2. MUTIARA CINTA

223 171 68
                                    

Salma menatap interior rumah tempat ia beristirahat. Setiap sudut dihiasi bunga hidup. Harum semerbak seluruhnya. Ia mengambil ponsel dan mencoba menghubungi ponsel kakaknya. Tak ada jawaban. Kembali ia memandangi dekorasi kamar Alin. Dinding bercat putih dihias dengan stiker lucu. Ranjang tempat tidur terletak di depan lurus pintu. Udara sejuk dan cahaya cukup didapat dari satu jendela besar khas perkotaan. Di samping kanan ranjang, diletakkan sebuah nakas yang diatasnya ada satu buah jam alarm. Sedangkan, di samping kiri ranjang sebuah meja rias lengkap dengan peralatan kecantikan disana. Tepat di samling almari pakaian, ada sebuah ointu menuju kamar mandi yang mewah. Ah, mungkin jika ditaksir satu kamar ini bisa lebih dari 10 juta.

Salma memilih duduk di depan meja rias sambil memandangi wajahnya sendiri. Matanya berpendar dan menangkap satu foto keluarga yang dipajang tepat diatas ranjang. Ada empat wajah tengah tersenyum bahagia. Tak tahu itu fiktif atau non-fiktif, bukan masalahnya. Foto itu adalah keluarga Alin. Abah dan Ibu duduk di sofa, Alin terlihat bahagia memeluk sang ayah, sedangkan satu orang lelaki berdiri dengan senyum yang seolah dipaksa. Siapa dia?

Abu Umar Hermawan. Kakak kandung Alina. Ia nampak manis dengan kemeja hitam dengan rambutnya yang lumayan panjang. Dadanya tidak terlalu bidang karena tubuhnya yang kurus. Matanya memancarkan nyala api yang mulai memadam. Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dan menambah haru. Ia ingat apa yang telah dikatakan Alin saat itu.

"Sal, ayo kita buat persiapan untuk besok pagi kamu buat sambal aku yang siapkan ayamnya", tetiba Alin masuk kamar membuyarkan lamunannya. Ia seakan tahu apa yang tengah terjadi ketika Salma saat menatap foto itu dan mulai menggoda. "Itu baru foto, belum juga lihat orangnya langsung. Hati-hati siapkan hati", ia berlari sambil tertawa. Meninggalkan Salma yang mengerutkan bibir.

"Alin tunggu, mana tahu aku dapur di istana ini", Salma berusaha mengejarnya tetapi gagal. Ia tak lagi terlihat matanya.

Salma berjalan terus sambil terus mengumpat mengapa istana ini seperti berputar-putar. Ia berhenti di depan pintu kamar. Ia memutuskan untuk masuk kamar Alin lagi mengambil ponsel dan menelponnya.

"Aaaaaaaaaaaaaa"

Salma berteriak histeris. Ia salah memasuki kamar. Pintu kamar semua terlihat sama, ah ia terjebak. Salma melihat seorang lelaki tengah memilah baju berdiri menghadapnya. Seketika matanya menutup rapat. Ia melihatnya hanya memakai sehelai handuk untuk menutup auratnya.

"Hey keluar", lelaki itu berteriak juga. Ia mendorong keluar Salma yang masih menutup rapat matanya. Umar merasakan sesuatu terjadi padanya saat menyentuh perempuan itu. Saraf-saraf tubuhnya yang pernah kendor karena kesalahannya, seperti tersambung kembali. Ia lantas segera menghempasnya keluar.

"Bang Umar pernah jatuh ke lembah hitam bersama obat-obatan terlarang. Itu terjadi sebab ia stres akibat kekasihnya meninggalkannya untuk menikah. Alasannya perjodohan, tetapi orangtua mereka tak mengiyakan ketika abang mengintrogasi. Ia mulai tahu bahwa ternyata ia hanya dimanfaatkan demi vinancial hubungan keduanya. Saat itulah abang berubah. Ia jarang menunjukkan ekspresi bahagia. Bahkan sekarang, ia menjadi kasar dan sering melawan orang tua kami. Aku bingung Sal bagaimana mengembalikannya. Bahkan kami beberapa kali sudah mendatangkan ahli rukyah. Tetapi semua sia-sia mereka berkata tak ada yang aneh. Mereka tak mengerti saat kemarahannya memuncak. Tak ada satu pun yang mampu menjadi pendingin hatinya, bahkan ibu. Aku sedih melihat ibu sedih. Tapi apa yang bisa aku lakukan?", kata-kata Alin saat itu benar menyentuh. Air matanya jatuh.

Salma berdiri membelakangi pintu itu seraya mengingat-ingat kalimat Alin. "Kurasa dia butuh cinta yang tulus". Salma merasakan punggungnya nyeri. Tetapi ia berusaha untuk menahannya.

Alin kebingungngan melihat Salma yang seperti cacing tengah berusaha meraih ekornya. Punggungnya nyeri. Padahal seingatnya tak ada benda yang menyenggolnya. Alin melihat dua telapak tangan disana. Ia tertegun dan melongo.

"Kamu darimana saja? Apa kamu ke kamar bang umar?", tanya Alin menginterogasi.

"Maaf lin, tadi aku salah masuk"

"Kamu baik-baik saja kan? Maafkan dia. Sudah kubilang kan. Kamu harus siapkan hati."

"Baiklah".



***



Umar adalah mahasiswa S2 di kampus. Ia tidak melanjutkan langsung studinya karena suatu alasan. Kini ia harus mengalah pada Abahnya dan mengikuti maunya. Umar harus kuliah bersama adiknya.

Kampus terasa lenggang. Jam seminar hari ini diundur mendadak oleh dosen bersangkutan sebab ada demo di jalanan yang melibatkan mahasiswa aktivis. Salma dan Alin tengah sibuk melayani pembeli di warungnya. Hari ini adalah grand opening warung. Ia membagikan diskon 50% untuk 10 orang pertama. Mereka menyiapkan 50 potong ayam dan semuanya raib.

Seseorang datang, ia membisikkan sesuatu pada Alin. Seketika Alin terperanjat dan pergi. Salma terpaku dan membereskan uang yang mereka dapat di hari pertama.

"Abanggg!!!!", teriaknya menggelegar. Salma terperanjat dan mengejar langkahnya. Ia sampai di depan gedung Pascasrjana. Salma berhenti dan mencari dimana Alin. Mungkin ia tengah membutuhkan bantuan oikirnya.

Salma terus berjalan. Ia bertanya pada mahasiswa lain dan tak ada yang tahu. Ia berhenti kembali dan merasakan sesuatu diinjak. Sebuah batu hitam berlambang bunga tepat di bawah kakinya. Ia teringat pernah melihat batu itu di kamar Umar. Seorang kyai pernah memberikan itu pada Umar. Ajaibnya setiap ia memegang ketenangan akan didapatnya. Begitulah keterangan Alin saat itu.

Salma mendongak. Matanya menerawang dan menemukan empat orang tengah bergerombol. Satu orang lelaki tengah memohon-mohon pada lelaki yang lain. Dua orang lain diantaranya Alin tengah berusaha menghentikan Umar menyakiti temannya. Salma datang dan berniat membantu Alin. Ia mengulurkan tangannya dari belakang Umar dan mulai memgang lengannya.





****




Apa yang akan terjadi?
Apakah yang akan dilakukan Umar selanjutnya?





Bantu vote ya. Semoga teman teman suka. Bilamana ada salah kata mohon koreksinya. Thank you readers!!

Abiwara Herdaya [ON GOING]Where stories live. Discover now