65. Sebuah Janji

528 149 16
                                    

Jesse tersenyum menatap Adinda yang sedang tertawa mendengarkan lelucon dari Mitch. Sesuai rencana awal, mereka semua makan siang di halaman belakang keluarga Janssen yang asri dan luas. Mereka menyantap makan siang yang sangat nikmat, diselingi dengan obrolan yang begitu menyenangkan, di mana dirinya ikut dilibatkan dalam pembicaraan. Rasanya seperti berada di rumah.

Tadinya, Jesse sudah menyiapkan diri jika memang penerimaan keluarga itu akan sesinis yang diberikan orang tua Adinda padanya. Ia tahu, menjadi seorang yang berbeda dari orang normal memang sesuatu yang cukup sulit. Tidak banyak orang yang mau menerima perbedaan. Bahkan, banyak orang merasa jika berbeda itu berarti sesuatu yang cukup mengganggu.

Namun, semua itu sirna ketika Jesse melihat bagaimana keluarga ini benar-benar berbeda dengan orang tua Adinda. Seandainya saja Adinda lebih cepat bertemu dengan mereka, mungkin gadis itu akan menjadi seseorang yang sama sekali berbeda. Gadis yang tidak rendah diri dan memiliki kepercayaan yang buruk pada dirinya sendiri.

Sayangnya, jika Adinda bersama keluarga ini lebih lama dari hari ini, mereka mungkin tidak akan pernah bertemu dan saling jatuh cinta. Dan Jesse tidak ingin itu terjadi. Bahkan di kehidupannya yang akan datang pun, Jesse hanya akan meminta untuk bertemu dan jatuh cinta lagi dengan Adinda.

"Jesse, jadi berapa umurmu? Kau tampak terlalu dewasa untuk menjadi kekasih sepupuku."

Suara Bastian yang setengah curiga itu membuat Jesse menoleh pada pemuda itu. Bastian baru berusia sembilan belas, sama seperti Chase. Hanya saja, pemuda ini bertubuh lebih kecil dari Chase yang terlihat seperti pria berumur dua puluhan ke atas.

"Bas, tidak sopan bertanya seperti itu. Jesse bisa tersinggung," ujar Juliana mengingatkan.

Jesse tersenyum kepada wanita paruh baya berambut pirang itu. Ada sedikit jejak wajah Adinda di sana, tetapi kemiripan Edwin dengan Adinda, atau mungkin putrinya, terlihat jauh lebih jelas lagi. Tidak heran jika Wihelmina langsung mengenalinya.

"Kau tersinggung?" tanya Bastian tanpa merasa bersalah atau menyesal sama sekali telah menanyakan itu.

Ia tertawa tanpa suara lalu menggeleng kepada pemuda itu.

'Umurku tiga puluh delapan,' katanya dalam bahasa isyarat.

"Sialan! Kau seumuran istriku!" seru Mitch terkejut sambil membelalak.

"Mitch! Jaga bicaramu di depan Gwen!" protes Anya sambil menutup kedua telinga putrinya dengan tangan.

Si kecil berambut pirang dan bermata biru itu menyeringai pada ibunya, seakan senang mendengar umpatan ayahnya.

"Maafkan aku, Sayang. Aku hanya terkejut." Mitch memandang istri dan putrinya bergantian dengan pandangan meminta maaf.

"Adinda, kau yakin berhubungan dengannya? Usia kalian terpaut jauh sekali," kata Mitch lagi sambil cemberut.

Adinda mengangkat bahu sambil menggigit daging panggangnya dengan santai. Gadis itu memandangnya sambil mengedip hingga membuat Jesse menyeringai lebar. Tentu saja ia tahu jika Adinda yakin dengan hubungan mereka.

'Aku juga mempunyai seorang putra yang berusia sama dengan Bastian.'

Rentetan sumpah serapah para pria kembali terdengar hingga Anya harus membawa Gwen menjauh dari meja. Matanya melotot pada Mitch dan Bastian saat ia menggendong Gwen memasuki rumah.

"Adinda, kau tidak salah pilih kan? Ya Tuhan, di mana kau bertemu pria ini?" tanya Mitch kalang kabut sambil mengacak rambutnya.

"Kau seharusnya memiliki kekasih yang lebih muda darinya! Memangnya di kampusmu tidak ada pria yang menarik sampai kau harus mengencani pria tua ini?" seru Bastian dengan kesal.

Sorry, I Love Your Daddy! (TAMAT)Where stories live. Discover now