Be My Miracle Love [End] āœ”

By senoadhi97

55.8K 9.9K 15.3K

Wajah berjerawat, berotak biasa saja dan tidak memiliki kelebihan apa pun selain gemar mengoleksi uang receh... More

Eps.1 - Prince Charming
Eps.2 - My Enemy Brother
Eps.3 - Siap Bertemu Kembali
Eps.4 - Who Is Him?
Eps.5 - My Teacher Is Handsome
Eps.6 - Me vs Cowok Trouble Maker
Eps.7 - Awal Dekat Dengannya
Eps.8 - Ribuan Detik Bersamamu
Eps.9 - My Annoying Father
Eps.10 - Crazy Boy
Eps.11 - Hari Balas Dendam
Eps.12 - Janjian
Eps.13 - Dibully Geng Syantik
Eps.14 - Orion : Mianhae
Eps.15 - Aku dan Dewi Fortuna
Eps.16 - Heartbeat
Eps.17 - Sahabat Bikin Kecewa
Eps.18 - Orion Pansos?
Eps.20 - Teman Baru
Eps.21 - Live Drama
Eps.22 - Surat Untuk Dia
Eps.23 - Broken Heart
Eps.24 - Hangout
Eps.25 - Night Together
Eps.26 - He Is Shoot Me Now
Eps.27 - Bertengkar di Toilet
Eps.28 - Momen Manis
Eps.29 - After 'I Love You'
Eps.30 - Permen In Love
Eps.31 - Benci Untuk Mencinta
Eps.32 - Be Mine
Eps.33 - It This Love
Eps.34 - Dia dan Langit Senja
Eps.35 - Good Bye
Eps.36 - Romeo Juliet
Eps.37 - Thank You, Dear
Eps.Special - Break Story
Eps.38 - Berpisah
Eps.39 - Sebuah Syarat
Eps.40 - Tunangan Pak Arnold
Eps.41 - Harusnya Memang Bukan Aku
Eps.42 - Buket Bunga
Eps.43 - Pengagum Rahasia
Eps.44 - Sama-Sama Jealous
Eps.45 - Penculikan
Eps.46 - Fake Boy
Eps.47 - Titik Terang Kala Hujan
Eps.48 - Karma Pasti Berlaku
Eps.49 - Hasrat
Eps.50 - Tarik Ulur
Eps.51 - Memilikimu Seutuhnya
Eps.52 - Panggung Pelaminan (Epilog)
Episode Special Valentine - 14 Februari
Cuplikan dan Promo Sekuel

Eps.19 - FUTSAL

1K 189 277
By senoadhi97

"Waalaikumusalam," jawab Pak Handoko dengan intonasi pelan. Mata beliau terlihat menyipit saat mendapatiku berada di dalam ruangannya.

Aku mengulas senyum tipis lantas berjalan mendekat ke arahnya. Sementara itu, Orion membalikkan tubuh hendak keluar ruangan.

"Pak Handoko apa kabar? Ingat sama saya nggak, Pak?" tanyaku kemudian setelah mengambil duduk di sebelahnya.

Untuk sesaat, Pak Handoko melipatkan dahi tanda ia sedang berpikir. Memindai wajahku lebih detail sebelum mulutnya bergerak untuk bersuara. "Ah iya iya, tentu saja ingat. Kamu yang biasa beli batagor saya, kan?"

Rasanya begitu lega ketika mendengar hal itu. Ternyata Pak Handoko tidak melupakan pelanggan setia sepertiku.

Aku mengangguk, berusaha tidak terharu dengan cara mengeluarkan air mata. Sialan, kenapa hatiku mudah tersentuh?

"Iya, Pak Handoko ... saya itu temannya Orion, anak Bapak. Kita teman satu sekolah."

Pak Handoko menganggukkan kepala. Melihat beliau tak berkomentar apa pun, aku kembali membuka mulut. "Oh iya, sebenarnya Pak Handoko sakit apa sih? Ehm kalau saya boleh tahu."

Pak Handoko tersenyum tipis, membuatku segera mengira bahwa kondisi ayah Orion ini sepertinya sudah membaik.

