[15]

153K 15.9K 252
                                    

Happy reading!

"Ken, kau kah itu?"

Kenard mengurungkan langkahnya. Kepalanya menoleh ke arah kanan, tempat dari mana suara itu berasal. Setelah memastikan siapa yang datang, Kenard segera menyerongkan badannya lalu menunduk dengan patuh.

"Hormat saya.. Yang Mulia Pangeran Alberto."

Lelaki itu, Pangeran Alberto, tampak mengangguk-anggukan kepalanya.

"Ada perlu apa kau kemari? Apakah ada urusan yang begitu mendesak?" tanyanya dengan tatapan menyelidik.

Dengan masih menunduk, Kenard mendengus dengan sangat pelan karena sudah tidak mampu menahannya. Pangeran satu itu, selalu ingin mengetahui segala hal. Bahkan untuk urusan yang tidak ada kaitan dengannya sekalipun. Benar-benar menyebalkan.

Kenard memilih diam. Ia tidak memiliki pilihan lain. Tugas untuk mengunjungi perbatasan utara adalah titah dari Raja secara langsung dan tidak melibatkan para petinggi di istana. Lagi pula, Kenard tidak hanya ditugaskan untuk menangani para pemberontak, tetapi juga menyelidiki sesuatu yang saat ini masih menjadi hal tabu. Jadi, informasi yang dibawanya sekarang pun harus disampaikan langsung kepada Raja. Kenard sedang sial saja, kondisi Raja saat ini sedang tidak memungkinkan. Tidak sampai di situ, Kenard juga harus menghadapi Pangeran Alberto yang baginya sangat menyebalkan. Dia mempersulit posisi Kenard.

"Apakah aku tidak dizinkan mengetahuinya? Seperti biasanya?" tanyanya dengan senyum mengejek.

Kenard tetap memilih diam. Badannya bahkan tidak bergeming. Wajahnya masih sedatar biasanya.

"Baiklah.. Baiklah.. Aku akan berusaha mengerti untuk kali ini." ujarnya dengan tertawa kecil. Kali ini ia bisa melepaskan Kenard begitu saja, tidak untuk masa yang akan datang. "Aku hanya bercanda, Ken. Kau tidak perlu seserius itu menanggapiku."

Kenard mengangguk. "Baik, Pangeran Alberto."

Senyum miring di bibir Pangeran Alberto tercetak dengan jelas. Sayang sekali posisi Kenard tidak mengizinkannya untuk melihatnya. "Kau kaku sekali, Ken. Pantas saja, Yang Mulia Raja begitu 'menyayangimu'." Kini senyum itu berubah sinis. "Aku berharap kau berumur panjang. Karena saat aku menjadi Raja nanti, sepertinya kau cukup berguna. Aku juga ingin memeliharamu di sampingku."

Kenard menggeram marah. Tetapi kali ini, Pangeran Alberto lah yang tidak dapat melihat ekspresinya. Kenard masih menundukkan kepalanya.

"Ah.. Sepertinya aku terlalu banyak berbasa-basi." ujarnya dengan enteng. "Akan lebih baik kita membicarakan topik yang ringan saja. Kau juga bisa berbicara dengan santai denganku, Ken. Bagaimanapun kita ini teman semasa kecil, bukan?" Senyum mengejeknya kembali muncul.

Pangeran Alberto memandang Kenard dengan tatapan merendahkan. Ia selalu suka jika melihat Kenard yang tidak bisa berkutik di depannya. Ia benci dengan Kenard. Lebih tepatnya, ia membenci segala sesuatu yang Kenard punya, sedangkan ia tidak. Ia benci saat keterampilan bahkan kapasitas otaknya dibandingkan dengan Kenard, bahkan oleh Ayahandanya sendiri.

Dengan sorot mata yang kian menajam, Kenard masih terdiam. Tidak, dia tidak merasa terintimidasi. Tidak sama sekali. Ia hanya tidak mau meladeni ocehan gila pangeran itu. Kenard tidak ingin emosinya semakin terpancing, jadi dia memilih diam saja. Kenard tidak akan merugikan dirinya sendiri. Terlebih, sekarang ada Catrionna yang hidupnya bergantung padanya.

