˚。⋆24. don't cry, you deserve it⋆。

46 18 6
                                    

Assalamu'alaikum, Annyeong
Siapa yang puasanya udah bolong?
Tarawihnya?
Tadarusnya? Udah dapet berapa juz?

Semoga istiqomah

Happy Reading 💐💞

Dika dan keluarganya telah sampai di Medan kemarin sore. Malamnya, mereka mendapat kabar tentang Lauren. Tetapi, Damian masih meminta untuk merahasiakan semuanya.

Pagi ini, mereka memutuskan untuk mengunjungi rumah Damian untuk melihat keadaan Lauren setelah 3 tahun koma.

Antara sedih dan bahagia, bahagia karena Lauren telah kembali di antara mereka, sedih karena gadis itu lumpuh dan sekarang duduk di kursi roda.

Gadis itu terlihat murung, tak mau berbicara yang membuat Dika merasa iba.
Dika mendorong kursi roda Lauren ke taman belakang rumah. Wajah gadis itu terlihat sangat bahagia karena bisa kembali melihat keindahan alam. Tanpa sadar, Lauren meneteskan air mata.

Dika berjongkok di samping sahabatnya. Tangannya tergerak mengusap air mata gadis cantik itu.

"Kamu kenapa, hm?" tanya Dika.

Lauren menggeleng, ia berusaha mencegah air matanya keluar lagi.

"Dika," panggil Lauren.

Dika menoleh. "Iya?"

"Indah banget, ya. Burung-burung, kupu-kupu, dan semuanya yang terbang bebas di atas sana. Indah banget langitnya, aku udah nggak lihat mereka selama 3 tahun, ya?"
Air mata Lauren kembali menetes.

Dika tersenyum menatap Lauren sangat dalam. Lauren menggigit bibirnya menahan tangis.

Dika memegang tangan Lauren yang masih lemas. "Nangis aja, jangan ditahan. Luapin semuanya sampai kamu lega, nangis aja."

Mendengar itu, Lauren melepaskan tangisannya. Ia menangis tersedu-sedu di depan Dika yang masih menatapnya sangat dalam.

"Dika," panggil Lauren lagi.

"Iya? Kenapa, hm?"

Lauren menatap netra Dika dengan mata yang sembab. "Aku ... masih pantaskah aku dicintai dengan keadaanku yang sekarang?"

Dika tersenyum. Cowok itu berdiri lalu mendorong kursi roda Lauren. "Kita mau ke mana?"

Dika tak menjawab. Dia membawa Lauren keluar dari lingkungan rumah. Di tengah jalan, mereka berhenti di depan sebuah rumah.

Dika berjongkok di samping Lauren. Ia menunjuk sangkar burung di halaman rumah itu. "Liat deh burung di sangkar itu." Seekor burung yang cacat sayapnya di dalam sangkar yang cantik.

Dika kembali mendorong kursi roda Lauren. Kali ini, mereka berhenti di depan sebuah rumah seorang lansia. Si penghuni rumah sedang bermain dengan seekor kucing kecil yang cacat matanya sehingga tidak bisa melihat.
"Liat deh kucing sama Nenek itu."

Lauren menoleh. Ia masih tidak paham dengan apa yang Dika maksud.

Tiba-tiba di jalan samping mereka, sepasang suami istri sedang berlari adu kecepatan mengejar anak mereka yang hanya memiliki satu tangan.
Mereka terlihat sangat bahagia.

Dika memetik bunga mawar putih di samping mereka, membersihkan durinya, lalu menyelipkan bunga itu di antara helaian rambut Lauren.

Dika kembali memetik beberapa tangkai bunga yang memang bebas dipetik di lingkungan itu. Kali ini ia memetik bunga mawar pink dan putih.

Rafaelluna's Diary (silent love) Where stories live. Discover now