23. Perubahan Rencana

554 157 4
                                    

"Sialan, Abimanyu! Apa kau akan pernah terlihat jelek sekali saja?? Baju itu bahkan sudah tidak muat lagi padaku!!"

Adinda terbahak mendengar nada iri dan menggerutu yang dikatakan Clara. Tadinya, Adinda berharap tidak akan ada baju berkuda yang akan muat di tubuhnya.Namun, seperti yang Chase katakan, dirinya dan Clara memang seperti anak kembar. Jadi, besar kemungkinan jika setiap baju Clara akan muat untuknya.

Yah, kecuali baju ini mungkin. Tubuh Clara agak menggemuk setelah mereka berada di sini lebih dari seminggu. Sedangkan Adinda sendiri memang tipikal yang tidak mudah gemuk.Banyak orang yang bilang jika badannya adalah impian setiap para gadis di dunia. Ia bisa bebas makan apa saja, dan tidak perlu khawatir dengan berat badan.

Setiap kali mendengar orang merasa iri dengan tubuhnya, Adinda selalu mendengkus dalam hati. Seandainya saja mereka tahu apa yang menyebabkannya tidak bisa gemuk, pasti tidak akan ada yang mau berada di posisinya.

Tidak hanya kekurangan makanan yang membuatmu kurus, tetapi juga 'makan hati' seperti yang selama ini dirasakannya. Itu jelas, 'diet' paling ampuh untuk masalah berat badan berlebih. Dan ia sudah menjalani 'diet' itu selama bertahun-tahun.

"Chase akan melotot menatapmu besok, sementara pamanku mungkin harus membunuh anaknya hanya agar bisa memilikimu," ujar Clara sambil terkikik hingga membuyarkan lamunan Adinda.

Adinda ikut terkekeh mendengar perkataan Clara yang tidak masuk akal itu. Ia berpaling menatap sahabatnya itu.

"Kau tahu jika Jesse sebenarnya begitu mencintai Chase. Dia tidak akan menyakiti anaknya hanya demi seorang wanita. Dia mungkin akan melakukan apa saja demi kebahagiaan anaknya."

Clara mencibir mendengarnya. "Kau juga tahu dia tidak pernah jatuh cinta lagi selama delapan belas tahun. Mungkin itu akan sebanding dengan sebuah pertengkaran besar."

Wajah Adinda memerah. "Dia tidak jatuh cinta padaku."

Clara memutar bola matanya. "Kau tidak melihat sendiri bagaimana dia langsung berlari keluar seakan ada yang menyengat bokongnya."

Adinda tahu jika Jesse tertarik padanya, dan mungkin saja memang sedikit menyukainya. Akan tetapi, untuk jatuh cinta seperti yang Clara katakan, ia tidak yakin. Tidak sebelum ia mendengarnya langsung dari bibir Jesse. Pria itu mungkin hanya panik jika dirinya akan tersesat lagi.

Apa ia bahkan akan pernah mendengar Jesse bicara lagi?

"Clara," bisik Adinda sambil melepas pakaian yang dicobanya itu. "Jesse sempat bicara padaku tadi siang."

Clara berhenti dari kegiatannya memakai masker. "Kau serius?"

"Ya," jawab Adinda sambil mengangguk. "Suaranya memang begitu kecil, tetapi...itu benar-benar... Ya Tuhan, aku benar-benar ingin mendengar suaranya lebih keras lagi."

Air mata Adinda merebak membayangkan apa yang dikatakan Jesse padanya tadi. Benarkah itu baru terjadi tadi pagi? Kenapa rasanya itu sudah lama sekali?

"Apa yang dia katakan padamu?"

Adinda mengangkat bahu dan melipat pakaiannya. "Dia memintaku untuk menangis saja. Dia ada di sana untukku."

Sebenarnya, Adinda ingin mengasumsikan itu sebagai bentuk perhatian dan kasih sayang Jesse untuknya. Namun, ia tidak berani berharap terlalu banyak. Ia masih tidak tahu seberapa dalam Jesse masih menyimpan perasaan untuk Chassidy.

"Kenapa dia memintamu menangis?" Clara melepas kembali masker wajah yang baru saja ia pakai, dan mendekat pada Adinda. "Apa yang sebenarnya terjadi tadi pagi? Apa kau akan mengatakannya padaku?"

Adinda pun menceritakan semuanya. Mulai dari ia menerima telepon dari Aidan, dan bagaimana ia berakhir bersama Jesse di sungai hingga membuat Adinda mengakui perasaannya.

