62. Perubahan Rencana

509 156 15
                                    

'Itu tadi seperti bukan dirimu.'

Adinda melirik dari gerakan tangan Jesse, kepada mata pria itu yang tampak jenaka hingga membuatnya tertawa.

Mereka masih berada di dalam mobil. Pak Kasim, sopirnya yang juga suami Bi Siti, bersikeras untuk mengantarnya kembali ke apartemen.

Bi Siti menangis saat melihatnya pergi, dan Adinda sendiri butuh waktu cukup lama untuk melepaskan diri dari wanita itu karena Adinda sendiri juga merasa sangat berat harus berpisah dari wanita itu.

"Karena aku mengeluarkan sisi lain diriku yang belum pernah kau lihat sebelumnya?"

Jesse mengangguk. 'Aku tidak mengira jika kau ternyata cukup galak dan garang.'

Lagi-lagi Adinda terkekeh. "Aku sendiri juga tidak menduga akan seperti itu. Sudah kubilang ini pertama kalinya aku bersikap seperti ini."

Sejujurnya, Adinda masih merasakan penyesalan itu dalam dirinya. Namun, segalanya sudah terjadi kan? Tidak ada yang bisa ia lakukan untuk merubah semuanya. Bahkan penyesalan itu mungkin tidak terasa berguna sekarang.

Adinda tahu, hubungannya dengan Mama sudah hancur dan tidak akan bisa diperbaiki lagi. Ia bisa saja menjadi anak baik, pendiam, penurut, dan juga manis seperti yang selama ini melekat pada dirinya. Sayangnya, ia sudah lelah seperti itu.

Selama dua puluh dua tahun, Adinda selalu menjadi anak manis yang bertanggung jawab dan tidak pernah protes pada apapun termasuk perlakuan tidak adil yang diterimanya. Selama ini, ia hanyalah anak tengah yang selalu dibandingkan dengan si sulung, dan tidak pernah mendapatkan pembelaan seperti si bungsu.

'Meskipun yang kau katakan pada orang tuamu agak kejam, aku harus bilang aku bangga padamu. Itu baru gadisku.'

Mau tidak mau, itu membuat Adinda tersenyum. Pria ini memang akan selalu membuat Adinda tersenyum apapun yang terjadi. Jesse adalah malaikat pelindungnya.

'Kita akan langsung kembali setelah ini?'

Adinda mengangguk. "Kita akan mencari tiket lalu...Sial, aku lupa!" Ia menepuk jidatnya. "Pak, ke mall dulu. Adinda lupa ada yang mau dibeli," katanya kepada Pak Kasim.

'Ada apa?' tanya Jesse dengan kening berkerut.

"Aku harus mengganti kado Aidan yang kupakai semalam."

'Kado?'

Wajah Adinda memerah saat ia berbisik di telinga Jesse. "Baju tidur seksi itu."

Meskipun Pak Kasim tidak akan mengerti yang ia bicarakan, tetap saja Adinda merasa malu. Terutama karena ia melihat senyum Jesse yang semakin lebar.

'Aku menyukainya. Mungkin kau bisa membelinya juga untuk persiapan kita nanti.'

"Jesse!" seru Adinda sambil memukul dada pria itu.

Ia sungguh merasa malu karena telah bertingkah seperti perempuan yang tidak beradab dengan mendatangi Jesse dan berpakaian seperti itu. Tampaknya, ia harus menjauhkan diri dari segala hal yang menimbulkan emosi karena itu tidak akan baik baginya. Pengalih perhatiannya sama sekali tidak bisa dibenarkan.

"Bapak bisa pulang aja, nanti Adinda naik taksi," kata Adinda saat mereka sampai di mall mewah ibukota itu. Ia tahu toko dari merk pakaian yang dikenakannya semalam ada di dalam mall ini. Dulu, dirinya kan anak mall sejati.

Pak Kasim menggeleng. "Saya tunggu Nonik sampai selesai. Nggak usah buru-buru."

Adinda tersenyum haru menatap sopir keluarganya itu. "Nanti kalau Mama butuh pergi ke mana-mana gimana?"

Sorry, I Love Your Daddy! (TAMAT)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