"Nggak sakit apa-apa kok saya," jawab beliau sembari menggerak-gerakkan jari jemarinya. Perkataan itu berhasil membuatku bingung. "Iya sih, kemaren kata dokter saya mengalami stroke ringan pada tangan, jadi dalam beberapa waktu tangan saya nggak bisa buat aktivitas. Tapi syukurlah, sekarang udah baikan."

Aku tersenyum senang mendengar penjelasan itu. "Semoga Pak Handoko cepat pulih seperti sedia kala, biar bisa jualan lagi."

"Terima kasih, Neng. Ehm ... nama kamu siapa? Selama kita ketemu ... nggak pernah tahu namanya?"

Ya Tuhan, sepertinya sikap ramah dan baik dari Pak Handoko menurun ke Orion. Aku benar-benar merasa senang bisa dekat dengan mereka.

Aku menahan seringai dengan menggigit bibir. "Nama sa-"

"Nama dia Ayya, babeh. Temen seangkatan sama Rion." Suara tersebut tentu saja berasal dari Orion yang saat ini sedang berdiri di ambang pintu kamar. Seragam sekolahnya kini telah diganti dengan pakaian futsal serta tas ransel yang tersampir di pundaknya.

Aku mengangguk pelan ke arah Pak Handoko.

"Kalian teman dekat?" Beliau menatapku dan Orion bergantian.

"Ya namanya juga temen ya harus deket dong, Pak," jawabku setenang mungkin. Sementara Orion hanya menyunggingkan senyum lebar.

"Ay, gue ... nunggu di halaman depan ya?" kata Orion kemudian seraya melirik arlojinya.

"Eh ... oh iya, Yon." Aku mengangguk cepat.

Setelah Orion tak terlihat, aku kembali menatap Pak Handoko. "Ya sudah, Pak, saya pamit dulu ya. Mau bikin tugas bareng Orion. Dan semoga cepat sembuh supaya bisa beraktivitas lagi."

"Terima kasih, Neng. Semoga ... kamu bisa menerima Rion apa adanya."

Astaga, seketika jantungku berpacu dengan irama kencang. Seolah perkataan dari Pak Handoko tersebut merupakan angin segar yang mampu menggoyahkan sistem tubuhku, terutama pada bagian jantung. Bagaimana tidak? Beliau berkata seakan aku dan Orion ini sepasang kekasih yang sedang di mabuk cinta. Ah sudahlah, lupakan saja! Mungkin aku saja yang terlalu kege-eran.

Aku menghela napas, menenangkan pikiran. Hanya tersenyum tipis sebagai jawaban celetukannya.

Setelah pamit kepada Pak Handoko dan memberikan kata-kata penyemangat lagi agar segera pulih, aku kini berada di depan rumah Orion. Aku menolehkan kepala ke sekeliling halaman sebelum akhirnya mataku menangkap sosok Orion yang sedang duduk di bangku yang beratapkan tenda kanopi, yang berada di sebelah sayap kiri rumah Orion. Tangan cowok itu segera melambai ketika melihatku, bermaksud agar aku menyusulnya. Dengan diiringi debaran jantung yang mulai berdetak normal, kakiku melangkah mendekatinya.

Angin lembut segera menerpa wajah sehingga membuat perasaanku menjadi lebih nyaman ketika aku duduk di hadapan Orion.

"Nih. Lo belum makan siang, kan?" Orion langsung menyodorkan satu porsi batagor ke hadapanku berikut segelas air mineral dingin yang sepertinya baru diambil dari kulkas. Mataku menatap hidangan sederhana ini sebelum kualihkan menatap sosok orang di depanku. Ternyata Orion juga sedang menatapku dengan kening terlipat.

"Kenapa?" Orion bertanya dengan polosnya. "Sori ya, kalau gue cuma bisa kasih batagor, soalnya gue-"

"Orion ... ini udah lebih dari cukup kok."

Apalagi makan berdua bareng sama elo, Yon. Astaga, hatiku dengan mudahnya berkata demikian. Entah sampai kapan aku harus menyimpan sebuah perasaan yang tidak jelas seperti ini. Perasaan satu hati yang terbagi menjadi dua sisi. Sisi mencintai Pak Arnold dan sisi mengidolakan Orion yang kapan saja bisa menjadi harapanku. Ah, bukannya dari awal aku memang sudah tertarik dengan cowok cute ini?

Aku mengembuskan napas lelah. Meski berat, mungkin kini saatnya untuk membuang perasaanku terhadap Orion jauh-jauh.

"Nah, sekarang kita santap batagornya dulu, habis itu baru kita jalan ke GOR." Orion mulai menyendok batagor di hadapannya lalu membuatku segera melakukan hal yang sama.

Untuk beberapa saat, keheningan tercipta di antara kami.

"Oh iya, by the way... Nanti kan kita langsung garap makalah lo nih, dan lo nggak bawa laptop, kan? Gue udah siapin laptop punya gue, jadi nanti lo nggak perlu pulang dulu."

Aku terdiam sejenak, mencerna kata-kata Orion yang memecah keheningan ini. "Ya ampun, Yon. Sori banget, kok jadi lo yang repot ya? Ini kan tugas pribadi gue."

"Lo santai aja kali, Ay. Bikin makalah mah nggak susah. Banyak file di laptop gue. Ya... meski laptop murahan dan keluaran lama sih," kekeh Orion sebelum menenggak minuman di hadapannya. Gayanya begitu santai sehingga membuatku tanpa sadar mengulum senyum simpul saat melihat itu.

Namun aku jadi bungkam, tak bisa menjawab perkataannya barusan, sebab sebenarnya aku bingung dengan perlakuan Orion ini. Tapi, menilik balik sifatku yang mudah terbawa perasaan, aku tak menghiraukan pikiran negatif di otakku tentang perlakuan cowok tersebut yang begitu perhatian terhadapku. Namun di satu sisi, aku cukup penasaran ada hubungan khusus apa antara Orion dengan Cherry. Apalagi saat aku mengingat beberapa orang menyinggung namanya di depan Orion, seperti yang dilakukan maminya tadi.

"Ayya ... lo keberatan?" tanya Orion kemudian ketika melihatku bergeming saja.

"Mm, enggak kok, Yon. Gue cuma merasa nggak enak aja dibantuin sama lo."

Orion menghelakan napasnya. "Apa sebenernya lo nggak nyaman bareng sama gue ya?"

"Eh, em... bukan gitu maksudnya." Cepat-cepat aku menggeleng, tak mau Orion salah paham.

Cowok itu tertawa pelan. "Ya sudah, santai aja makanya."

Aku ikut tertawa juga, mengangguk. "Oke ... tapi Yon, sebelumnya gue minta maaf ya. Ehm ... sebenernya lo ada hubungan apa sama Cherry? Kayaknya Mami lo kenal ya sama dia?" tanyaku hati-hati. Akhirnya aku berani juga mengatakan hal yang mengganjil di hatiku ini.

Bibir Orion terlihat menahan kedutan sebelum menjawab pertanyaanku. "Oh ... masalah itu? Jadi, mamanya Cherry tuh teman SMA-nya mami gue, udah gitu mereka sekarang masuk komunitas arisan bareng, jadi yah ... gue jadi deket sama Cherry. Kita deketnya juga belum lama kok, soalnya kan gue sama Cherry nggak sekelas."

Aku menelan makanan dengan susah, dan seketika rasa batagor ini yang tadinya gurih menjadi hambar. Penjelasan Orion barusan membuatku jadi sangat yakin bahwa aku benar-benar harus membuang perasaanku terhadap cowok futsal ini. Mengapa? Karena sepertinya orang-orang di belakang mereka tentu saja akan ada di pihak Cherry yang notabene cewek cantik berwajah mulus. Tidak seperti diriku. Astaga, aku nyaris saja lupa bahwa aku masih memiliki jerawat yang banyak di wajahku.

"Tapi lo tenang aja!" kata Orion saat aku sedang menyeruput minuman, sedikit membuatku nyaris tersedak karena kaget. "Gue sama Cherry nggak dijodohin kayak di FTV-FTV kok. Ya kali ...." Orion mengusap bibir menggunakan lengannya sebelum tertawa pelan.

Spontan saja aku tersenyum melihat hal itu. Rasa panas segera menyergap area wajahku, sehingga membuat jerawat nakal ini menjadi gatal.

"Ya ampun, Yon." Aku menggigit bibir menahan seringai, membuang pandangan ke arah lain.

