GMD 11

339K 37.4K 2.5K
                                    

Hello...
Aku datang lagi untuk menyapa kalian❤️ aku mau berterimakasih kepada kalian yang sudah baca cerita ini!! Aku tau mungkin ini terlalu lebay atau apa lah, semacamnya. Tapi bagi aku ini berarti bangettttt!
Aku mau ngucapin terimakasih banyak sama kalian, ternyata ada juga yang membaca ceritaku ini.
Jadi selama sehari kemarin aku gak up, ternyata banyak notifikasi dari kalian. Yuhu!! Aku bahagia sekali. Walaupun enggak banyak banget tapi itu benar-benar berarti buat aku. Jadi aku mau mengucapkan terimakasih sekali lagi❤️

Yaudah langsung aja yuuu!!

Selamat membaca!

11| Kejadian..

Mata itu mengerjap menyesuaikan dengan cahaya terang yang mengusik tidur lelapnya. Ardan mengernyit saat melihat dirinya tertidur disofa.

Matanya mengedar keseluruh ruangan, sepertinya dia berada diruang tamu. Ruangan itu sangat familiar, tapi Ardan belum mengingatnya. Kepalanya berdenyut nyeri saat tubuhnya mencoba duduk.

Suara langkah kaki membuat Ardan tersekiap. Matanya menatap lekat perempuan yang baru saja turun dari tangga.

"Sudah bangun?" Tanyanya dengan suara sinis.

"Matahari kan?" Ardan berucap ragu. Matanya mengedar sekali lagi, benar ini rumah Matahari. Gadis yang menjadi incarannya. Lalu bagaimana dia bisa berada disini.

"Anda semalam mabuk. Ada orang yang menelpon saya tengah malam, meminta saya agar segera menjemput anda, bapak Ardan!" jelas Matahari menatap. Matanya menatap sinis kearah Ardan yang juga sedang menatapnya.

Laki-laki itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Matanya menatap tak enak kepada matahari, "sebelumnya saya ingin berterimakasih, dan--- maaf."

Ardan menundukkan wajahnya seperti anak kecil yang sedang dimarahi oleh orangtuanya. Entahlah, berhadapan dengan matahari membuat nyalinya sedikit ciut.

"Baik saya terima permintaan maaf dan rasa terimakasih bapak, silahkan keluar dari rumah saya."

Ardan tidak bergeming dengan pengusiran yang matahari lakukan secara terang-terangan. dia masih duduk dengan tenang disofa yang sempat ia tiduri.

"Silahkan keluar."

"Tunggu, sebelumnya panggil saya Ardan saja. saya belum setua itu untuk di panggil 'bapak' oleh kamu yang sepertinya hanya berada beberapa tahun dibawah saya."

Matahari mendelik tajam, dia ingin laki-laki ini segera meninggalkan rumahnya. Tapi kenapa sepertinya laki-laki ini sengaja mengulur waktu.

"Saya tidak perduli!"

"oh! Satu lagi, jangan terlalu formal, cukup aku-kamu saja."

Matahari mencebik kesal, dia benar-benar tidak perduli.

"Lebih baik anda segera pergi dari rumah saya pak."

🌻🌻🌻

Ardan mengabaikan usiran matahari. Dia hanya ingin disini sedikit lebih lama. Matahari bagaikan obat untuknya. Dia merasa tenang berada didekat perempuan itu. Bahkan rasa pening dikepalanya ikut menghilang.

"Ih, udah diusir kok gak tau diri banget sih!" Geram matahari.

Tatapan mata Ardan jatuh kebibir merah matahari, bibir perempuan itu mengerucut lucu membuat Ardan ingin merasakannya. Ereksi pagi ini membuatnya sesak, ditambah rasa mabuk yang belum sepenuhnya hilang, membuatnya semakin panas oleh gairah.

Matanya semakin menggelap, saat dia menelusuri tubuh perempuan itu dari atas kebawah, bawah ke atas secara berulang. Pakaian tidur terusan sebatas paha dengan tali spagheti yang tersampir di kedua bahunya semakin membuat Ardan mengeras.

Laki-laki itu terlihat menelan ludahnya, lalu dia bangkit menghampiri matahari. Sedangkan perempuan itu hanya diam ditempat sambil memandang aneh Ardan. Dia belum bisa menangkap sinyal berbahaya yang menguar ditubuh laki-laki itu.

Ardan berjalan semakin dekat dan akhirnya berdiri didepan matahari. Matanya terus menatap bibir mungil itu, tanpa aba-aba Ardan langsung melingkarkan tangannya di pinggang matahari. Dia meneguk ludahnya yang kesekian kali. Tidak sabar untuk mencicipi sarapan paginya.

Sedangkan perempuan itu terkesiap, langsung mendorong tubuh besar Ardan. Namun sia-sia karena Ardan semakin mengeratkan pelukannya sehingga membuat tubuh depan mereka menempel.

Matahari mendelik marah, "lepasin! Ini pelecehan seksual."

Ardan menyeringai yang membuat tubuh matahari merinding. Matahari menelan ludahnya gugup, dan itu tidak lepas dari pengelihatan Ardan. Reaksi matahari semakin membuat dirinya terlihat sangat sexy Dimata Ardan.

Dengan perlahan Ardan mendekatkan wajahnya, tangannya menahan tengkuk matahari saat perempuan itu memundurkan wajahnya.

"Lepasin atau saya teriak!" ancam matahari. Yang benar saja ini masih jam 5 pagi. Dan dirumahnya tidak ada orang lain selain dirinya dan Ardan. Para pembantunya tinggal dirumah belakang khusus para pekerja. Kemungkinan saat matahari teriak akan terdengar samar-samar disana. Apalagi kekuatan matahari kalah dibanding Ardan.

"Lepasin pak, anda sedang mabuk!"

Matahari menggerakkan tubuhnya agar terlepas dari pelukan laki-laki ini. Dengan sekuat tenaga juga dia mendorong serta memukul dada itu dengan keras, namun sepertinya usahanya sia-sia. Matahari langsung terdiam saat mendengar ucapan Ardan.

"Diam. kamu semakin membuatnya bangun!"

Ardan semakin mengeratkan pelukannya sehingga matahari bisa merasakan tonjolan keras dibagian perutnya. Matanya terbelalak melihat Ardan yang sedang menyeringai. Jantungnya terdetak kencang karena takut. Iya matahari benar-benar takut.

Matahari menegang saat merasakan benda kenyal menyentuh bibirnya. Matanya semakin terbelalak lebar, tubuhnya membeku dan jantungnya berdetak kencang.

Laki-laki itu,, men-cium-nya!!

.....

Gimana part ini?

Jangan lupa vote+komen.

Godaan Mas Duda (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang