00. Bahagia yang sedih

15.1K 2K 1.1K
                                    

Di bawah langit gelap malam tahun baru yang ramai dan meriah, gue nggak bisa ngerasain apa-apa.

Herin

Kak, lo dimana?
Udah denger Natasha drop?
Mba pengasuhnya kasih kabar Somi. Dia juga minta doa.
Katanya, kalau Natasha memang masih ditakdirkan hidup, semoga dia cepet bangun. Tapi, kalau emang udah waktunya pergi, semoga cepat pergi dengan baik juga.

Gua cuman mau kasih kabar.
Kali aja lo mau liat dia sekarang.



Pesan dari Herin itu...

.... menghantui gue.

Ada sesuatu dalam diri gue yang membuat gue percaya kalau waktu Natasha yang tersisa nggak cukup banyak.

Jantung gue berdegup dua kali lebih cepat. Seperti ada guncangan dalam diri gue yang membuat gue hilang akal nggak berdaya. Pernafasan gue nggak teratur karena rasanya ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan. Gue nggak tau perasaan apa ini, rasanya terlalu campur aduk. Gue kalut sampai gue nggak tau harus apa.

"Kenapa?" Tanya Jeno. Malam ini kita emang keluar berdua buat memeriahkan acara tahun baru. Seperti anak muda pada umumnya, kita cuman nongkrong. Haechan tahun baruan sama Nada. Renjun tahun baruan sama Rena karena Mama Rena baru kecelakaan. Sementara yang lain sibuk dengan urusan keluarganya masing-masing.

Tanpa menjawab Jeno, gue lari. Mungkin gue emang beneran hilang akal. Gue ada kendaraan. Tapi yang terpikir sama gue saat itu adalah, gue cuman harus lari. Lari secepat mungkin.

Entah sudah berapa jauh, gue nggak peduli. Keringat gue bercucuran deras. Kembang api mulai meledak dengan indah di langit. Semua orang sibuk menatap kembang api tapi suara ledakan itu malah kedengeran seperti detik jam yang menghitung mundur waktu gue.

Gue merasa dehidrasi. Kepala gue pusing. Tapi kaki gue enggak bisa buat berhenti. Gue nggak bisa mengendalikan diri gue sendiri.

Perlahan, serpihan kenangan-kenangan yang mungkin nggak begitu istimewa muncul di benak gue.

Membawa gue ke hari dimana Natasha selalu senyum lebar dan kelihatan baik-baik saja.





"Hei, nyari apaan?" Hari itu mungkin kali pertama gue ketemu Natasha. Di rumah sakit.

Dia kelihatan serius nyari sesuatu.

"AANU, ITUUU, HP." Jawabnya kikuk. Dia kelihatan panik tapi bibirnya nggak bisa berhenti buat terus senyum.

Gue terkekeh. "Yah maaf ya, gua nggak bisa bantuin lu."

"IYA GAPAPA. JANGAN BANTU. NANTI KAKAK SAKIT. KALO KAKAK SAKIT KAKAK GAK BISA JALAN-JALAN. KALO GAK BISA JALAN-JALAN KAKAK STRESS. KALAU STRESS KAKAK GAK MASUK RUMAH SAKIT UMUM TAPI RUMAH SAKIT JIWA. TERUS KALO MASUK RUMㅡ" gue heran. Dia kenapa? Apa dia demam? Karena itu, gue nyentuh kepalanya sambil tanya, "Lo demam? Kok muka lo merah?" Dan Natasha senyum seakan dia berhasil memiliki hal yang paling dia inginkan di dunia ini.

Kenapa waktu itu gue nggak tertarik aja sih sama dia?

"Kak Jaemin nggak inget aku?" Di pertemuan kedua, gue bahkan nggak mengenali Natasha.

"Ki...ta,, pernah ketemu ya?"

Kayaknya pertanyaan gue waktu itu bikin dia sakit hati. Tapi.... dia tetap dan selalu tersenyum. Gue tau pasti senyum Natasha itu tulus. Bukan senyum yang kayak dia menyembunyikan sesuatu. Tapi dia emang senyum karena bahagia.

Sebelumnya gue nggak tau kalau akan ada manusia yang senyum sebegitu bahagianya sewaktu liat gue yang sebenernya biasa-biasa aja dan sangat nggak menarik ini.

When I Hate You | Jaemin [✓]Where stories live. Discover now