Take to the SKY [ON GOING]

By mutheahra

10.5K 5.3K 7.1K

[REVISI SETELAH TAMAT] •Romance spiritual• Masa SMA itu ga harus punya cerita tentang cinta. Tapi, kalau keb... More

sambutan🎙️
•Aneh•
•MISI•
•Terjerat•
•Terungkap•
•bonus• #photoshotsofsabna
•jadi wasit•
•dandelion•
•bonus• #edisiremembering
•sebuah makna•
•misteri Tiara•
Heart
luka resa
luka resa (2)
terima?
pemaksaan cinta
argumen
don't be crazy
shafwan
•tentang rasa•
tante linda
tuduhan
soal hati bro!
rahasia cinta
•Balance•
•Regrets Always Comes Late•
•ada apa?•
•misi kedua•
•menguak informasi•
•talk
•telponan• yuhu!
Queen of JOMBLO
35. backstreet
36. UKS
37. About Tiara
38. kecewa!
39. Nyesek?
40. Jujur!
after rain
42. pertemuan.
43. H-1
44. keberangkatan
45. welcome back friend!

•Ayah kenapa si?•

107 53 59
By mutheahra

Oke next part author ajakin tour guide kerumah Sabna nyok, Next part ya inget! Ehe:v

Eeeehhh happy reading juga dong,
.
.
.

"Resa itu Resa kenapa si, tangannya?" Tiara mengambil tangan Resa, lalu ia tiup-tiup.

"Eh, gapapa kok." Resa menarik lengannya kembali.

"Sab, lo kenapa dah?" tanya Resa, Sorot mata keduanya pun benar-benar lekat kearah Sabna, walaupun Sabna berusaha menutupi tetap saja raut wajahnya masih terlihat khawatir.

"Gue pengen pulang cepet, kalian jalannya jangan lama-lama ya, kalau enggak gue duluan." Sabna tidak memberikan senyuman kali ini, Resa mengkerutkan alisnya.

"Lo marah, bete, ngantuk, apa PMS?" tanya Resa yang langsung memegang dagu Sabna.

"Sakit ya? Bibir lo emang aga pucet sih, Sabna lo bisa sakit ya?"

"Ihh Resa." Sabna langsung menipis tangan Resa yang ada di dagunya.

"Bunda gue ilang," ungkap Sabna.

Resa dan Tiara refleks melongo, "LAH KO BISA?" tanya Resa panik.

"Pas bangun Bunda ga ada, jendela ke buka, tapi gerbang nya ditutup," jelas Sabna.

"Terus terus ada bekas tali ga? Atau semacamnya?" tanya Resa antusias.

"Eh, di kata Bunda gue mau bunuh diri! Kayak Ell ...."

"I-itu Rapunzel kalo kabur, lewat jendela kan, ga kudu bunuh diri Bambang," sela Resa yang khawatir jika Sabna keceplosan ngomong kalau dirinya sempet ingin bunuh diri, yang sengaja Resa sembunyikan dari Tiara.

"Resa, hati-hati kalau ngomong Bambang. Nanti pa Bambangnya denger gimana?" nasehat Tiara.

Sabna menghembuskan nafas pasrah, mereka ini peduli apa engga sih sama gue, batin Sabna.

"Gue duluan tapi jangan tuding kalau gue marah ya, gue ga bisa marah sama kalian oke, please ngertiin kalau gue lagi khawatir." Sabna menepuk pundak Tiara dan Resa, lau meninggalkan mereka.

"Aku ngerti kok," balas Tiara, Resa juga mengangguk.

Sementara Sabna yang pulang dengan jalan kaki mempercepat langkahnya. Sabna emang ga suka mesen mamang ojek, atau naik angkutan umum, dan biasanya nebeng mobil Resa atau jalan kaki bareng Tiara.

Langkahnya melaju cepat, hingga nafasnya terengah-engah lalu sampailah ia di depan gerbang.

"Sabna." Suaranya begitu familiar saat memanggil namanya.

Sabna membulatkan matanya saat sosok yang kini ia khawatirkan menyapanya, lalu memutarkan poros badannya.

"Ih Bunda kemana, Sabna pagi tadi ga sarapan, Sabna laper, Ko Bunda ngilang sih? Sabna kan, panik ...." Lalu Sabna memeluk Bunda.

"Sabna haduh, beneran kamu ga sarapan sayang?"

Sabna menggeleng, lalu melepas pelukannya. Bahkan untuk hari ini Sabna dapat hukuman suruh berjemur di lapangan bersama Athaya yang menjengkelkan.

Seketika mulut nya ingin melontarkan semua yang terjadi untuk hari ini. Tapi, Sabna masih bisa menahan untuk diam dan berfikir untuk segera menulis diarynya saja.

Sering ketika ia mulai menulis cerita, Sabna hanya merangkai kata dari diarynya. jadi, sebagian besar isi cerita karangannya adalah real life, Sabna jelas ga bisa nulis dengan genre romance karena memang ga ada jalan hidupnya tentang percintaan, mungkin jika dia benar menerima Athaya akan terbesit untuk menceritakannya dalam karya tulis.

"Tadi itu tentangga kita lahiran Sabna, terus anaknya si intan itu, kesini minta tolong bunda buat nyupirin mobilnya. Kan, kamu belum bangun sayang ... Maafin Bunda ya." Bunda kemudian mengusap puncak kepala Sabna.

Sabna nyengir, "gapapa sih Bunda, kalau emang itu kebaikan. Sabna mikir Bunda di culik malahan."

"Gak lah, mana ada yang mau nyulik emak-emak. Oh iya  tadi Bunda ketemu kepala sekolah kamu loh, pa siapa itu ya namanya, tapi Bunda ko ga famous ya,"

"Hah? Ga famous gimana Bun?"