"Aku rasa kau harus pulang ke Indonesia," ucap Clara setelah mendengar cerita Adinda.

"Apa maksudmu?"

"Untuk memastikan semuanya. Apa kau tidak bertanya-tanya kenapa mereka bersikap berbeda kepadamu? Pasti ada alasan kenapa mereka selalu menganggapmu seperti orang lain. Kau sendiri sudah melihat apa alasan yang membuat Jesse dan Chase tidak akur," kata Clara panjang lebar.

"Dan alasan mereka jelas karena pamanku masih tidak bisa melupakan wanita itu setiap kali melihat Chase. Apa kau tidak bertanya-tanya apa alasan keluargamu melakukan itu?"

Sejujurnya, sudah sejak lama ia memikirkan itu. Tentang mengapa orangtuanya selalu memperlakukannya dengan berbeda. Akan tetapi, ia tidak pernah berpikir lebih jauh lagi. Juga, Adinda terlalu takut mendengar kenyataan yang mungkin hanya akan menyakitinya lebih dalam lagi nanti.

Ia memiliki sedikit jejak kecantikan Mama, ia juga memiliki senyum milik Papa yang sama dengan milik saudara-saudaranya. Jadi tidak mungkin jika dirinya seorang anak angkat keluarga Abimanyu kan?

Apa ada hal lain yang membuat kelahirannya tidak diinginkan? Apa mereka berharap dirinya adalah anak laki-laki untuk melengkapi kebahagiaan karena sudah memiliki Ananda? Dan ketika, ia ternyata terlahir perempuan, itu membuat orang tuanya kecewa?

"Bagaimana jika alasannya membuatku sakit hati?" tanya Adinda dengan muram.

Clara tersenyum menenangkan. "Setidaknya kau tahu kebenarannya. Bukankah lebih baik tahu alasannya daripada tidak mengetahui apapun?"

Itu memang benar. Hanya saja, siapkah ia dengan apapun kebenaran itu?

....

Chase lama sekali!

Adinda menggerutu dengan kesal setelah hampir setengah jam ia menunggu. Sarapan sudah berakhir, semua orang sudah sibuk dengan kegiatannya masing-masing, dan pria itu masih belum muncul!

"Dia tidak ada di kamarnya," kata Clara yang baru saja memeriksa kamar Chase. "Tadi malam dia mengantar Britt dan Vic ke bandara. Seharusnya dia sudah di rumah sekarang."

"Dan apa kau punya ide tentang kenapa ia tidak pulang?"

Clara mengangkat bahu. "Ada banyak klab di kota, jika dia mampir untuk minum, kemungkinan dia terlalu banyak minum atau..."

"Atau sedang tidur dengan seorang wanita yang merayunya di bar."

Clara mengangguk. "Klab adalah hiburan terbesar para koboi."

Adinda memutar bola mata meskipun ia sepenuhnya setuju dengan apa yang Clara katakan. Tadi malam, Vic meminta, memaksa lebih tepatnya, agar Chase mengantarkannya dan Britt ke bandara. Chase tidak bisa menolaknya karena Gram juga menyuruhnya mengantarkan dua gadis itu. Bisa saja pria itu memang berakhir dengan bersenang-senang di klab.

Kenapa Adinda merasa kesal dengan itu? Chase baru saja berkata jatuh cinta padanya, tetapi apa pria itu akan dengan mudahnya tidur dengan perempuan lain?

"Kalau begitu, aku akan melepas pakaian ini."

Tangan Clara menghentikan Adinda yang hampir naik ke kamarnya. "Hanya karena tidak ada Chase, bukan berarti kau tidak jadi berkuda."

"Aku tidak mau berkuda denganmu, Clara. Kau bukan koboi yang bisa mengajariku berkuda."

Clara tersenyum. "Aku memang tidak bisa, tetapi pamanku bisa."

Mata Adinda membelalak. "Tidak, Clara. Aku tidak mau."

Clara melotot dan berkacak pinggang. "Hanya ini satu-satunya jalan bagimu dekat dengannya. Selagi Chase tidak ada di sini. Dia pasti akan marah saat kembali nanti dan tahu apa yang terjadi, tetapi itu kan salahnya sendiri."

"Kau bilang ingin membantuku menanyakan itu padanya?"

Clara terkekeh dengan suara jahat yang membuat Adinda semakin cemberut. "Tidak. Itu tugasmu sendiri."

Sorry, I Love Your Daddy! (TAMAT)Where stories live. Discover now