[47]

86.5K 10.8K 616
                                    

Happy reading!

"Leonard Brown, dia kakakku."

Setelah kalimat itu disebut, seluruh pasang mata membelakak tak percaya. Sosok laki-laki yang dikenal sebagai tangan kanan sang jenderal militer kerajaan ternyata adalah pangeran dari kerajaan tetangga.

Tak terkecuali Catrionna yang kini tengah menganga lebar. Wanita itu lantas menggali ingatannya tentang memori-memori kebersamaan mereka, termasuk menyuruh laki-laki itu untuk mencicipi kue asinnya. Juga.. rencana untuk menjodohkannya dengan Lina yang belum sempat terlaksana.

"Tangkap Yang Mulia Putra Mahkota!"

Belum sempat meminimalisir rasa terkejutnya, seruan dari para petinggi perbatasan utara berhasil mengembalikan kesadaran orang-orang yang berada di sana. Beberapa orang bergerak ke arah Pangeran Alberto, mengerubunginya lalu menahan kedua lengannya.

"Aku tidak bersalah!" jerit Pangeran Alberto. "Kalian jangan kurang ajar!"

"Bawa Putra Mahkota ke pengadilan kerajaan!"

Putra Mahkota terus saja memberontak. Wajahnya terlihat merah padam karena amarah. Matanya memicing tajam, seolah memindai dan merekam siapa saja yang berbuat kurang ajar padannya sebelum nantinya akan ia berikan hukuman yang sangat menyiksa.

"Aaggrrh..!" teriak Putra Mahkota lagi. Tubuhnya kini diseret ke arah pintu keluar. Meski terus meronta dan menyebutkan sumpah serapah, tidak ada yang berani bergerak untuk menghentikan aksi tersebut. Matanya sempat melirik Leo dengan tajam.

"Aku tidak tahu bahwa para petinggi perbatasan utara mempunyai kekuasaan sebesar ini," gumam Pangeran Albern. Laki-laki itu berkata masih dengan mata tertuju pada saudara tirinya sebelum menghilang ditelan oleh pintu yang ditutup dengan kasar. "Mereka memang seberani ini, ya?" tanyanya entah pada siapa.

"Memang seberani ini," kata Kenard datar. "Kerajaan Artanta bisa saja lenyap tanpa mereka. Wilayahnya, sumber daya alamnya, juga orang-orang yang berada di dalamnya."

Pangeran Albern tampak terperangah, "Lalu apa gunanya keluarga kerajaan selama ini jika kekuasaan sesungguhnya ada pada mereka?"

"Loyalitas, mereka punya itu." Kenard menatap Pangeran Albern dengan kening mengkerut, "Setelah ini giliran anda, Yang Mulia."

"Apa maksudmu!?" seru Pangeran Albern tak terima, terlihat salah paham.

Kenard menarik nafas panjang, tampak lelah dengan situasi kerajaan yang semakin rumit. Matanya melirik Pangeran Albern yang masih menyorotnya dengan tatapan menyelidik. "Mereka tidak akan membebaskan Putra Mahkota, dan itu pasti. Yang Mulia.. mungkin yang akan memimpin kerajaan ini nantinya."

Pangeran Albern mendengus, terlihat tak minat, "Aku tidak pernah menginginkan posisi itu. Meski hubungan kami tidak baik, tetapi posisi itu bagiku sedikit memberatkan."

"Tidak ada pilihan lain, Yang Mulia."

Raut wajah Pangeran Albern terlihat mengeruh. Membayangkan beban berat yang kemungkinan akan ia pukul, mulai saat ini. Juga, kehidupan pribadinya yang pasti akan sangat terusik.

"Kalian melupakan keberadaanku," celetuk laki-laki berbadan tegap yang kini sedang menyekap seorang wanita. Tangan kanannya mengapit leher sang wanita erat, sedang tangan kirinya memegang belati, mengarahkan tepat ke salah satu sisi leher wanita malang itu.

Mengenali suara itu, Kenard dan Pangeran Albern sontak menolehkan kepalanya dengan cepat. Keduanya tampak membulatkan matanya, tidak percaya. Mereka hampir saja melupakan keberadaan laki-laki itu karena insiden penangkapan Putra Mahkota. Padahal, pengkhianatan Putra Mahkota juga berhubungan dengannya.

Ken & Cat (END)Where stories live. Discover now