Seamless (TERBIT)

By meydiy

391K 54.7K 45.6K

*** PEMENANG WATTYS 2021 *** (SUDAH TERBIT DI PENERBIT OLYMPUS) CONTENT WARNING!!! Selamat Datang di JIPS; se... More

Prolog
1. Januariz
2. Stranger
3. Tribunnews
4. March
5. April
6. Kesukaan Tomori
7. Lomba
8. Juni Stanley
9. Ulang Tahun Juli
10. Boneka JIPS
11. August
12. Jangan Takut
13. Bertemu Lagi
14. Yue
15. Novesh
16. Realita
17. Dugaan
18. Mencari Jawaban
19. Sebuah Harapan
20. Tim April
21. Red Blood Yang Buruk
22. Reaksi
23. Larangan
24. Bermuka Dua
26. Ada Apa Dengan Juli?
27. Pembunuh
28. Panic Room
29. Runtuh
30. Disalahkan
31. Sedikit Cerita
32. Peneror
33. Kenyataan
34. Bergabung di Tim April
35. Kesialan
36. Berantakan
37. Kesalahan Yang Sama
38. Bahaya!
39. Satu Hal Lagi
40. Hangat
41. Mengungkapkan Kebenaran
42. Lingkungan Baru
43. Bermula
INFO TERBIT
INFO TERBIT (2)
VOTE COVER
INFO TERBIT (3)
TERBIT!
OPEN PRE-ORDER !

25. Rahasia Antara Mereka

4.9K 1.1K 863
By meydiy

"Eh, kita duduk di sana yuk!"

April menarik lengan Tomori, menunjuk salah satu bangku di mana Januariz dan Oktof duduk di sana.

Jam istirahat telah dimulai sejak limat menit yang lalu. Bisa dibilang hari ini adalah hari terberat untuk Tomori yang berada di kelas Aksara dan gadis itu mendapatkan hukuman lantaran tidak mengerjakan PR. Sebenarnya, itu bukanlah yang pertama kali bagi Tomori menjalani hukuman di kelas mengingat dirinya yang terlalu sering berurusan dengan guru perkara kemampuan intelektualnya yang berbeda dengan beberapa orang.

Kalau April selalu disegani karena kecerdasannya, Tomori selalu menjadi gadis yang menyebalkan di kelas karena gadis itu jarang mengerjakan tugas dan lebih sering menceritakan tentang lelaki-lelaki bertelanjang dada di belakang sekolah. Tak ada satupun orang di kelas yang ingin mendengar cerita gadis itu. Tak ada satupun yang membantunya mengerjakan tugas. Karena jika Tomori mulai mendekati meja para gadis, mereka akan saling membubarkan diri dan tak mengacuhkan kehadiran Tomori. Pada akhirnya, Tomori selalu menjadi yang paling terakhir keluar kelas karena harus mengerjakan tugas-tugas tambahan dari guru mata pelajaran kelas Aksara.

Tomori menggeleng dengan wajah cemberut begitu menyadari bahwa April menunjuk meja Januariz dan Oktof di taman JIPS. Sekuat tenaga ia menahan tarikan dari April sembari memeluk kotak makanan yang nyaris terjatuh.

"Nggak mau! Gila kali yah?"

"Udah, lo gengsi aja yang gede padahal dalam hati mau. Ayo!" April tak kalah kuatnya menarik Tomori yang berjalan dengan wajah ragu. Perkara duduk dengan lelaki itu saja mampu membuat wajahnya mendadak merah jambu. Sebenarnya, gadis itu memerah bukan karena malu-malu kucing, tetapi ia malu menemui Oktof di tempat lain setelah menerima tugas tambahan di kelas. Mengingat, ia sekelas dengan Oktof dan lelaki itu selalu berdecak ketika melihat Tomori dimarahi guru.

Tomori gagal mengelak karena April langsung menegur Januariz dengan suara yang lumayan keras hingga membuat kedua lelaki itu menoleh.

Sesampainya di bangku taman, April dan Tomori duduk berhadapan dengan Januariz dan Oktof. Begitu riangnya April mengerjai Tomori hingga membuat gadis itu pasrah pada akhirnya.

"Hei, Oktof. Gue denger katanya lo mau ikut lomba karate juga yah?" tanya April sebagai permulaan menyapa mereka.

Oktof menatap April, mengangguk. "Tahu dari mana?"

"Dari dia ..." April menunjuk Tomori, dibalas dengan pelototan mata gadis itu. "Woah, semangat yah! Gue yakin pasti lo bisa menangin lombanya."

Bibir lelaki itu mengulas bentuk senyuman yang canggung. Barangkali mendapatkan kata semangat dari seorang April adalah hal yang menyenangkan di sekolah, secara dia adalah gadis panutan di JIPS.

"Thanks."

Di bawah meja, kaki Tomori menginjak sepatu April, menghentak-hentakannya dengan pelan. April terkejut dengan perlakuan gadis itu. Entah apa alasannya, mungkin karena Tomori terkejut melihat Oktof tersenyum tipis karena setahu April, lelaki itu memang jarang tersenyum.

"Lo ngapain sih?" Gerutu April, sesekali ia melirik di bawah meja saat kaki Tomori masih menghentak-hentak sepatunya. Gadis Jepang itu menarik kakinya ke posisi semula, segera menyodorkan kotak makanan ke arah April, berharap agar sahabatnya segera makan dan melupakan kejadian tadi.

Januariz yang melihat tingkah Tomori dan April terkekeh sembari menggelengkan kepala. Meski tidak paham akan situasi canggung itu, tetapi ia peka akan tingkah Tomori. Sepertinya gadis itu menyukai Oktof—sahabatnya.

"Tumben mau duduk bareng, mau ngomongin soal March, 'kan lo?" tebak Januariz.

"Ngajak gibah dong?" balas April. "Nggak. Lagian hari ini mereka nggak berulah, masih belum ada hal yang bisa dijadiin bukti yang kuat kalau mereka seorang pembully."

"Ya, semua gara-gara August." Oktof menyahut, masih menyimpan kekesalannya akan jawaban August saat mereka diinterogasi beberapa waktu yang lalu. April mencoba untuk tersenyum, menyalahkan August dalam kondisi saat ini bukanlah pilihan yang tepat, lelaki itu juga punya masa sulit yang tidak dimengerti mereka.

"Tapi, kita nggak akan menyerah kan?" tanya April. Ketiganya menatap April penuh arti. "Kita bakal terus cari bukti apa aja meski tanpa bantuan sekolah. Cepat atau lambat semuanya bakal terungkap."

"Ya. Itu harus."

Sebersit perasaan lega menyelimuti hati April. Meski tidak banyak yang ingin ikut berpihak kepadanya di sekolah ini, setidaknya ia masih menemukan sekitar tiga orang disertai keyakinan yang kuat untuk membantunya mencari keadilan. Ya, hanya tiga orang saja.

"Ngomong-ngomong, makasih yah waktu itu udah mau nolongin Mey-Chan." Kembali, April menatap Oktof, mengingatkan lelaki itu akan kejadian di cafetaria beberapa waktu yang lalu saat March menumpahkan makanan di kepala Tomori. Lelaki itu memang di sana—membantu Tomori. "Gue tahu kalau dia ketakutan berhadapan sama March waktu itu, tapi kalau ditolongin lo gue yakin dia—"

"Uhuk-uhuk!" Tomori terbatuk, meraih botol minumnya dan tak sengaja menumpahkan air minum di seragam April. 

"Yah, seragam gue ..." April yang sudah mengambil jarak menjauhi Tomori mendelik. Gadis Jepang itu mulai reda dari aksi tersedaknya dan menatap April, jahil.

"Maaf."

"Makanya kalau makan itu pelan-pelan," ujar Oktof sambil menggelengkan kepala ke arah Tomori. Gadis itu hanya tersenyum kikuk.

"Udah nggak apa-apa. Gue tahu kalau lo lagi gugup kok," goda April lagi, ia beranjak dari bangkunya sambil menepuk-nepuk bagian rok yang basah. "Gue ke toilet dulu deh."

"Gue temenin."

"Nggak usah." April terkekeh menatap Tomori yang mulai merasa bersalah. Sesekali beralih pandangan ke arah Januariz, memberi kode agar meninggalkan Tomori dan Oktof berdua saja. Untungnya, lelaki itu sangat peka. Januariz mengangguk-angguk dengan membiarkan April pergi terlebih dulu.

April melangkah menjauhi taman. Selain karena niat awalnya yang ingin ke toilet, ia juga ingin meninggalkan Tomori dan Oktof berdua—hitung-hitung untuk memberi waktu bagi mereka agar tidak secanggung tadi. Berharap penuh bahwa Oktof mau mengajaknya bicara—meski lelaki itu sendiri jarang untuk mengeluarkan kalimat.

Dalam perjalanannya menuju toilet yang lumayan jauh dari taman, April menangkap presensi Juli dan Owy, berbicara di koridor sekolah yang sepi. April mengernyit memperhatikan gerak-gerik mereka—sepertinya mereka terlibat pertengkaran mulut karena Juli selalu berbicara dengan wajah yang tersungut marah. Nampak, Owy selalu memegang tangan Juli, berusaha untuk bicara dengan nada lembut tetapi Juli dengan kasar menepis sentuhan lelaki itu.

Tak kehilangan akal, April pun mencari tempat untuk bersembunyi, berniat untuk menguping pembicaraan mereka. Memang dirasa kurang sopan, tetapi ia tak punya cara lain untuk menyelidiki gerak-gerik Juli yang selalu terlihat aneh—terlebih sekarang gadis itu berbicara empat mata dengan seorang anggota Red Blood. Akhirnya, April merapatkan dirinya ke tembok kelas, menajamkan telinganya dengan wajah serius. 

"March tahu semuanya, 'kan?" Juli mengehela napas kasar. "Owy, jawab gue. Gue bakal aman, 'kan? Gue nggak bakal kena masalah, 'kan?"

Lelaki itu menatap Juli nanar. "Ada baiknya semua terungkap, Juli. Kita nggak bisa lagi nyembunyiin ini terlalu lama. Harusnya ini waktu yang pas buat kita melapor ke pihak yang lagi mengawasi sekolah."

"Lo gila yah? Lo nggak mikir perasaan gue? Gue udah berbulan-bulan berusaha melupakan kejadian itu dan lo minta gue buat bicara sama dinas pendidikan?" bentak Juli, kali ini lebih keras. 

"Gue jelas mikir perasaan lo. Gue bantuin lo, Juli. Lo bakal aman kalau percaya sama gue."

"Lo sama aja nyalahin gue kalau Septria bunuh diri. Apa lo mau gue dibilang pembunuh sama orang-orang?"

April mematung di tempatnya berdiri. Tubuhnya menegang dalam seketika saat berhasil mendengar nama Septria dari mulut Juli. Mereka menyinggungSeptria?

"Dengar, kita semua pembunuh. Kita semua sama, Juli. Yang harus kita lakukan sekarang hanya bilang apa yang sebenarnya terjadi, itu lebih baik daripada lo nyembunyiin ini. Sama kayak bangkai, tahu nggak? Ini bakal ketahuan juga."

"Nggak kalau lo bisa tutup mulut!" Juli melepaskan diri dari genggaman Owy, menghempasnya kasar. "Jangan pernah temui gue, hubungi gue dan ganggu gue lagi. Semakin lo ganggu gue, gue bakal semakin membenci lo, ngerti?!"

Juli memutar langkah menjauhi Owy. Lelaki itu nampak frustrasi, mengusap dahi dengan gusar dan sedikit menggeram kesal. Sedetik kemudian, ia ikut beranjak—memilih arah yang berlawanan dari Juli. 

Sementara itu, April yang masih di tempat persembunyiannya masih menegang, efek syok yang ia dengar kedua orang itu berhasil membantunya untuk berpikir. April memang sudah meyakini hal itu sejak awal—bahwa Juli dan Owy adalah kunci dari pertanyaannya selama ini. Jantungnya berdebar tak karuan, merasa bahwa sejengkal lagi, ia akan mengetahui pelaku pemerkosaan sahabatnya sendiri.

April memilih untuk menyusul Juli yang ternyata sudah memasuki toilet terlebih dahulu. Memperhatikan gadis itu yang sedang meneguk obat-obatan di depan wastafel dengan napas yang tersengal. Juli nampak kacau. Sejenak gadis itu memejamkan matanya, berusaha menetralkan pernapasan, kemudian mencuci tangan. Bahkan tubuh gadis itu nampak bergetar, entah karena ketakutan atau karena berhasil melampiaskan amarahnya kepada Owy. April tidak tahu. Sedetik kemudian, Juli mengangkat kepalanya berniat untuk bercermin, tetapi manik matanya berhasil menemukan presensi April dibalik kaca tersebut—sedang berdiri di pintu toilet. 

Manik matanya membesar sempurna. Dengan cepat, Juli membalikkan tubuh ke belakang. "April?" gumamnya. Dari banyaknya siswi yang ada di JIPS—kenapa harus April yang berpapasan dengannya di toilet ini? Begitulah yang ada dipikiran Juli. Ya. Kenapa harus April? Orang yang ingin ia hindari. Juli memilih untuk melangkah pergi tetapi dengan cepat, April berhasil menahan langkahnya.

"Lo nggak apa-apa, 'kan?" tanya April. 

Juli berjalan mundur ketika April melangkah ke arahnya. "Gu—gue nggak apa-apa."

"Gue mohon, jangan menghindar dari gue lagi, Juli."

"Lo bukan teman gue, jadi apa lo peduli kalau gue menghindar atau nggak?"

"Kita berada di sekolah yang sama, kita saling mengenal. Itu bisa dikatakan teman, 'kan?" 

Juli berdesis kesal, ia kembali melangkahkan kaki berniat untuk keluar dari toilet, namun lagi-lagi gagal karena April berhasil menahannya.

"Beritahu gue apa yang terjadi dengan Septria," ucapnya to the point. Juli memutar tubuhnya berhadapan dengan April.

"Lo—dengar pembicaraan gue tadi?"

April mengangguk. "Gue yakin lo tahu tentang dia." Juli hanya bergeming di tempatnya. "Owy benar. Ada baiknya kalau apa yang kalian sembunyikan harus terungkap, Juli. Menyembunyikan kasus ini nggak akan bikin lo tenang."

Selama beberapa detik, Juli hanya diam. Berdiri bak orang linglung berusaha untuk mencerna kalimat yang dilontarkan April. Tiba-tiba saja gadis itu menggelengkan kepalanya. "Nggak, gue nggak tahu. Bukan gue. Gue nggak tahu. Gue bakal aman."

April mengernyit memandangi gadis itu. Ia melangkah maju, mendekati juli yang sudah menutup telinganya dengan kedua tangan. 

"Juli?"  April mengulurkan tangan berniat memegang bahu Juli tetapi gadis itu menepisnya kasar. 

"Bukan gue! Bukan gue! Jangan deketin gue!" Wajah Juli terlihat seperti orang yang linglung, ia mengacak-acak rambut dan kembali menutup telinganya sembari berteriak. Beberapa detik kemudian, gadis itu terhuyung ke lantai bersamaan dengan kedatangan Juni yang masuk dengan wajah panik.

"Juli? Juli? Kamu kenapa, sayang?" Juni ikut bersimpuh sambil memeluk tubuh adiknya.

Jujur saja, April tidak mengerti apa yang terjadi. Bahkan setelah Juni ada dan memeluknya pun, gadis itu masih berteriak-teriak histeris, wajahnya memerah dengan rambut yang setengah acak-acakan.

"Hei, ini aku, Juni ... kakak kamu. It's okay." Sambil menyapu rambut Juli, atensi Juni terarah kepada gadis  yang sedang berdiri di hadapan mereka. "April, what are you doing ... to my sister?"

"Huh?" April bertanya dengan wajah bingung. Tatapan Juni yang intens itu seakan mencurigai dirinya telah berbuat sesuatu. April pun menggeleng, "A—aku nggak melakukan apapun."

Tak menghiraukan jawaban April, Juni langsung memapah tubuh Juli membantunya berdiri. April tak tinggal diam. Ia ikut membantu Juli, namun Juni dengan cepat menepis tangannya masih dengan tatapan mata yang tajam.

"Don't touch my sister!"

Ditampik seperti itu membuat April enggan mendekat, ia membiarkan Juni memapah adiknya dan meninggalkan April sendirian di sana dengan wajah kebingungan. Apa yang dilakukan Juli tadi? Kenapa ia seperti orang yang ketakutan?

April tidak tahu kenapa, tetapi mereka meninggalkan sesuatu di atas wastafel. Botol obat. April pun meraih botol obat itu, mengamatinya dengan seksama. 

🐾

🐾

Continue Reading

You'll Also Like

IQ (SELESAI) By syi

Teen Fiction

133K 30.9K 56
[BEBERAPA PART DIPRIVAT. FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA YA] Untuk diakui sebagai manusia, harus menerapkan rumus Fisika, hukum Newton kedua. Terlebih, b...
Fortiden By ping

Teen Fiction

224K 20.1K 22
Cek akun wattpad @grasindostoryinc untuk cerita yang lebih lengkap! *** Hidup Aileen benar-benar mengalami perubahan total sejak ayahnya terpidana se...
26.6K 2.1K 30
~Bayangan Mafia di Balik Kerudung~ Semua bermula ketika seorang pria tampan yang terluka di sekujur tubuhnya, di temukan tidak berdaya di belakang...
4.3K 695 33
[HARAP FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA KARENA ADA PART YANG DIPRIVAT] JANGAN LUPA UNTUK MEMBERI VOTE DAN KOMEN, KARENA SANGAT BERARTI BAGI AUTHOR, THANKI...