GMD 30

311K 30.6K 4.7K
                                    

30| Yes/No

"Jika saya meminta kamu untuk menjadi pendamping hidup saya apa kamu mau?"

Matahari hanya bisa diam. Lidahnya terasa kelu, dia benar-benar dibuat mati kutu oleh ucapan Ardan.

Jika matahari boleh jujur sebenarnya dia juga tidak akan menolak laki-laki seperti Ardan, namun yang menjadi masalah adalah perasaannya yang masih abu-abu.

Dengan segenap hati Matahari menatap mata tajam Ardan, Matahari melihat keseriusan dimata itu.

"Em,, p-pak." panggil Matahari ragu-ragu. Ayolah bahkan sekarang tubuhnya terasa lemas dan sedikit gemetar. Mungkin terlalu berlebihan, namun ini benar-benar pertama kalinya untuk Matahari.

"M-maaf,"

Maaf? Otak Ardan langsung diserang oleh pikiran-pikiran negatif. Jantungnya berdetak kencang tiba-tiba saja dirinya menjadi gugup. Dia tidak siap untuk mendengar penolakan Matahari.

Ardan meludahnya gugup, seharusnya dirinya tidak langsung mengatakan perasaannya. Seharusnya dia menjalankan tujuannya awalnya. Namun melihat matahari, perasaan Ardan bergemuruh minta segera diungkapkan.

Kepala Ardan langsung menunduk lemas. Sepertinya memang sudah tidak ada harapan untuk mendapatkan Matahari. Namun saat Ardan sedang sibuk dengan pikiran-pikiran negatif nya, tiba-tiba suara Matahari membuat nya terkejut bukan main.

"Saya minta maaf pak, saya belum siap jadi pendamping hidup bapak. Saya yakin kedua orangtua saya juga tidak akan setuju. Namun, saya tidak menolak perasaan bapak. Jadi bagaimana jika kita--"

Matahari mengantungkan ucapannya, dengan ragu-ragu Matahari melanjutkan ucapannya.

"J-jadi bagaimana jika kita p-pacaran dulu?"

Matahari langsung menundukkan kepalanya dia tidak berani melihat reaksi Ardan. Matahari takut jika Ardan menganggap nya terlalu agresif, namun disaat kegundahan hati Matahari tiba-tiba tubuhnya terasa dipeluk.

Matahari membelak kaget saat Ardan lah yang memeluk erat tubuhnya.

Ardan tersenyum lebar menatapnya. Raut wajahnya yang tadi lesu kini berubah menjadi ceria.

Matahari mengernyit heran, dia pikir Ardan akan marah? Namun sepertinya ekspetasinya terlalu berlebihan.

"Kamu nembak saya?" tanya Ardan dengan senyum lebarnya, matanya menggerling nakal menatap matahari.

Sekarang Matahari benar-benar menyesali ucapannya tadi. Dia lupa bahwa Ardan adalah laki-laki paling menyebalkan!

Matahari cemberut kesal menatap Ardan. Sedangkan Ardan malah tertawa geli didepannya.

"Cie,,cie,, nembak saya." Ardan menoel-noel pipi tembem Matahari.

Matahari semakin cemberut, "Saya gak nembak bapak! Kalau saya nembak bapak, bapak udah mati dari tadi!"

Tawa Ardan langsung terhenti, raut wajahnya berubah datar.

"Kamu itu gak bisa nyenengin hati saya banget sih ta!" kini giliran Ardan yang cemberut.

Matahari menatap jengah Ardan, lalu dia berbalik menghampiri Ken yang sedari tadi melihat drama didepannya. Matahari jadi malu sendiri, untung Ken masih satu tahun.

Ardan yang ditinggal Matahari langsung menyusul berjalan dibelakangnya. Ardan juga ikut mengambil duduk disamping Matahari. Matanya tidak melepaskan pandangannya dari wajah cantik Matahari.

Godaan Mas Duda (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang