22. River flows in you

8.5K 1.8K 1.6K
                                    

Seluruh guru biologi kelas 10 memerintahkan kami semua untuk membawa tanaman hias sebagai ganti tugas akhir semester satu. Tanaman itu dikumpulkan hari ini. Hari dimana puncak Diesnatalis sekolah dilaksanakan.

Denger-denger ini juga merupakan salah satu program ketua OSIS kita, Kak Renjun untuk mempercantik sekolah dengan alami. Kakak kelas 11 waktu itu juga ada tugas memanam pohon di waktu pelajaran kesenian. Baik kelas jurusan IPA maupun IPS. Sementara untuk anak kelas 12, gua ngga begitu tahu mengenai upaya apa yang mereka lakukan untuk penghijauan lingkungan sekolah.

Dari sini, dari jalan menuju kelas gua, kelihatan seluruh siswa kelas 10 rame ngumpul di taman mini depan kelas masing-masing untuk melihat bunga apa saja yang dibawa teman-temannya.

Begitu gua sampai depan kelas, Esa dan Juno langsung gercep bantu meletakkan tumbuhan yang gua bawa ke tanah serta ngebantu natain supaya tata letak tanaman yang kami bawa ini teratur dan selaras. Jadi enak buat di lihat gituu.

"Weeeeh bawa bunga matahari. Lumayan nih, kuacinya bisa di panen." Seru Haruto.

"Ih lucu banget Anya bawa bunga matahari." Somi memotret bunga yang gua bawa pakai kamera dari instagram yang tentu saja udah di mode effect yang aesthetic. Jadi hasilnya sempurna. Cewek itu senyum sambil milih-milih gif sticker yang cocok untuk dijadikan hiasan.

"Tinggi banget ya sunflower tuh." Herin menyentuh kelopak bunga yang gua bawa.

"Beli dimana lo, Nya?" Tanya Verin.

"Ngga beli. Kemarin nggak sempet beli terus karena di rumah punya bunga ini, jadi Anya bawa deh. Dulu Anya sama Papa yang nanam."

"Nanam sendiri ini?" Tanya Haruto. Dia baru cuci tangan terus duduk di sekitar gua, Somi, Verin dan Herin. Udah ngga begitu takut dia duduk di deket cewek. Dulu mah, istighfar terus, takut maksiat.

"Iya. Karena bunga Matahari itu punya makna ceria, setia dan umur yang panjang. Jadi kayaknya bakalan baik nanam bunga itu di rumah. Apalagi kalian tau kan, sejak dulu gua udah sakit sakitan. Jadi Papa berharap gua bisa jadi seperti bunga matahari."

"Anya, lo udah jadi bunga matahari kok buat kita." Somi mengatakan kalimat barusan dengan nada sedih. Cewek itu emang bayi besar. Suka nangis dalam keadaan apapun.

Somi nangis kalo sedih. Somi nangis kalo terharu. Bahkan Somi nangis pas merasa bahagia juga.

"Nya, gua nggak suka ya kalo lo jadi orang beres gini. Lo nggak boleh kayak gini pokoknya. Lo harus jadi Anya yang bikin gua jengkel terus selamanya. Paham?!" Verin emang bicara pakai nada sewot. Tapi gua tau tatapan cewek itu kelihatan sedih.

Ah, gua benci banget ditatap kayak itu. Gua jadi merasa bersalah karena gua harus ketemu mereka, berteman sama mereka, kemudian ninggalin mereka. Gua nggak pengen membuat mereka semua merasa kehilangan, tapi gua juga ngga tau harus gimana.

Suasana sedih sedihan barusan berlalu dengan begitu cepat karena Chenle dan Jisung yang baru datang dengan membawa bunga yang cukup jarang ada yang membawa. Chenle awa bunga tulip warna kuning. Sementara Jisung bawa bunga anyelir warna pink muda.

"Taro mana ini?" Tanya Chenle.

"Wah, gila. Mahal nih pasti. Tulip..." Esa sedikit kaget pas nerima tulip dari Chenle. Anak-anak yang lain juga ngeliatin bunga punya Chenle penuh rasa kagum. Di negara tropis kayak gini, emang jarang ada yang punya atau nanam bunga tulip. Bahkan temen gua ada yang bilang kalau belum pernah ngeliat bunga tulip secara langsung seumur hidupnya.

"Ah, jangan berlebihan." Chenle menanggapi dengan santai.

"Ini bunga gua." Jisung menyerahkan bunganya kemudian.

When I Hate You | Jaemin [✓]Where stories live. Discover now