19

82 11 3
                                    

Mading sekolah kala itu penuh dengan gerombolan murid senior yang berebut untuk menengok daftar. Sorak-sorai dan kegirangan para murid-murid yang telah tembus dari Ujian Akhir Nasional membahana. Tiga tahun masa SMA secara resmi berakhir.

Mereka berkumpul secara berkelompok di lapangan. Ada yang terlihat mengabadikan momen-momen terakhir dengan tustel mereka. Beberapa siswa laki-laki tampak berkumpul ramai, kemudian berulang kali mengusung beberapa kawan-kawan mereka atau melakukan hal-hal konyol nan gila untuk terakhir kalinya di sekolah. Tradisi corat-coret baju dengan cat spray dan spidol jelas tak boleh dilewatkan. Semua bergembira dalam tawa.

Tatapan Wika tak sengaja bersirobok dengan mata Sara ketika mereka papasan di tengah lapangan. Ingar-bingar menyekap kebisuan. Langkah keduanya sempat terhenti, dan kemudian saling pandang dalam emosi dan luapan rasa yang tak sanggup terkata. Semua kalimat tersekat di tenggorokan. Sara pada akhirnya hanya buru-buru melengos dan meninggalkan Wika.

Langkah Sara mendekat di tepi lapangan, berniat menghampiri Riani. Sapto yang baru saja terlihat selesai berbincang dengan Riani, tiba-tiba segera undur diri begitu melihat Sara datang.

"Awas lo, jangan sampe gagal. " Sapto sekilas terdengar berpesan pada Riani, sebelum melenggang pergi meninggalkan cewek itu. Riani kemudian hanya mengacungkan jempolnya.

"Tumben lo ngobrol sama Sapto?" selidik Sara pada Riani ketika Sapto sudah lenyap dari pandangan.

"Ya dia pengen ngobrol-ngobrol aja sama gue, Sar. Biasa ngomongin gitar," jelas Riani santai. Sara kemudian hanya ber-O ria. Ia tahu kawan sebangkunya dan Sapto memang punya hobi yang tak jauh beda—sama-sama senang musik dan main gitar.

"Eh, Sar. Besok Sabtu ke rumah gue, ya, jam tiga," tukas Riani tiba-tiba.

"Ngapain?"

"Ada yang mau gue kasih ke lo. Penting banget."

"Mau ngasih apa?" Raut Sara tampak bingung.

"Ada, deh. Surprise. Pokoknya asik." Riani kemudian hanya mengulas senyum misteriusnya.

-:-:-

Sabtu, tepat pukul 3 sore. Sesuai janji, Sara akhirnya tiba di depan pintu kediaman Riani. Rumah itu adalah rumah bergaya minimalis yang cukup besar dengan cat yang didominasi warna putih dan ornamen batu alam. Selepas bel ditekan, suara-suara ribut nan riang menyambut Sara. Sepasang anak lelaki gemuk yang wajahnya hampir identik, muncul dari balik daun pintu. Keduanya sama-sama membawa pedang mainan yang terbuat dari kayu dan memakai topi bajak laut, lengkap dengan mantel merah Superman yang diikat di leher.

"Orang asing dilarang masuk! Kita adalah pengawal Kerajaan Megatron," ucap salah satunya, yang terlihat punya ciri khas tahi lalat kecil di dekat sudut mata.

"Sebutkan kata kuncinya," titah yang satunya lagi tiba-tiba sambil mengacungkan pedang-pedangannya.

"Eh??" Raut Sara tampak bingung. "Yudis, Hilman, Kak Sara boleh masuk nggak?" bujuk Sara menyebut nama dua anak kembar identik itu. Yudis dan Hilman, tak lain dan tak bukan adalah adik dari Riani.

"Kak Sara nggak boleh masuk kalau gak tau kata kuncinya." Yudis, si kakak, masih bersikeras.

"Kata kunci, ya? Hmm ... ayam goreng?" ucap Sara, mencoba-coba menebak. Ia pada akhirnya mau tak mau terjebak dalam permainan konyol sepasang anak kembar umur lima tahun itu.

"Boo ... salah!" Yudis menggeleng.

"Yudis keren?" Kataku.

"Nah, iya itu benar." Yudis spontan setuju. Hilman lalu buru-buru menyikut Yudis.

Jumpa Dirinya (FIN)Where stories live. Discover now