GMD 8

331K 39K 1.3K
                                    

8| Memikirkan tawaran Ardan

Matahari menepuk keningnya pelan. Saat ini dia sedang memikirkan tawaran Ardan. Apalagi ucapan Faras kemarin terus terngiang di kepalanya.

"Terima aja kali ya?" ucap Matahari pelan, kepalanya menggeleng cepat, "Enggak usah deh, gue kan gak bisa ngurus bayi."

"Tapi,, gue gak ada kerjaan dong," molong Matahari lagi.

Saat hendak memejamkan mata, pintu kamar Matahari terbuka lebar.

"Kenapa bun?" tanya Matahari.

"Lagi ngapain?" tanya Jauti balik. Matahari menggeleng pelan, "enggak ngapa-ngapain."

"Keluar, tolong anterin stok ASI nya Daisy kerumah nak Ardan." ucap Jauti yang langsung melenggang pergi.

Seketika Matahari langsung bangkit dari kasur nya.

"Loh tumben gak diambil sendiri?" tanya Matahari sambil mengekori Jauti yang sedang menata stok ASI untuk diantar kerumah Ardan.

"Iya tadi telpon minta tolong buat nganter ASI nya kerumah, dia lagi sibuk-sibuknya dikantor terus Orangtua nya lagi pergi keluar negeri, para pembantunya sibuk ngurusin anaknya yang lagi gak enak badan." jelas Jauti.

"Loh anaknya lagi sakit kok malah sibuk kerja, istrinya juga kan ada Bun." sewot Matahari.

"Udah ah, sana ganti baju. daripada dirumah aja, itung-itung sambil jalan-jalan."

Matahari mengendus, tetapi tetap menuruti perintah bundanya. Setelah mengganti pakaiannya, Matahari hanya mengenakan kaos dan celana Levis saja. Rambutnya ia biarkan tergerai.

Tangannya mengambil stok ASI yang sudah siap didalam tas. Matahari celingukan mencari keberadaan bundanya.

"Loh cepet amat gantinya." kata Jauti dari arah belakang.

"Ngapain lama-lama, cuma nganter ASI." jawab Matahari.

"Yaudah sana berangkat." Jauti menyerahkan tas berisi ASI yang sudah ia siapkan.

"Pak Jono hati-hati ya." kata Jauti kepada supir pribadi keluarganya.

"Nggih Nya," jawab pak Jono sopan.

Matahari memeluk tubuh bundanya sekilas lalu melangkah kearah mobilnya yang sudah terparkir cantik.

🌻🌻🌻

Matahari sudah berdiri disebuah rumah yang sangat-sangat besar. Bukan rumah, lebih tepatnya sebuah Mension. Tangannya memencet bell. Sayup-sayup terdengar suara tangisan bayi yang sangat keras.

Tak lama pintu terbuka, seorang wanita berumur sekitar 55 tahun itu tersenyum kearahnya.

"Silahkan masuk non," kata wanita itu ramah. Matahari tersenyum dan tak lupa mengucapkan terimakasih.

Suara tangisan bayi itu terdengar semakin keras, sehingga membuat Matahari merasa kasian.

"Anu, maaf non, tuan muda lagi ndak enak badan. Dari tadi nangis terus ndak berhenti-henti. Bibi udah coba tenangkan tapi gak mau." Jelas wanita itu, Matahari hanya tersenyum dan mengangguk.

"Oiya, ini bi stok ASI nya." Matahari langsung menyerahkan tas berisi ASI yang langsung diterima oleh wanita itu. Wanita itu pamit undur diri ingin menyimpan stok ASI nya.

Matahari hendak pamit undur diri tetapi tangisan bayi itu semakin keras sehingga membuat Matahari merasa kasian dan ingin ikut menenangkan.

"Maaf bu--"

"Panggil bi inem aja non,"

"O-em. Maaf Bi, boleh saya gendong sebentar dedek bayinya?" izin Matahari. Bi inem mengangguk mengiyakan, lalu mengajak Matahari kelantai atas menuju kamar sang bayi.

Saat tiba dikamar, Matahari langsung disambut dengan tangisan yang sepertinya tidak ingin berhenti itu.

Matahari menatap 3 orang wanita yang sedang mencoba menenangkan sang bayi, matanya jatuh kepada seorang wanita yang sedang menggendong sang bayi.

"Maaf Bu, boleh saya coba gendong?" tanya Matahari pelan. Wanita itu melihat wajah bi inem, saat mendapat anggukan wanita itu langsung memberikan sang bayi kedalam pelukan Matahari.

"Cup.. cup.. cup.."

Matahari menimang-nimang sang bayi pelan, beberapa kali juga Matahari memberikan kecupan-kecupan kepada sang bayi.

Tak lama tangisan bayi itu langsung berhenti. Membuat semua orang yang ada didalam kamar itu tercengang.

Matahari melihat bibir mungil bayi itu mengecap, lidahnya beberapa kali keluar menandakan bayi itu lapar.

"Maaf bi, bisa tolong siapkan susu. Seperti nya dia lapar." Ucap Matahari, seketika ke 4 wanita itu langsung menuruti permintaannya. Dan memberikan ASI yang sudah dipanaskan. Tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin.

Matahari langsung memberikan nya kepada sang bayi, yang disambut dengan baik. Bayi itu menyedot susunya dengan rakus. Mungkin benar-benar lapar. Pikir Matahari.

Karena pegal berdiri, Matahari berjalan menuju sofa yang tersedia didalam kamar, lalu mendudukkan tubuhnya. Didalam gendongannya ada sang bayi yang sedang menyedot susu sambil memejamkan mata.

Matahari menatap bayi itu lekat, wajah tampan yang sangat mirip dengan papa nya. Oiya, ia teringat kepada ibunya bayi kecil ini. Kemana dia saat anaknya menangis dan kelaparan seperti ini.

....

Godaan Mas Duda (END)Where stories live. Discover now