"Kepala sekolah kamu masa ga kenal Bunda sih, kan katanya kamu wakil ketua OSIS," jawab bunda.

"E-emang apa hubungannya?"

"Loh jelas dong, kalau kamu famous bunda mesti keikut. kayak bang shafwan kan, udah hafidh, nanti Bunda diajak ke syurga, Sabna mau ajak Bunda kemana? mau buat bunda bangga apa? Hmmmm?"

Kok ga nyambung sih Bunda jawabannya, batin Sabna.

Sabna memanyunkan bibirnya tipis, lagi-lagi hal seperti itu yang Bunda lontarkan, tapi bukan seorang pemimpi jika mudah tersinggung, justru hal tersebut menggairahkan Sabna untuk membuktikan kalau dirinya juga mampu membuat Bunda bangga.

Bunda liat aja, Sabna bakal buat bunda bangga! Sabna promise Bunda! gumam Sabna.

"Sabna mau Bunda masakin yang special ga? Maakannya di rapel ya, mau di masakin apa?" Bunda kini telah bersiap di dapur seraya mengenakan celemek.

"Bunda capek, kan habis dari rumah sakit. Udahlah nanti biar Sabna beli sayur mateng aja," saran Sabna.

"Tapi Bunda paling ga suka beli masakan di luar," ucap bunda sembari mencari bahan makanan di kulkas.

"Sabna. Tadi Bunda jadi lupa cerita, tadi kepala sekolah kamu itu bawa siapa? Perempuan blasteran gitu majahnya, apa temen sekolah kamu, ah... tapi ga pake baju seragam," tukas bunda yang kini tengah memotong sayuran.

Memang benar tadi Sabna bertemu dengan orang yang Bunda maksud, dan kepala sekolahlah yang membawa Tante Linda Kerumah sakit.

"Bukan itu korban tabrak lari, Sabna ketemu tadi sebelum ke sekolah."

"Ohh." Bunda hanya ber oh ria, Sabna pun langsung bergegas ke kamarnya.

"Sabna, ayah nanti pulang loh!" seru Bunda.

"Yess, Sabna mau jalan-jalan sama ayah ahh nanti." Lalu melanjutkan langkahnya menaiki tangga.

"Kita jenguk anak nya Bunda intan ya nanti, sekalian mau jenguk korban tabrak lari yang ketemu sama kamu itu loh."

Sabna berdiri tepat di tangga paling atas, "yah, Sabna ga suka aroma rumah sakit," jujurnya.

"Assalamualaikum." Suara nada yang samar-samar terdengar dari depan gerbang.

Sabna bergegas menuju gerbang, suara itu sangat ia rindukan, dan paling ia tunggu-tunggu. Baju seragam dan bahkan tas sekolahnya masih melekat di tubuhnya.

"Ayah!" girang Sabna saat menemukan sosok pria paruh baya dengan tubuh kekar berdasi dan mobil yang berada di luar gerbang.

Sabna membuka gerbang, "Sabna akan selalu kangen sama ayah, jadi ga perlu nanya lagi ya, Sabna rindu sama ayah apa engga," tutur Sabna.

Namun, pria tersebut menatap Sabna datar, bahkan puncak kepalanya tak diacak-acak seperti biasa, Sabna memberanikan diri mendekat, "yah, A-ayah kenapa?"

"Sabna ayah lelah, jangan banyak tanya tentang apapun itu," ucap Gibran ayah Sabna, dari dalam mobil.

Sabna membuka gerbang lebih lebar, mobil terparkir cepat di garasi. Gibran langsung masuk ke dalam rumah, sementara Sabna kembali menutup gerbang dengan rapat.

Sabna melangkahkan kakinya ke dalam rumah, ia menghirup nafas panjang, berharap semoga tidak terjadi apapun pada ayahnya, mungkin ada, tapi harapan akan baik-baik saja.

"Ghania," panggil Gibran.

Sedari tadi Bunda Sabna sibuk menyiapkan makanan untuk Gibran, dengan senyum merekah Ghania ibunda Sabna menghampiri Gibran.

"Loh mas, kok pulangnya di luar dugaan? Aku baru selesai masak," Bunda membantu melepaskan dasi yang melekat di baju kemeja Gibran.

"Gapapa, aku langsung istirahat aja ya," jawab Gibran dengan nada berat.

Senyuman Ghania masih sama, "Kamu capek ya mas, yasudah. Nanti aja ya makannya," tawar Ghania dengan nada sangat lembut lalu membantu melepaskan kemejanya dan membawa tas koper kecil yang sedari tadi di genggam Gibran.

Sabna memperhatikan gerak-gerik sang Ayah dari ambang pintu, ayah ga kayak biasanya, ayah selalu ramah sama Bunda, walaupun capek, gumam Sabna.

Gibran langsung masuk ke kamar, "Bunda ...." panggil Sabna.

Sabna juga langsung menghampiri Bunda, "Ayah kenapa Bun? Lagi ada masalah ya?"

"Sabna sayang, kalau capek kan emang gitu."

"Engga begitu kalau ayah Sabna, apalagi ke Bunda. Itu bukan Ayah!" bantah Sabna lalu meninggalkan Bunda dan kembali menaiki tangga.

Bisa di bilang Sabna sensitif jika ada yang kasar dengan sang Bunda, padahal Ghania Bunda Sabna sendiri memaklumi keadaan Gibran yang mungkin sedang lelah.

_____________

FYI, aku pengen tanya nih, kalau ayah kita lagi capek suka begitu ga?

Hmmm, sebenarnya ada apa sih dengan Ayah Sabna?

Jangan lupa buat votmen!

Thanks you all


















Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 123K 60
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
2.6M 130K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
1.5M 105K 45
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.6M 39.1K 17
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...