"Kenapa lo?" tanya Orion dengan intonasi menggoda. Oh Tuhan, tolong sadarkan aku!

"Nggak apa-apa ... lucu aja." Aku jadi salah tingkah tidak jelas, lalu dengan refleks merapikan rambut dan hendak melepas jaket milik Orion karena tak tahan menahan hawa panas. "Panas banget hari ini." Aku menyerahkan jaket tersebut ke arah Orion.

"Ya udah deh." Orion menyambut jaketnya lalu disampirkan di sandaran kursi yang didudukinya. "Kalau gitu, kita habisin batagornya, habis ini kita langsung jalan."

Aku segera mengangguk, melanjutkan menyantap batagor yang rasanya sudah tak selera lagi di lidahku.

Sampai waktu itu tiba, aku duduk di boncengan motor Orion menuju ke tempat GOR yang dimaksud. Dalam perjalanan, seperti biasa Orion lebih banyak diam daripada mengajakku berbicara, mungkin fokusnya lebih diarahkan ke jalanan di depannya.

Beberapa menit kemudian yang menurutku cukup singkat, akhirnya kami sampai di sebuah Gedung Olahraga yang cukup besar. Dengar-dengar, anggaran pembangunan GOR tersebut nyaris memakan biaya setengah milyar.

Masih satu atap dengan GOR, tersedia pula kafe mini yang terletak di dekat parkiran. Aku bisa melihat ternyata sudah banyak kendaraan yang terparkir di sana, membuat rasa gugupku langsung mendera. Bagaimana tidak gugup? Pasti di dalam sana banyak sekali manusia-manusia berpenampilan kece yang tentunya sangat jauh berbeda denganku yang bermuka jerawatan ini dan sangat cupu. Namun lagi-lagi rasa gugup itu terhapus saat Orion menatapku dengan sorot lembut, berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Setelah kami masuk ke dalam gedung dan Orion menyapa sang petugas resepsionis, kami segera masuk ke area futsal. Tak jauh dari sini, terdengar seruan-seruan yang menggema dari berbagai area kategori tempat.

Benar saja, begitu kaki kami menginjak lantai tempat area futsal, keadaan cukup ramai meski belum ada pertandingan yang berlangsung. Orion segera disambut oleh teman-teman satu kelasnya, salah satunya adalah Yudis, setidaknya cowok itu pernah menjadi teman satu kelompokku saat masa ospek dulu, sehingga aku tak perlu merasakan canggung di tengah orang-orang asing.

Tidak hanya ada mereka tentunya, ada anak-anak cowok asing yang aku yakin bahwa mereka adalah murid dari SMA Anak Indonesia yang akan bertanding futsal melawan kelas Orion.

Tidak seperti sepak bola tentunya, futsal dimainkan di ruangan yang tertutup. Dengan ukuran lapangan yang lebih kecil dan berbentuk segi empat yang ditandai dengan garis untuk pembatas. Warna garis harus berbeda dengan warna lapangan agar bisa dibedakan oleh setiap pemain yang beranggotakan 5 orang pada masing-masing tim.

Di tribun penonton, aku mendapati cewek-cewek seumuran yang berpakaian trendi masa kini tengah duduk saling berdampingan sembari sibuk dengan gawai masing-masing. Sepertinya, hari ini akan menjadi hari yang panjang untuk kulalui.

Pandanganku teralihkan ketika salah seorang cowok mengajak Orion berbicara. "Eh Yon, apa kabar lo? Sori gue bawa pemain anak-anak kelas sepuluh. Biasalah, teman-teman gue lagi pada sok sibuk," ujar salah seorang cowok berambut tebal dan cukup panjang, melampaui aturan anak sekolah.

"Ah santai aja mah, kenalin dulu dong mereka," sahut Orion ramah.

"Hallo, Bang. Gue Elby." (Baca kisah Elby & The Genk di Cerita Love To Remember)

"Gue Evan."

"Gue Septian."

Setelah acara perkenalan singkat yang menurutku cukup menggemaskan, akhirnya pertandingan akan segera dimulai. Namun tiba-tiba, cowok berambut tebal dari SMA Anak Indonesia yang kutahu bernama Saddil melirik ke arahku dengan heran. Detik selanjutnya, cowok yang tadi berbincang dengan Orion ini merangkul bahu Orion sebelum berkata, "Yon, ngomong-ngomong, lo nggak salah bawa gandengan ke sini?"

"Iya, Yon, nggak nyangka selera lo turun sekarang," komentar cowok satunya lagi yang berambut cepak, aku tidak tahu namanya. Berani-beraninya dia mengatakan itu secara terang-terangan di depanku!

Namun aku berhasil menguasai diri agar tidak emosi dan lebih memilih menunduk untuk menatap lantai sekaligus menunggu jawaban apa yang akan Orion berikan atas komentar itu. Orion berdecak sebal, menatapku seolah meminta maaf sebelum menanggapi omongan mereka.

"Jangan gitu lah, biar gimana pun, dia teman gue. Gue temenan nggak mandang dia siapa kok."

"Bener tuh, Dil. Lo tolong hargai cewek lah, meski dia terlihat santai, gue yakin pasti dia baper." Tak kusangka, ternyata Yudis juga ikut membelaku, membuat aku tersenyum dan menahan diri agar tak memeluknya saat ini juga.

"Iya, iya, sori gue bercanda doang. Sori ya, Mbak," kata Saddil seraya menatapku dengan senyuman yang dipaksakan. Aku bisa melihat itu.

Aku membalas dengan memutar bola mata jengah. "No problem ... gue udah biasa kok digituin."

"Ajaib nih cewek," bisik Saddil di telinga temannya namun masih bisa aku curi dengar.

Gerah lantaran mendapat tatapan-tatapan aneh dari orang-orang sekitar saat aku datang berdua dengan Orion, aku segera memutuskan untuk berjalan ke arah tribun penonton. Berusaha tak menghiraukan bisik-bisik dari cewek yang mengarah kepadaku.

"Ayya!" Orion menyusulku tepat aku duduk di salah satu bangku penonton. Hal itu tentu saja menarik cewek-cewek centil itu untuk menoleh ke arah kami dengan tatapan super kepo tingkat expert.

"Iya, Yon?" balasku semanis mungkin. Biarkan saja, aku akan membuat para cewek-cewek titisan ratu make up ini iri setengah mati kepadaku lantaran aku bisa dekat dengan cowok kece seperti Orion.

"Ehm... gue minta maaf banget ya soal omongan Saddil yang tadi. Gue jadi merasa nggak enak banget sama lo." Orion mengambil duduk di sebelahku, membuatku merasa heran. Bukannya Orion bakalan tanding sekarang? Lantas kepalaku tertuju ke tengah lapangan di mana Yudis dan yang lainnya kini sedang melakukan sesi pemanasan sebelum pertandingan futsal dimulai.

Aku berdeham pelan sebelum menjawab, "Seperti yang gue bilang tadi, gue nggak apa-apa kok, Yon, beneran. Lagian ... mereka bener juga, kenapa mesti lo deket sama cewek kayak gue?"

Orion sepertinya tertegun sejenak mendengar penuturanku barusan, lantas cowok itu memasang raut bersalah yang cukup jelas tergambar di wajah imutnya itu.

"Ayya ... gue beneran nggak masalah temenan sama lo, lo tuh beda sama yang lain. Gue merasa lo tuh menyimpan banyak inner beauty di diri lo."

"Tapi Yon-"

"Udah Ayya, berapa kali gue bilang lo harus percaya sama gue. Ya?" Orion meraih tanganku dan menggenggamnya erat. Menatapku dengan lekat. Dan seperti biasa, jantungku rasa-rasanya akan copot hingga menyebabkan aku pingsan atau bahkan mati mendadak.

Aku menggigit bibir, lagi-lagi terbius dengan pesona seorang Orion. Pekikan dan mulut menganga lebar terlihat dari cewek-cewek yang duduk tak jauh dariku ketika melihat tangan Orion yang masih menggenggam tanganku dengan lembut.

"Yon, buruan lah kita mulai, udah dulu pacarannya!" seru Saddil dengan lantang dari tengah lapangan. Orion melepas genggaman tangan ini lalu mengangkat ibu jarinya ke arah Saddil. Triple O em ji, seketika wajahku memanas saat nyaris semua pandang mata mengarah ke tempat kami.

"Oh iya, Ay. Jagain tas gue ya. Kan ada laptop juga di situ." Orion melepas ranselnya dan diserahkannya untuk aku jaga.

Kalau bisa, aku ingin jagain hati lo juga, Yon. Lagi-lagi kata hati meracau yang tidak-tidak. Ya Tuhan, sampai kapan aku seperti ini, tolonglah diriku yang terjebak dengan perasaan tak menentu ini.

"Good luck ... semangat tanding Orion!" Sudah kepalang tanggung, aku berani menyerukan kata tersebut untuk Orion.

Aku memangku ransel warna hitam tersebut, lalu mengepalkan tangan untuk memberi semangat.

Orion tersenyum tipis sembari melangkah turun menuju tengah lapangan.

Hingga tak lama kemudian, pertandingan pun dimulai. Para penonton semakin banyak yang merapat untuk melihat jalannya permainan apik antara dua kubu SMA ini. Meski hanya sebatas pertandingan persahabatan, tetap saja cara bermain mereka terlihat serius dengan ambisi yang cukup tinggi untuk mencetak skor dan membawa nama sekolah pribadi menjadi baik di mata orang lain.

Mataku tak lepas dari sosok Orion yang lincah memainkan bola. Tak salah cowok itu dinobatkan sebagai kapten tim futsal di sekolah. Selain fokusku berpusat pada Orion, tentu saja aku berusaha mencermati setiap aksi yang mereka lakukan di lapangan, guna untuk bahan makalahku nanti.

Namun konsentrasiku buyar saat cewek-cewek trendi tadi berteriak histeris seraya merekam aksi Orion menggunakan gawainya. Aku mendesis sebal melihat itu.

"Tik tok.... Do your magic! Tolong dekatkan aku dengan cowok bernomor punggung 9 itu," kata cewek berbando putih dengan suara nyaring. Tentu saja cowok yang dimaksud adalah Orion.

"Gila, damage-nya parah banget sih," sahut teman di sebelahnya seraya memegang dada. Sebenarnya mereka siapa sih? Mengganggu saja!

Daripada kesal sendiri lantaran mendengarkan cewek-cewek ini histeris menyaksikan aksi Orion, aku memutuskan untuk keluar area lapangan guna mencari minuman sembari menjinjing tas Orion yang cukup berat seperti orang mau minggat.

Lama-lama aku merasa tingkah cewek norak itu mencerminkan siapa diriku. Ya, mungkin aku tak beda jauh dengan mereka.

Pertandingan masih berlangsung meriah saat aku baru saja balik dari membeli minuman. Baru saja aku duduk di tempat semula, pandanganku menangkap kehadiran Cherry, Sefrila dan Mikha yang sedang menyeruak beberapa penonton untuk mengambil tempat duduk yang kosong. Kontan saja aku bertanya-tanya, apa maksud Cherry datang ke sini? Apa demi Orion? Oke, mungkin itu memang hak dia dan aku tidak boleh melarang. Tapi tetap saja, kehadirannya segera membuatku was-was, takut terjadi sesuatu seperti yang geng barbar itu lakukan kepadaku di Waroeng Sandaran tempo hari.

Tepuk tangan dan selebrasi ala pemain SMA Anak Indonesia menandakan kemenangan tim mereka. Aku bisa melihat Orion dan teman-temannya menerima kekalahan mereka dengan ikhlas. Namanya juga pertandingan persahabatan.

Ternyata tanpa terasa waktu sudah berjalan cepat, sampai-sampai aku tak sadar pertandingan sudah berakhir dan dilanjut pertandingan tim lain. Kerumunan penonton mulai berkurang, menyisakan beberapa orang yang masih asik duduk-duduk santai sembari memainkan ponsel dan tentunya beberapa pemuda yang ingin menonton pertandingan berikutnya.

Orion tersenyum saat mendapatiku yang sedang mengangkat sebotol air mineral dingin ke arahnya. Detik berikutnya cowok itu berjalan ke tempat di mana aku duduk.

"Yah, sori banget ya, tim gue kalah, Ay. Lo nggak semangatin gue sih." Orion berucap saat ia sudah berdiri di dekatku.

Aku berusaha rileks, menghilangkan segala efek grogi yang mendera.

"Nggak apa-apa, permainan lo udah keren banget kok, Yon."

"Oh ya? Wah thanks sih dapat pujian." Orion tersenyum lebar, menatapku lekat-lekat. Aku membuang pandangan sesaat sebelum tersadar aku harus memberinya minuman dingin yang tadi aku beli.

"Sama-sama, Yon. Ini min-"

"Hai, Orion!" Seorang cewek yang sedari tadi kurutuki tiba-tiba mendatangi kami, lebih tepatnya menyapa Orion. Suaranya yang cukup nyaring berhasil membuat cewek-cewek penonton tadi berhasil menoleh ke arah kami.

"Cherry? Lo ke sini juga?" tanya Orion.

Cherry mengangguk, lantas mengulurkan air minum bersoda ke arah Orion. "Nih minum dulu. By the way, tetep semangat ya meski tim lo kalah. But, lo keren parah mainnya."

Orion melirik sekilas ke arahku. Aku memutuskan untuk duduk di bangku, tak jadi memberinya air mineral.

"Ehm makasih, Cher. Tapi sori, gue lebih membutuhkan air mineral daripada yang bersoda." Orion menolak minuman dari Cherry, lantas cowok itu berpaling kepadaku dan mengambil air mineral yang masih berada di tanganku. "Makasih ya, Ayya. Lo emang yang paling perhatian."

Astaga, demi tujuh lautan dan daratan! Orion terang-terangan menolak minuman dari Cherry dan lebih memilih aku? Maksudku, lebih memilih minuman yang kutawarkan tadi. Oke baiklah, mungkin ini hanya kebetulan semata, lantaran Orion lebih memerlukan minuman mineral daripada minuman bersoda. Seandainya Cherry memberikan air mineral, bukan tidak mungkin cowok itu lebih milih pemberian darinya.

Aku tersenyum puas saat melihat raut muka Cherry dan teman-temannya menganga lebar. Seketika warna merah mendominasi area wajah Cherry yang mulus itu. Apalagi ada cewek-cewek penonton yang menertawakannya, seolah-olah Cherry baru saja mendapat penolakan cinta dari Orion. Aku tertawa senang dalam hati.

Sementara Orion sedang menenggak minuman, Cherry melirikku dengan tatapan menusuk.

"Oh my god, Orion ... lo lebih milih pemberian cewek halu dibanding pemberian Cherry?" kata Sefrila sengit, merasa tak terima temannya merasa malu.

"Maksud lo gimana ya? Gue nggak paham," tukas Orion seraya menutup botol minuman.

Sefrila menggertakkan giginya. Orion mengedikkan bahunya tak peduli, lantas berlari ke tempat teman-temannya berada, meninggalkan kami tanpa permisi.

"Duh, duh, yang sabar ya, Mbak. Dapat penolakan dari Babang Orion," celetuk salah seorang cewek penonton sebelum mereka membubarkan diri. Teman-temannya lalu tertawa keras, membuat Cherry semakin menahan emosi. Dalam hati, aku masih tersenyum puas.

"Eh Ayya, lo udah mempermalukan gue di depan umum. Awas aja lo!" tuding Cherry tiba-tiba.

"Helloo, ini cuma masalah minuman, nggak usah diperpanjang kali, Mbak," sahutku tak merasa gentar sedikit pun. Menghadapi perlakuan seperti ini sudah menjadi hal biasa bagiku.

Setelah itu, tak ada sepatah kata lagi yang keluar dari mulutnya. Cherry menghentak pergi, lalu diikuti oleh Sefrila dan Mikha yang setia mengawalnya.

...

Bersambung...

10 November 2020

Continue Reading

You'll Also Like

6.9M 293K 59
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...
938K 50.2K 34
-Baik buruknya seseorang terlihat dari cara seseorang memandang- EarlyCetta_2015
7.1K 332 45
CINTA PERTAMA Semua berawal dari rasa aneh. Rasa yang sebelumnya belum pernah seorang Aurelia Putri rasakan. Rasa yang membuat Aurel harus bisa berta...
7.5K 369 32
Bercerita tentang seorang anak SMA. jimin dan yoonji satu sekolah yang sama tetapi beda kelas karna yoonji adalah sunbaenya selain itu keluarga jimin...