"Ngomong-ngomong, sekarang kau terlihat sedikit berbeda, Ken. Kau tampak.. Hm.. Sedikit lebih hidup? Wajahmu bahkan tidak bisa berbohong, ck!" decak Pangeran Alberto tampak tak percaya. Di matanya, Kenard memang tampak lebih baik. Ekspresi wajahnya bahkan bertambah, tidak datar-datar saja. Dari tempatnya berdiri, sebenarnya ia sedikit melihat alis Kenard yang mengerut. Tiba-tiba saja ia terkikik geli. Kenard yang tidak berdaya selalu menyenangkan. Sepertinya ia berhasil memprovokasi ketenangan seorang Kenard Gilson. "Apakah efek dari seorang wanita cantik sebegitu dahsyatnya? Putri Catrionna pasti sangat luar biasa. Tetapi, tidak perlu diragukan lagi. Dia memang secantik itu. Sayang sekali kau yang mendapatkannya, Ken." lanjutnya masih dengan terkekeh. Menertawakan kediaman Kenard.

Kenard mendongakkan kepalanya. Tangannya mengepalkan dengan kuat. Buku-bukunya bahkan sampai memutih. Kukunya telah menancap di telapak tangannya. Kenard masih bisa menoleransi bualan Pangeran Alberto jika itu tentang dirinya, tetapi itu tidak berlaku ketika sudah menyeret seseorang yang berada di sekelilingnya.

Entah mengapa, dadanya terasa panas. Serasa ada kobaran api yang kian membara di dalam sana. Kenard merasa terusik dengan ucapan Pangeran Alberto tentang Catrionna.

Lalu, apa maksud Pangeran Alberto yang menyayangkan Catrionna harus berakhir dengannya? Sejak awal, Catrionna memang untuknya, tidak untuk siapapun. Hanya Kenard Gilson.

Kenard baru akan membuka mulutnya. Namun, sebuah suara lain tiba-tiba terdengar dan mengintervensi pembicaraan mereka. Tidak, ocehan Pangeran Alberto saja. Karena sejak awal, Kenard hanya diam saja.

"Ah.. Rupanya kau di sini, adik." ujar lelaki itu, Pangeran Albern. Putra tertua Raja. Pandangan Pangeran Albern dan Kenard sempat bertemu sesaat, sebelum Kenard kembali mendundukkan kepalanya lagi. "Tampaknya kau sudah bersenang-senang sejak tadi."

Senyum menawan tampak menghiasi bibirnya. Tetapi, siapapun tahu bahwa ia sedang menyindir adiknya itu.

"Hormat saya.. Yang Mulia Pangeran Albern." salam Kenard.

"Terimakasih, Ken. Kau tidak perlu menunduk seperti itu, aku hanya pangeran biasa. Bukan seperti adikku ini, sang calon putra mahkota kerajaan kita." balasnya masih dengan senyum mengembang.

Kenard memejamkan matanya dengan kesal. Ia selalu kesal jika harus berhadapan dengan anggota kerajaan. Mereka semua penuh dengan drama dan intrik murahan.

Setelah mendongakkan kepalanya kembali, Kenard menyempatkan diri untuk menoleh ke arah Raja. Ia masih tampak tak berdaya dengan segelas minuman di genggaman tangannya.

"Apakah kau harus pergi, Ken? Sepertinya Yang Mulia Raja sedang tidak bisa ditemui sekarang." ujar Pangeran Albert tiba-tiba. Rupanya Pangeran Albern melihat gerak-geriknya.

Kenard menghela nafas. Paling tidak, Pangeran Albern tidak berlaku menyebalkan padanya. "Hormat saya.. Yang Mulia Pangeran Albert dan Pangeran Alberto. Sepertinya saya harus undur diri sekarang." ujar Kenard cepat sambil menanggukan kepalanya sekali. Lalu ia pergi begitu saja, meninggalkan kedua pangeran yang memasang ekspresi berbeda.

"Dasar tidak sopan!" tukas Pangeran Alberto.

Jaraknya memang sudah lumayan jauh, tetapi Kenard masih mampu mendengarnya. Meski begitu, ia tidak terlalu mempedulikannya.

Tbc.

Leher Bang Kenard pasti pegel deh, kebanyakan nunduk wkwkk kasihan..

Catrionna gak muncul dulu, doi belum bangun kali.. Hahaa

Vote Dan spam komen..

Ken & Cat (END)Where stories live. Discover now