23. Hold my hands.

7K 1.7K 734
                                    

Pekan bebas pelajaran untuk memperingati hari ulang tahun sekolah telah berakhir.

Minggu ini seluruh siswa lagi sibuk-sibuknya berkutat dengan beberapa tugas semester akhir untuk dikumpulkan akhir pekan sebelum ujian pergantian semester dilaksanakan.

Setelah guru bahasa indonesia keluar kelas, seisi kelas ribut milih kelompok. Tugasnya nggak terlalu sulit sih, cuman mencari nilai-nilai dalam hikayat seperti nilai religius, nilai moral, nilai sosial, nilai edukasi dan nilai estetika aja. Maka dari itu kelompoknya cuman terdiri dari dua orang.

Beberapa temen-temen gua milih kelompokan sama temen sebangkunya. Maka dari itu, gua kira gua bakalan sekelompok sama Verin. Tapi taunya enggak. Soalnya sekarang ini Herin berdiri di meja gua sama Verin dengan raut memohon.

"Verin lo udah sama Anya ya?"

"Kenapa emang?"

"Somi sekelompok sama Luna."

Gua secara reflek menoleh ke meja di deretan agak belakang. Disitu ada Somi sama Luna yang duduk di bangku Luna sambil ketawa-ketawa. Kayaknya mereka ngobrolin sesuatu yang seru.

Beberapa saat kemudian gua balik menatap Herin. "Kok tumben?" Tanya gua. Verin ngangguk, cewek itu penasaran juga. Soalnya sebelumnya Somi sama sekali nggak deket sama Luna. Ya deket biasa aja, kayak deket sama sesama temen sekelas. Bukan deket yang kayak sahabat deket gitu.

"Gua mau cerita tapi ini disimpen sendiri aja ya. Jangan diceritain siapa-siapa dulu soalnya ini belum pasti." Bisik Herin. Gua sama Verin ngangguk setuju.

"Jadi Somi dapet tawaran buat jadi pemeran dalam suatu film. Bukan pemeran utama sih, dan masih harus dicasting dulu. Terus kebetulan omnya Luna itu sutradara. Jadinya Somi banyak cerita sama Luna soal ini. Mungkin karena Luna bisa nyambung sama apa yang ada di otak Somi kali ya? Jadinya gitu. Eh tapi inget loh, jangan cerita siapa-siapa dulu. Somi takut dia di judge kalo ternyata nggak lolos castingnya. Dia keliatan bahagia banget soalnya pas dapet tawaran itu, ya semoga aja dia lolos lah ya."

Gua ikut bahagia mendengar informasi dari Herin. Begitupun, Somi sahabat baik gua. Udah seharusnya gua ikut bahagia dan mendukung setiap apa yang dilakukan Somi. "Iya iya amin. Terus sekarang Herin belom dapet kelompok gitu dong jadinya?" Tanya gua.

Herin menggelengkan kepalanya pasrah. Gua menghela napas panjang melihat reaksinya.

"Herin mau satu kelompok sama Verin?" Tanya gua lagi.

"Kalian pasti udah satu kelompok kan tapinya?"

"Kata siapa?! Anya kan sakit, pasti nggak bisa kelompokan. Nggak bakalan dikasih ijin juga sama Papa keluar kekuar rumah meskipun cuman kerja kelompok. Jadi Herin sama Verin aja gimana? Anya ngerjain sendiri gitu kayak tugas individu biasa. Lagipula nanti Anya bisa bilang ke guru Bahasa Indonesianya. Pasti dibolehin dan dingertiin kok."

"Tapi kan, ini jadi nggak adil buat lo?" Herin kelihatan nggak enak.

"Adil kok. Herin kan punya banyak kesibukan. Verin juga. Kalian berdua belum lagi harus les. Sementara Anya nggak ada hal yang harus dikerjain. Nggak ikut ekstra, nggak ada les. Jadi lebih santai dan bisa ngerjain soal gampang ini sendiri. Jangan khawatir. Masa nggak inget dulu Anya homeschooling. Ngerjain banyak tugas rumah sendiri juga bukan masalah besar. Soalnya udah terbiasa."

"Nya, gua jadi ngga enak."

"Mau Anya enakin biar Herin enak?"

"Anya bisa ngga sih, lo kalau ngomong di rem dulu?! Nggak semua perkataan itu bisa diucapkan dengan mudah. Bisa aja di pikiran orang lain artinya beda. Pokoknya jangan pernah bilang mau ngenakin orang lain. Terutama ke cowok!" Verin sahabat sebangku gua marah-marah tanpa alasan. Tapi nggak apa-apa deh, pasti niatnya baik.

When I Hate You | Jaemin [✓]Where stories live. Discover now