01 Menjadi Selir

237K 19.6K 833
                                    

Uhuukkk uhukkkk

Mengerjapkan pelan kedua matanya, Hena dengan terbata-bata meminta air kepada seseorang di dekatnya.

"A-air."

"Yang Mulia minum la," ujar orang itu sambil membantu Hena minum.

Setelah minum, Hena pun sepenuhnya sadar dan melihat sekelilingnya sambil mengerutkan kening bingung, tempat ini terasa asing baginya.

Jadi dimana ini?

Melihat kearah wanita yang tadi membatunya minum, Hena dengan penasaran bertanya.

"Dimana ini?" tanya Hena.

"Yang Mulia apakah jatuh dari tangga membuat ingatan anda terganggu," jawab wanita itu panik.

"Jawab saja pertanyaanku," kata Hena datar kepada seseorang di depannya.

"Ampun Yang Mulia, sekarang anda berada di paviliun pribadi anda sendiri," jawab nya takut-takut.

"Apa nama daerah ini?" tanya Hena lagi.

"Kita berada di kekaisaran Bailing, Yang Mulia," jawab nya lagi.

"Apakah aku bisa mempercayai ucapanmu?" tanya Hena yang membuat wanita tua tersebut bingung.

"Tentu saja Yang Mulia," jawabnya yakin.

Berjalan menuju salah satu jendela yang terbuka Hena pun melihat sekitarnya dengan serius.

Taman bungan yang terawat, satu kolam didepan gazebo dan bentuk-bentuk bangunan kerajaan seperti di drama-drama China yang pernah dirinya lihat.

Hena bisa menyimpulkan sekarang bahwa dia sedang melakukan perjalanan waktu.

"Benar-benar merepotkan," pikirnya dalam hati.

"Namamu?" tanya Hena pelan.

"Dayang Su, Yang Mulia."

"Dayang Su, ingat perkataanku ini jangan memberi tahu siapapun kalau aku kehilangan sebagian ingatannku paham," jelas Hena datar sambil menatap tajam orang tua didepannya ini.

"Paham Yang Mulia," jawab Dayang Su.

"Kau bisa keluar dan jangan biarkan siapapun mengunjungiku aku ingin istirahat," tegas Hena lagi.

"Baik, yang mulia."

Menghela napas jengah, Hena mulai meniliti sekali lagi tempat tinggal barunya dia baru sadar bahwa semua barang disini berwarna, merah.

Hena benci warna merah.

Karena warna ini adalah warna kesukaan Bayu, si brengsek maniak wanita.

Memikirkan hal ini membuat amarah Hena benar-benar meluap sekarang dengan keras dia memanggil.

"Dayang, Su!"

Dayang Su, yang mendengar junjungannya berteriak marah, dengan cepat menjawab dan menghadap Hena.

Dayang lainnya yang juga mendengar Hena memanggil Dayang Su pun menjadi sedikit panik sekarang, pasalnga Yang Mulia Selir Agung atau yang sekarang raganya berisi jiwa Hena terkenal sebagai orang yang pemarah, agresif, dan suka menindas orang lain.

"Yang mulia," ujarnya.

"Cepat ganti semua barang yang berwarna merah disini, sekarang!" raung nya murka.

"B-baik, yang mulia."

Mendapat perintah ini, Dayang su mulai menyuruh para dayang-dayang di bawahnya untuk mengganti semua barang di ruangan Yang mulia selir agung.

Sementara menunggu ruangannya yang sedang di tata ulang, Hena memutuskan untuk berjalan-jalan keluar dari daerah paviliunnya dengan di temani dua dayang.

Perlahan tapi pasti beberapa ingatan dari pemilik tubuh yang sekarang dia tepati mulai masuk juga ke dalam ingatannya, jadi dia tidak akan tersesat atau linglung lagi.

Berjalan dengan tegas, aura kemarahan masih belum tampak hilang dari dirinya. Beberapa dayang yang melewati mereka seketika membunggkukkan badannya dengan sedikit takut sedangkan Hena hanya memandang mereka dengan tatapan datarnya.

Melihat ke arah taman yang berjarak beberapa meter darinya, Hena pun memutuskan untuk duduk di sebuah kursi yang berada di taman tersebut bersandar di kepala kursi, Hena mulai memijit pelan pelipisnya entah kenapa kepalanya sedikit pusing saat memikirkan keadaannnya sekarang.

Angin yang berseliweran membuat rambut panjang Hena bertebangan kemana-mana, yang membuat Hena sedikit risih.

"Salah satu dari kalian ambilkan aku tusuk rambut," perintah Hena kepada salah satu Dayang yang melayaninya.

"Baik, Yang Mulia Selir Agung," jawab salah satunya.

Tak lama kemudian dayang itupun kembali dan membawa salah satu tusuk rambut Hena.

Menyadari kedatangan Dayang tersebut Hena segera memberi perintah."Sanggul semua rambutku."

"Baik, Yang Mulia,"

Hah, akhirnya tidak ada lagi yang membuatnya risih menatap beberapa bunga krisan di depannya, pikiran Hena di penuhi dengan Cici putrinya Bagaimana keadaannya, sekarang.

Tanpa Hena sadari sudah lebih dari satu jam dirinya duduk di bangku taman tersebut, bangkit dari duduknya Hena segera berjalan kembali menuju paviliunnya.

Sampai di paviliunnya, Hena mulai mengamati halaman paviliunnya dan lagi, semua bunga di halamannya berwarna merah.

"Apakah pemilik asli tubuh ini sangat terobsesi dengan warna merah," tebak Hena dalam hatinya.

"Karena aku membenci warna merah, sudah seharusnya aku membuang semua bunga berwarnah merah yang jika dilihat bisa membuatku muak," tukas Hena dalam hatinya.

"kalian berdua buang semua tanaman yang memiliki bunga berwarna merah," perintahnya.

"Baik, Yang Mulia."

______________

💅👄💅

VOTE YA🐇

Menjadi Selir [Selesai]Where stories live. Discover now