47. Anak Lain Yang Diabaikan

612 180 8
                                    

Allan Wilson memang adalah bencana berjalan. Anak itu tidak bisa diam sebentar saja dan tidak membuat keributan. Ini adalah ketiga kalinya dalam dua bulan ini, Allan bermasalah dengan hukum.

Adinda merasa lelah luar biasa dengan yang terjadi dalam hidupnya. Lelah secara batin, dan juga secara fisik. Terlebih setelah penerbangan panjangnya, tetapi ia harus berada di sini, di kantor polisi yang suram ini, demi membela Allan dan meminta penangguhan hukuman.

Jika saja Allan bukan anak dari orang penting, Adinda tidak akan mau repot-repot datang selarut ini. Sayangnya, apa yang ia inginkan bukanlah apa yang ia dapatkan. Adinda harus datang, memberikan pembelaan, dan meminta penangguhan hukuman untuk seseorang yang tidak ia sukai.

Dan berhubung Allan adalah pembuat onar, bukan hal yang mudah bagi Adinda untuk meminta keringanan hukuman bagi anak itu. Sama seperti dirinya, para polisi itu juga sudah muak dengan Allan. Polisi itu jelas ingin Allan dihukum seberat-beratnya demi mendapatkan jera.

"Kau tahu bagaimana keributan dan perusakan yang dia lakukan setiap kali mabuk, Miss Abimanyu. Kali ini dia tidak akan bisa bebas semudah itu. Apalagi, kita semua tahu siapa korbannya," ucap Mr. Wallace, kepala penjara yang Adinda temui malam itu.

"Saya tahu, Mr. Wallace, tetapi biarkan anak itu pulang malam ini, besok saya akan membawanya kemari lagi untuk wajib lapor dan meminta jadwal sidang."

"Dan kau pikir aku akan percaya padamu? Kau tahu bagaimana orang kaya selalu menggunakan pengaruhnya di negara ini. Malam ini dia kubebaskan, dan besok anak itu akan melenggang bebas lagi di jalanan untuk membuat keributan lainnya."

Wilson senior memang tidak akan diam saja melihat anaknya di penjara seperti ini, tetapi sama seperti Wallace, Adinda juga sudah muak dengan apa yang Allan lakukan. Anak itu memang harus diberi pelajaran sekali-sekali.

"Saya bisa meyakinkan Anda jika dia tidak akan kabur atau meminta ayahnya menyogok kepala polisi. Allan akan datang besok bersama saya."

"Dan apa jaminan yang bisa kau berikan?"

Adinda tahu tidak ada jaminan apapun yang ia miliki untuk bisa membebaskan Allan, tetapi Rebecca berkata jika ia bisa menelepon wanita itu kapan saja dan meminta bantuannya, atau ayahnya, jika ia membutuhkan.

"Saya akan menelepon atasan saya sebentar."

Adinda bangkit dari kursi yang keras dan tidak nyaman itu, lalu menghubungi Rebecca yang langsung diangkat dalam satu kali dering itu.

"Bagaimana?" tanya Rebecca langsung sebelum Adinda membuka mulut.

"Ini sulit, Becca. Menyetir dengan kadar alkohol di atas normal, terlibat perkelahian di klab, merusak fasilitas umum. Allan sudah sangat keterlaluan kali ini."

Rebecca menghela napas lelah di ujung sana. "Rasanya aku ingin sekali memutilasi anak itu dengan tanganku sendiri. Kapan dia akan dewasa!"

"Dan kau tahu siapa yang menjadi korban pemukulannya kali ini?" tanya Adinda setengah berbisik meskipun ia tahu jika tidak ada seorang pun yang mendengarkan.

"Siapa? Kau belum meneleponku sama sekali sejak tadi."

"Jamie Lindsey, anak sang Walikota."

Rebecca mengumpat dengan begitu keras dalam berbagai bahasa yang ia tahu sehingga Adinda harus menjauhkan ponselnya. Ia tahu berkelahi saja sudah buruk, tetapi berkelahi dengan anak orang berpengaruh adalah sesuatu yang sangat buruk. Mereka masih beruntung karena belum ada media yang ikut campur dalam kasus ini.

"Walikota melalui ajudannya berkata jika tidak ingin ada keributan untuk masalah ini. Ini juga tidak akan berdampak baik bagi pencalonannya sebagai Senator tahun depan. Akan tetapi, pria itu juga ingin Allan mendapatkan hukuman setimpal karena telah membuat anaknya berada di rumah sakit sekarang."

Sorry, I Love Your Daddy! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang