29. Haruskah Kulupakan Begitu Saja?

597 147 11
                                    

Tubuh Adinda masih membeku saat Jesse berbalik, dan pergi begitu saja seakan tidak pernah ada apapun yang terjadi di antara mereka. Seakan mereka berdua tidak pernah bertukar ciuman yang sangat panas, dan hampir saja membuat pertahanan Adinda runtuh.

Tadi, ketika Jesse menyentuhnya, memeluknya, dan menciumnya dengan gairah membara itu, Adinda sudah pasrah bahwa ia mungkin akan kehilangan keperawanannya di padang rumput ini. Namun nyatanya, respon Jesse begitu tidak terduga.

Lagi-lagi, pria itu berpikir bahwa apa yang terjadi di antara mereka adalah sebuah kesalahan.

Apa Jesse akan selalu seperti ini? Memesonanya, memeluknya, menciumnya, membangkitkan gairah yang Adinda tidak tahu pernah ada, dan kemudian pergi begitu saja seakan Adinda adalah makhluk kotor menjijikkan yang tidak sengaja disentuhnya?

Rasa cintanya pada Jesse mungkin memang sudah terlalu dalam, tetapi Adinda tidak mau diperlakukan seperti ini. Jesse tidak bisa terus menerus membuainya dalam angan-angan yang tinggi, seakan pria itu sangat menginginkannya, dan kemudian pergi begitu saja.

Rasa panas yang menusuk di sudut matanya, akhirnya mampu membuat Adinda bergerak.

Ia mendongakkan kepala untuk mencegah air mata itu turun lebih banyak, dan kedua kakinya yang goyah, memaksanya untuk duduk di rerumputan. Di bawah sinar matahari yang menyengat.

Kulitnya mungkin akan terbakar setelah ini, tetapi jauh lebih baik baginya terbakar matahari daripada oleh gairah yang tidak akan pernah tersalurkan.

Hatinya terasa begitu sakit oleh perlakukan Jesse, dan benak Adinda menggumamkan satu pikiran. Haruskah ia melupakan semua ini begitu saja dan menganggap tidak terjadi apapun?

Jika Adinda kembali pada tujuan awalnya untuk mendamaikan Jesse dan Chase, dan mengabaikan hatinya sendiri, mungkin rasanya tidak akan sesakit ini. Mungkin setidaknya, kesakitannya akan terbayar dengan melihat ayah dan anak itu kembali berhubungan baik.

Lagipula, Adinda sudah terbiasa diabaikan dan tidak dibalas perasaannya. Pada akhirnya ia akan baik-baik saja dan menjalani hidupnya sendiri entah di benua mana lagi dirinya akan berada.

Kuliahnya akan selesai dalam waktu kurang dari satu tahun lagi, dan setelah itu, Adinda benar-benar bisa menjalani hidupnya.

Atasannya di kantor siap untuk memberinya posisi tetap sebagai asisten pengacara junior, jika Adinda memang berniat untuk bekerja di sana setelah lulus.

Austin mungkin agak terlalu dekat dengan tempat ini, tetapi itu bukan masalah. Bukan berarti Jesse akan datang padanya kan?

Namun, yang lebih penting adalah itu akan jauh dari tempat keluarganya berada. Ia tidak perlu pura-pura bahagia menyaksikan tawa mereka tanpa merasa perlu untuk menjadikan dirinya bagian dari semua itu.

Adinda tidak peduli ia akan ada di mana asalkan dijauhkan dari orang-orang yang selalu membuatnya terluka.

"Adinda! Adinda! Di mana kau?"

Suara teriakan panik itu membuat Adinda menoleh. Ia melihat Chase berlarian di padang rumput dengan sangat cepat, hingga membuatnya tersenyum. Namun, senyum itu musnah saat melihat raut wajah Chase yang tidak kalah panik dari suaranya. Ia bangkit dengan cepat, tepat ketika pria itu berhenti di hadapannya sambil terengah-engah.

"Ada apa, Chase? Ada sesuatu yang terjadi di rumah?"

Apa kemungkin terburuk yang membuat Chase berlari kemari? Gram? Pop? Atau Clara?

"Kau baik-baik saja?"

Pria itu meraih bahunya, mengamati tubuh Adinda sebelum kembali menatap wajahnya, dan mendesah lega. Tubuhnya luruh ke rumput, berbaring di sana dengan mata terpejam sambil menenangkan napasnya yang terengah-engah.

Sorry, I Love Your Daddy! (TAMAT)Where stories live. Discover now