37. somewhere someday

7.1K 1.7K 1K
                                    

Mengambil keputusan untuk tetap lanjut sekolah di sekolah yang sekarang emang bikin lega. Tapi, suasana hari ini berbeda. Rasanya... ada sesuatu yang kurang dan terasa sedikit mengganjal.

Salah satu bangku nomor dua dari belakang di deretan meja gua kosong. Meja putih bersih itu kosong tanpa ada buku, kotak pensil, handphone dan botol minum di atasnya seperti biasanya.

Pemandangan ini sedikit terasa aneh.

Meskipun Luna nggak suka sama Anya, tapi, Luna sebenernya juga baik. Pas jam olah raga, Anya pernah liat Luna nyerahin antrian kamar mandinya buat orang lain yang lebih butuh untuk masuk kamar mandi duluan. Di parkiran, Anya pernah liat Luna bantu orang lain ngeluarin motornya.

Meskipun sepele, tapi, ketika kita rela sedikit saja meluangkan waktu untuk membantu, mendengar dan memberi semangat ke orang lain, itu adalah kebaikan yang sangat berarti.

Soal ayah Luna, Papa nggak beneran mecat beliau kok. Bagaimanapun, keluarga mereka butuh pemasukan. Sedikit kejam rasanya bikin seseorang kehilangan pekerjaan dan kembali berusaha keras menata hidupnya lagi.

Papa cuman pindahin Ayah Luna ke luar kota. Kota yang lumayan jauh dari kota ini.

Mungkin hari ini keluarga Luna bersiap buat pindah. Semoga aja mereka selamat di perjalanan dan hidup dengan baik di kota itu.

Gua berharap, suatu hari, bukan, setidaknya satu kali lagi, gua bisa ketemu sama Luna dan saling bicara baik-baik. Kita saling mengakui kesalahan, meminta maaf, dan berpisah dengan benar.

Terkadang... suatu kejadian memang harus berakhir. Seseorang akan pergi. Dan hidup terus berjalan. Melawan dunia adalah tujuan manusia lahir di dunia ini.

Kalau dunia diibaratkan sebuah buku, siapa yang ada di chapter ini belum tentu ada di chapter depan. Entah kenangan bersama orang itu menyenangkan atau menyakitkan, mereka akan selalu tersimpan di dalam memori. Mereka tetap bagian dari isi buku.

Tapi, ada satu hal baru yang gua pelajari hari ini...

Keadaan kelas yang terus berjalan seperti biasaㅡdengan atau tanpa Luna, membuat gua sadar kalau 'setelah seseorang pergi, nggak semua orang akan merasa kehilangan.'

Gua jadi penasaran, kalau tiba di detik dimana nafas gua berhenti dan jantung gua nggak berfungsi lagi, apa yang mereka rasakan? Semoga kalau hari itu tiba, nggak ada yang sakit hati karena kehilangan.

Karena meninggalkan kalian semua, bukan keinginan Anya...

"Anya!" Seseorang memanggil. Bikin gua sedikit kaget karena baru saja fokus memikirkan suatu hal.

"Verin!!!!" Gua senyum lebar. Di ambang pintu ada Verin, Herin dan Somi yang kayaknya nunggu gua.

"Ayo ih. Ngapain sih duduk di meja Luna?" Ajak Verin.

"Aku cuman mau ngerasain aja kalo duduk agak belakang kelihatan nggak liat papan tulis. Taunya kelihatan, soalnya papan tulisnya gede banget." Jawab gua sambil lari kecil mengejar mereka.

Minhee, Esa, Juno dan Haruto ngetawain. Mereka beranjak dari bangkunya dan ikut rombongan kita ke kantin.

Anak yang lainnya punya kesibukan sendiri. Chenle sama Jisung, biasanya nyamperin kakak kelas. Biasa lah, mereka punya kelompok pertemanan sendiri.

Di perjalanan menuju kantin, kita nggak hanya diem aja. Banyak hal yang kita bicarakan, sampai akhirnya sebuah kalimat yang kedengarannya menyenangkan keluar dari mulut Esa.

"Kelas kita baru ga enak banget kan nih suasananya, gimana kalo kita main bareng? Belom pernah kan kita main bareng-bareng gini?"

"Dih seru tuh! Kemana emang? Puncak gimana?" Saran Herin.

When I Hate You | Jaemin [✓]Onde histórias criam vida. Descubra agora