[32]

98.9K 10.6K 104
                                    

Happy reading!

"Tuan Kenard, ada surat dari Pangeran Albern. Dia ingin bertemu dengan anda segera," tutur Leo saat Kenard sedang berada di dapur untuk menemani Catrionna membuat kue.

Kenard menghembuskan nafas kasar lalu berbalik menghadap Leo, "Leo.." panggilnya dengan sedikit geraman. "Jaga mulutmu itu," tegurnya tegas. Internal kerajaan sedang dalam kondisi tidak bagus dan Kenard tidak ingin Catrionna tahu informasi yang seharusnya ia tidak tahu. Kenard tidak ingin kejadian di padang sabana tempo lalu terulang kembali. Dan, seharusnya Leo dapat belajar sesuatu dengan itu. Meski kini berada di kediamannya, Kenard hanya ingin berhati-hati karena tembok pun dapat mendengar.

Seakan kembali tersadar, Leo kontan menundukkan kepalanya. Raut wajahnya menampakkan penyesalan, "Maafkan saya, Tuan."

"Ke ruang kerjaku sekarang. Aku akan menyusulmu."

Tidak ingin dilingkupi ketegangan lebih lanjut, Leo segera memutar arah dan berlalu dari sana. Sudah begitu lama ia tidak melihat Tuannya menunjukkan ekspresi itu dan ia tidak akan memancingnya lagi karena itu sungguh menyeramkan.

"Cat, anggap saja kau tidak mendengar apapun," pinta Kenard pada Catrionna yang sedang mengolah adonan kuenya.

Catrionna mendongak lalu memasang wajah pura-pura polosnya, "Mendengar apa? Aku tidak mendengar apapun," jelas Catrionna yang paham maksud suaminya itu.

Kenard tersenyum kecil dan mengusap pucuk kepala istrinya dengan lembut, "Bagus," ucapnya dengan nada penuh bangga.

"Kau boleh pergi. Aku akan memanggilmu jika kue ini sudah matang."

"Jangan buat kue terlalu asin, Cat."

Catrionna terkekeh, "Kau tahu?" tanyanya dengan alis terangkat sebelah.

"Aku selalu tahu apapun tentangmu," balas Kenard dengan tenang.

Catrionna mendengus geli, "Baiklah. Kali ini kau benar-benar harus pergi. Leo sudah menunggumu."

Kenard melangkah pergi dari dapur setelah menepuk pucuk kepala istrinya pelan.

Saat memasuki ruang kerjanya, tampak Leo yang sedang berdiri dengan dua carik kertas di tangannya.

"Lain kali tutup mulutmu saja jika tidak tahu situasi dan kondisi," peringat Kenard lagi setelah ia duduk di kursi kerjanya.

"Maafkan saya, Tuan. Lain kali saya akan lebih berhati-hati."

Ekspresi Kenard belum membaik dan Leo sangat tahu itu. Ia merutuki dirinya yang dengan enteng membagikan informasi secara sembarangan. Setelah ini, ia benar-benar harus merenungkan sikapnya itu.

"Kau memang harus begitu," Kenard memejamkan matanya sejenak. Ia tidak boleh terlalu keras dan marah berlebihan pada bawahannya. Hal itu sangat berbahaya karena bisa menimbulkan kebencian yang diam-diam menumpuk pada hati mereka. Dan jika itu terjadi, tidak perlu menunggu waktu lama untuk mereka menjadi pembangkang dan penghianat. Mereka merasa kerja kerasnya tidak dihargai. "Katakan sekarang," titahnya.

"Pangeran Albern mengirimkan surat pada anda untuk bertemu secepatnya," ujar Leo sambil menyerahkan selembar surat di atas meja kerja Kenard.

Kenard mengerutkan kening, "Memangnya ada hal mendesak apa? Apakah ia merasa terancam dengan keberadaan Putra Mahkota?"

"Pangeran Albern juga memberitahu bahwa Raja sedang dalam keadaan sakit sekarang. Buruknya, kondisinya sudah semakin parah," jelas Leo lagi.

Kenard menyeringai, "Ah.. Begitu. Jadi ini alasan Putra Mahkota ingin segera menikah. Sungguh tidak sabaran," decaknya pelan.

Leo kembali menyodorkan sebuah surat di atas meja, "Ini surat dari petinggi perbatasan utara. Tampaknya mereka sudah mulai terusik dengan pergerakan Putra Mahkota."

"Apa yang mereka inginkan?"

"Mereka ingin bertemu dengan anda di tempat yang sama saat anda liburan di sana. Dan.." Leo tampak ragu-ragu melanjutkan ucapannya.

"Dan?" pancing Kenard saat Leo masih terdiam.

"Pangeran Albern juga ingin menemui anda di sana. Kalau boleh saya simpulkan, sepertinya ini akan menjadi pertemuan besar antara anda, Pangeran Albern dan para petinggi di perbatasan utara."

Kenard menganggukkan kepalanya, "Aku harus pergi."

"Tuan yakin?"

"Aku tidak bisa membiarkan para petinggi perbatasan utara itu membuat kerusuhan lagi seperti yang sudah-sudah. Meski mereka terbagi menjadi beberapa fraksi, tetapi pembagian golongan itu sebenarnya tidak terlalu berpengaruh pada apapun. Jika dalam kondisi terdesak, mereka bisa saja bersatu dan melawan. Ingat Leo, kerajaan ini memang sangat bergantung dengan perbatasan utara. Selain menjadi bagian wilayah paling luas, kebutuhan domestik orang-orang di kota juga atas sumbangsih dari mereka," jelas Kenard panjang lebar.

"Lalu apa gunanya pembagian fraksi itu jika pada akhirnya mereka bisa bersatu?" tanya Leo tidak habis pikir.

"Apa yang tampak di luar belum tentu menggambarkan apa yang ada di dalamnya, Leo. Di luar mereka memang menggunakan 'topeng' golongan fraksi itu, tetapi siapa yang tahu apa yang sebenarnya terjadi di dalam?" papar Kenard tersenyum penuh arti.

"Tuan benar," ujar Leo penuh kekaguman. "Bisa jadi memang begitu. Lalu kira-kira apa yang membuat mereka bisa bersatu?"

Kenard mendengus, "Kau tidak perlu tahu itu," ujar Kenard dengan tangan menyimpan kedua surat itu ke dalam sebuah kotak sebelum menggemboknya. "Kadang terlalu tahu banyak juga tidak bagus, Leo."

Leo kontan merapatkan bibirnya. Bungkam adalah pilihan terbaik saat ini.

"Kapan pertemuan itu dilakukan?" tanya Kenard.

"Sehari sebelum penyeleksian calon Putri Mahkota, Tuan."

"Kita harus bersiap-siap, Leo. Kedepannya akan menjadi sulit dan semakin rumit," gumam Kenard dengan tatapan menerawang.

Sesaat keheningan tercipta di antara mereka sebelum sebuah ketukan terdengar disusul kepala yang menyembul dari balik pintu, "Ingin kue asinku?" tawar Catrionna dengan cengiran di wajahnya.

Tbc.

Mampir ke cerita baru aku, ASRAMA SEASON 1.. Boleh nyoba baca prolognya, siapa tahu suka..


Ken & Cat (END)Where stories live. Discover now