[23]

115K 12.6K 118
                                    

Happy reading!

Kenard keluar dari gerbang istana timur dengan langkah tergesa-gesa. Nafasnya memburu, dadanya naik-turun menahan gejolak emosi yang menggebu-gebu. Ia menghembuskan nafas dengan kencang, meredakan tenggorokan yang terasa tercekat.

Kepalanya ia tengadahkan, menatap langit yang telah berhiaskan semburat senja dari sang surya. Mencoba menilik keindahan barang sejenak demi mendinginkan kepalanya kembali.

Sialan!

Odelia sialan!

Kenard menggeram. Lalu memejamkan matanya erat. "Dunia sudah terasa penuh sesak. Kenapa wanita sepertinya harus menjadi salah satunya?" gumamnya pelan.

"Kenapa dia harus kembali lagi?"

Masih dengan kekalutan yang belum juga menyurut, tiba-tiba indra pendengarannya menangkap sebuah tawa yang begitu renyah dari belakangnya.

Kenard tidak langsung menoleh. Tawa itu, ia benar-benar hafal siapa pemiliknya. Ia menghela nafas panjang sebelum berbalik ke belakang, lalu menundukkan kepalanya.

"Salam hormat Yang Mulia Putra Mahkota.."

Seperti biasa, dengan senyum culas yang selalu tersungging di bibirnya, Putra Mahkota menganggukkan kepala. "Aku terima salammu, Kenard." ujar Putra Mahkota dengan tangan terlipat di belakang tubuhnya.

"Kenapa kau mengunjungi adikku lagi, Ken?"

Kenard mendengus pelan. Selalu seperti ini, selalu ingin tahu urusan orang lain. Ingin rasanya ia berteriak dengan suara lantang bahwa apapun yang ia lakukan bukanlah urusannya.

"Yang Mulia bisa menanyakannya kepada Putri Odelia sendiri."

Putra Mahkota tertawa lagi. "Baiklah.. sepertinya kau dan Putri Odelia memang memiliki sesuatu yang hanya untuk dimiliki kalian saja. Baiklah.. aku mengerti."

Kenard hanya merespon dengan tersenyum tipis.

Alis Putra Mahkota berkerut tak senang, "Tetapi Ken, lebih baik kau jangan menemuinya lagi. Selalu ingatkan dirimu, kalau kau adalah seorang lelaki beristri. Jangan jadi pecundang."

Sayang sekali, kali ini Kenard tidak akan diam saja. Ia sudah benar-benar muak. Dengan menjaga eskpresi wajahnya agar tetap datar, Kenard menjawabnya dengan nada suara yang lebih tenang, "Terima kasih atas perhatian Yang Mulia berikan kepada saya," keningnya sengaja dikerutkan dan bibirnya berkedut karena menahan seringaian. "Saya sudah merenungkan saran dari Yang Mulia. Mulai sekarang, saya akan menolak setiap undangan yang Putri Odelia berikan kepada saya."

Mungkin Kenard terdengar menuruti titah Putra Mahkota yang 'terhormat' itu, tetapi yang sebenarnya terjadi adalah ia sedang mencemooh tindakan Putri Odelia- salah satu anggota keluarga kerajaan- karena telah mengundang laki-laki yang telah menikah. Bukankah itu terdengar lebih merendahkan?

Putra Mahkota mengepalkan kedua tangannya erat sampai buku-bukunya memutih. Matanya berkilat tajam, membidik Kenard bagai sebuah mangsa yang harus segera ia taklukan. Lelaki itu, berani-beraninya merendahkan keluarga kerajaan?

Sudut-sudut bibir Putra Mahkota berkedut, menahan geraman yang ia tahan setengah mati, "Ah.. kau memang laki-laki yang sangat penurut, Ken." Putra Mahkota tersenyum sumringah, "Kau membuatku semakin tidak sabar untuk menjadi Raja dan menyimpanmu di belakang ku. Hanya di belakang ku."

Kenard terdiam. Ia sangat paham arti tersirat dari perkataan Putra Mahkota. Ia baru saja menegaskan bahwa selamanya, Kenard Gilson hanyalah seorang abdi kerajaan yang posisinya selalu berada di bawah keluarga kerajaan. Dan juga, sebuah peringatan untuk tidak bertindak melewati batas.

Tetapi bukannya waspada, Kenard malah tersenyum. Senyum yang terlihat sangat manis. "Saya tidak sabar untuk segera berada di posisi itu, Yang Mulia. Anda tidak perlu mengkhawatirkan apapun karena orang yang berada di barisan belakang selalu tahu apa yang terjadi di depan sana."

Kenard masih mempertahankan senyumnya meski wajah Putra Mahkota telah merah padam akibat ucapannya yang sarat akan kalimat provokasi dan ancaman. Putra Mahkota boleh saja berbangga diri karena bisa berjalan di barisan depan, tetapi ia tidak akan pernah tahu hal-hal apa saja yang bisa dilakukan orang-orang yang berada di barisan belakang. Putra Mahkota tidak akan tahu semengerikan apa pemikiran orang-orang yang berjalan di barisan belakang.

Pembunuhan atau pemberontakan, misalnya.

Putra Mahkota terkekeh. "Kau memang selalu mengesankan, Ken," ia melepaskan tautan tangannya di belakang, lalu membawanya ke dagunya, mengusapnya dengan pelan. "Ngomong-ngomong, bagaimana rencana berliburmu? Aku harap akan ada kejadian yang sangat menyenangkan."

Kenard sempat menegang sesaat. Bagaimana dia tahu?

Seringai di bibir Putra Mahkota semakin lebar. "Selamat bersenang-senang. Aku menunggu kabar baik darimu," pungkasnya sebelum melengos pergi, meninggalkan Kenard yang masih saja terdiam di tempatnya.

Tbc.

Singkat tapi semoga ngena ya ndess..

Mereka tuh kenapa gak akur aja sih? Kalo akur kan bisa bikin boyband gitu wkwk kan sama-sama ganteng..

Ken & Cat (END)Where stories live. Discover now