54. Aku Akan Selalu Ada Untukmu

557 157 12
                                    

Jesse berjalan mondar mandir di apartemen yang sepi itu. Satu waktu, ia akan berdiri di depan jendela tinggi dan memandang keruwetan lalu lintas di bawah sana. Lalu lintas yang sangat berbeda dengan yang biasa Jesse temui di tempat tinggalnya.

Di Lexington, kemacetan hanya terjadi di waktu-waktu tertentu. Saat musim panas tiba, saat musim pembelian ternak, atau karena ada pawai. Selain waktu tersebut, jalanan selalu lengang hingga kadang rusa juga bisa lewat dengan santainya.

Namun di sini, ketika Jesse mengamatinya, tampak beribu kendaraan menyemut di bawah sana. Ia tidak bisa membayangkan akan seberisik apa berada di jalanan itu. Jesse bersyukur ia tumbuh besar di lingkungan yang tenang dan jauh dari hiruk pikuk klakson maupun padatnya kendaraan bermotor.

Di lain waktu, ia akan duduk diam di sofa, sambil menggigiti kukunya dengan gelisah karena memikirkan apa yang sedang terjadi pada Adinda sekarang.

Jauh dari gadis itu membuatnya tidak bisa berpikir dengan jernih. Seharusnya tadi ia tidak mengusulkan Adinda pulang sendiri kan? Bagaimana jika mereka menyakitinya? Bagaimana jika ada kata-kata yang membuat Adinda hancur?

Jesse mengacak-acak rambutnya dengan frustasi. Ia tidak tahu apapun mengenai kota ini, apalagi di mana Adinda tinggal. Bahkan jika ia tahu pun, akan ada masalah komunikasi karena mereka berbicara dalam bahasa yang berbeda dengannya.

Dering ponsel Jesse di meja, membuatnya sedikit berlari dari hadapan jendela, berharap jika Adinda yang menghubunginya. Namun, bibirnya sedikit cemberut saat panggilan video itu berasal dari Chase.

Bukan berarti ia tidak ingin bicara dengan anaknya. Jesse hanya sedang ingin mengetahui kabar Adinda saja. Bukan yang lain.

Jesse meletakkan ponselnya di sandaran ponsel sebelum menekan tombol terima. Wajah putranya muncul di layar. Di Lexington sudah lewat dari dini hari sekarang, seharusnya Chase sudah tidur.

'Kenapa kau belum tidur?' tanya Jesse dalam bahasa isyarat.

Chase cemberut. "Aku bukan anak kecil. Sudah lewat waktu bagimu menanyakan hal semacam itu. Kalian sudah sampai?"

Jesse mengangguk. 'Adinda tidak ada di sini jika kau mencarinya.'

"Di mana dia? Kalian tidak bertengkar lagi kan?"

Sekarang, gantian Jesse yang cemberut mendengar pertanyaan itu. 'Dia pulang untuk bertemu orang tuanya.'

"Dan kau tidak menemaninya??" Mata Chase melotot. "Apa yang sebenarnya kau pikirkan, Jesse?"

Ia tidak berharap Chase akan memanggilnya 'Dad' walaupun mereka sudah berbaikan. Namun, saat ia mendengar pemuda itu tetap memanggil namanya, tetap saja membuat Jesse sedikit terluka.

Semua butuh waktu, Jesse menyakinkan dirinya sendiri. Saat ini yang terpenting adalah hubungan mereka telah membaik.

'Aku ingin Adinda memiliki waktu sendiri bersama orang tuanya.'

Chase mendengkus. "Kau sama sekali tidak mengenal orang tuanya, bagaimana jika mereka orang yang kejam?"

Jesse tahu orang tua Adinda tidak seperti itu. Walau bagaimanapun, dirinya adalah orang asing untuk keluarga itu. Mereka mungkin sudah terkejut dengan kepulangan Adinda yang tiba-tiba, dan Jesse tidak ingin menambahnya dengan kemunculan orang lain yang mungkin tidak sesuai dengan standar mereka untuk menjadi kekasih Adinda.

Dan sekarang, ketika memikirkan itu, Jesse seperti menemukan jawaban untuk dirinya sendiri. Kenapa ia membiarkan Adinda pulang. Mungkin memang ia butuh waktu untuk menyiapkan dirinya bertemu dengan orang tua Adinda.

Hanya saja, nyatanya hal tersebut juga tidak membuatnya tenang. Jesse menyesal karena ia harus membiarkan Adinda pergi sendiri walaupun itu ke rumah orang tuanya.

Sorry, I Love Your Daddy! (TAMAT)Where stories live. Discover now