"Jika aku tidak seperti itu, berarti aku tidak jadi membawamu. Jika kau tidak ingin ku bawa kupastikan kau sudah di tendang dari Rumahku setelah aku mengatakan hal itu." Ucapnya tersenyum miring.

"Seberusaha mungkin aku menutupinya tapi ketahuan juga, aku tidak bisa begitu mudah menutupi perasaanku terhadap dirimu Shierra." Ucapnya melihat ke arahku dengan tatapan menggodanya.

"Hentikan omong kosongmu dan fokus saja menyetir." Ucapku ketus melihat ke arah lain.

•••

K

ami berdua telah sampai dirumahnya. Well, rumahnya cukup besar untuk orang yang tinggal sendiri sepertinya.

Rumah berlantai dua dan sangat minimalis. Garasi untuk 2 mobil, dan Style rumahnya begitu bagus. Apa dia mendesain sendiri? Atau menyuruh seorang Arsitek terkenal dari London untuk mendesain nya?

Aku tidak tau, satu hal di benakku.

Rumah ini terlihat sangat nyaman.

Dan terlihat sangat sederhana, tidak terlalu mencolok juga

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.


Dan terlihat sangat sederhana, tidak terlalu mencolok juga.

Mobil telah berhenti dengan sempurna di garasi rumahnya, Pintu Garasi tertutup sendiri seperti memang sudah otomatis seperti itu.

Dia keluar dari mobilnya meninggalkan aku di dalam mobil sendirian.

"Hey!" Panggilku keras, membuka pintu mobil dan berusaha mengejarnya.

"Ambil kopermu di bagasi, jangan manja." Perintahnya yang membuat langkah kakiku terhenti tidak jadi mengejarnya.

Aku mengerucutkan bibirku dengan sebal.

"Apa dia gila?! Koper sebesar ini, aku yang bawa sendirian?!" Pikirku kesal.

Aku berbalik badan, dengan sebal kubuka Bagasi mobilnya dan mengambil Koperku yang sangat berat itu.

"Aduh.. Duh." Ucapku kesulitan mengangkatnya karena koperku terlalu besar.

Aku menarik nafas dan menghembuskan nya, lalu mengerahkan seluruh tenaga mengangkat koperku yang sangat berat itu.

"Oh, Astaga. Apa saja yang ku bawa tadi ya? Mengapa bisa seberat ini? Sepertinya aku hanya membawa baju dan barang-barangku." Ucapku sambil terengah engah sehabis mengangkat koper tadi.

"Hey cepatlah!" Teriak Rey dari dalam rumahnya.

Aku memutar kedua bola mataku sebal mendengar teriak kan nya itu.

"Iya iya!" balasku dengan teriak juga, merasa sangat kesal.

Dengan mood yang sangat buruk, ku tarik Koperku masuk kedalam rumahnya.

•••

"Uhm... Disini aku hanya punya satu kamar--"

"Apa?!" Ucapku terkejut memotong kata katanya.

"Bisakah kau dengarkan penjelasanku dulu?"

"Aku tidak mau berbagi kamar dengan mu." Ucapku lagi tidak menggubris pertanyaan nya tadi.

"Siapa yang mau berbagi kamar dengan mu huh? Pedenya. Dengarkan penjelasanku dulu Nona." Ucapnya menekan kan kata Nona untuk ku.

"Apa? Cepatlah." Ucapku memandang ke arahnya, meminta dia untuk menjelaskan nya secara cepat.

"Jadi aku punya satu kamar tapi... Satu kamar itu punya kamar lagi, apa kau paham?" Aku memiringkan wajahku merasa bingung dengan penjelasan nya.

"Haish, kenapa kau begitu bodoh hanya untuk memahami hal itu." Gumam nya pelan yang masih bisa ku dengar dengan kedua telingaku.

"Aku tidak bodoh! Kau saja tidak jelas." Aku memukul bahunya, kesal di bilang bodoh.

"Baiklah baiklah! Ini kamarku." Ucapnya kesal sambil membuka Pintu kamarnya.

Aku melihat kamarnya berwarna abu-abu, masih terlihat kesan maskulin dan remaja nya bercampur menjadi satu.

"Kau lihat pintu itu?" Tunjuknya pada pintu coklat yang berada di dalam kamarnya.

"Ya." Aku mengangguk melihat ke arahnya.

"Disitu ada 1 kamar kosong dan kau bisa tinggal disitu, anggap saja itu kamar mu." Jelasnya yang membuatku memandang ke arahnya heran.

"Kenapa pintunya ada di dalam kamar mu? Bukan di depan." Rey mengidikkan bahu tak tahu.

"Kurasa aku salah mencari seorang Arsitek yang mendesain rumahku, atau mungkin Tukang bangunan nya yang tidak mengerti Desain Arsitek yang kuminta. Jadinya salah meletakkan Pintu seperti ini." Jelasnya membuatku menggelengkan kepalaku terheran-heran.

"Rumah sebagus ini di ciptakan oleh seorang Arsitek yang salah mendesain atau Tukang bangunan yang salah meletakkan pintu. Ada-Ada saja." Pikirku masih merasa heran dan juga itu sangat lucu.

"Hanya pintu saja kan bukan hal lain lagi?" Dia menaikkan sebelah alisnya.

"Maksudmu?" Tanya nya tidak mengerti.

"Mungkin seperti salah meletakkan keran air Wastafel yang seharusnya ada di atas Wastafel tapi ini ada di bawahnya." Ucapku menahan tawa dia hanya terkekeh ringan.

"Tentu saja tidak, kau kira Arsitek ku sangat bodoh? Bahkan dia lebih baik darimu." Ucapnya mengejek.

"Tutup mulutmu, aku tidak sebodoh itu." Ucapku menatapnya dengan tatapan datar, masuk ke dalam kamarku lalu menutup pintuku dengan keras.

"Jangan lupa bereskan kamarku dan seluruh isi rumah ini, aku akan kembali ke kantor dan pulang jam 7 malam. Pastikan jam 7 malam kau sudah masak makanan." Perintahnya dari luar kamarku.

Aku mendengus sebal mendengarnya.

Kenapa harus aku yang dipilihnya untuk mengurus rumah besar ini?

Dia pasti sudah gila.

Pikiranku benar, dia akan menyiksaku disini.

Lihat saja, sekarang dia sudah mau memulai rencana jahatnya menyiksaku disini.

Tuhan, tolong lindungilah aku bersama orang orang yang baik.

Aku menghela nafas merebahkan badanku sebentar di atas kasur, melihat jam dinding masih pukul jam 10 siang.

Kamarku cukup luas seperti kamarnya, tapi bedanya disini hanya di cat warna Putih dan kasur yang sprei nya berwarna putih.

Apa dia tidak ada keinginan untuk menaruh Sprei berwarna disini? Semuanya serba putih kecuali Lemari meja yang bercorak abu abu Marble.

Hebatnya disini juga ada kulkas, kulkas besar 1 pintu.

Aku tidak tau apa yang dia pikirkan menaruh kulkas di kamar kosong ini.

Apa dia tau aku suka makan sehingga menaruh kulkas di kamar ini?

Aku menutup wajahku malu membayanginya.

Mungkin tidur 2 jam atau 3 jam tidak masalah, sehabis itu membereskan seluruh rumah ini, Pikirku.

Mataku terasa semakin berat dan akhirnya tertutup.

Merasakan tidur siang memang seindah itu.

Between You And Me [END]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora