan amarah mereka.

Pagi ini, Nabila membaca Al-Qur'an. Yang mana untuk menenangkan dirinya sendiri. Sesudah itu, seperti biasanya. Penghuni kelas di pagi hari tidak ada, kecuali Erwin, Azzam dan Nabila.

Jika lonceng berbunyi, barulah ramai-ramai mereka berlarian menuju kelas. Solid sih, satu kena semua kena. Memiliki reputasi sebagai ketua kelas, setiap pagi Nabila mengomeli teman-teman sekelasnya untuk tidak melakukan hal yang mereka lakukan setiap pagi.

Hari ini hujan, tapi tidak begitu deras. Gea barusan keluar dari minimarket membeli cemilan, ingin terobos tapi tidak bawa payung. Gea terdiam memeluk diri kedinginan. Meratapi genangan air yang mengalir. Tentram, damai, hening. Itulah kenikmatan yang tidak bisa ditolak.

"Gea!"

Pemilik nama menoleh, mendapati seorang lelaki berjalan mendekat menyampirkan tasnya ke samping ala ala pakboy, itu Devan. Ia memakai jaket berwarna coklat kayu, di tambah kali ini ia menyugar rambut hingga membuat Gea terpaku melihatnya.

Devan menyapa lagi, "Gea! Ngelamunin apa?"

"Oh hai!" Gea tersadar, ketampanan Devan membuatnya terbius.

"Gue bawa payung, bareng yuk!" ajaknya.

Dug dug dug

Jantung Gea dugem.

"Oke," ujar Gea mengangguk.

Tanpa basa-basi, Devan membuka payung transparan itu dengan lebar. Gea mengedarkan pandangannya, meresapi setiap tetes air hujan yang jatuh di permukaan payung. Apalagi bersama pria tampan seperti Devan yang berdiri di sampingnya, kenikmatan tiada tara.

Gea menggosokkan tangan, kedinginan.

"Tunggu," pinta Devan.

"Apa?"

Devan melepaskan jaket, tangannya terulur untuk menutupi bagian tubuh Gea yang dingin. Perhatian. Itulah sifat seorang Devan. Gea tersengih, menatap Devan tak percaya.

Devan berkata, "Pasang jaketnya yang bener, biar gak kedinginan."

Rasanya sekarang Gea ingin melompat-lompat kegirangan, mengayunkan kedua tangan serta berlarian di tengah derasnya hujan. Salah tingkah. Memang nyatanya Devan pria berhati hangat.

Kesalahtingkahan itu hanya bisa Gea sembunyikan dengan memalingkan wajah sambil menahan malu, menggigit-gigit bibir serta pipinya kian memerah. Baru kali ini ada pria yang membuat hatinya luluh, sebelumnya tidak pernah ada.

Gea menarik resleting jaket sampai ke atas. Lalu mereka melanjutkan langkah dengan membawa kantong kresek dari minimarket.

Devan bertanya, "Gimana pas Nabila jadi ketua kelas?"

"Belum. Sifat asli Nabila belum keluar."

"Maksudnya?" Alis Devan bertaut.

BRAK!!

Satu ruangan terkejut.

"Kalian bisa nggak sih, satu hariiii aja gak telat ke sekolah!!? Apa nggak malu di cap kelas paling brandal ha?"

Nabila emosi.

"Cibra, Cibro! Kevin, Rendi! Rian, Rudy! Bryan, Algi! Pokoknya semuaa yang pakai lipstik hitam, hapus!!"

Tuan Arogan dan Putri Mawar (Komplit✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang