Ali terlihat pucat dan murung di waktu bersamaan, Ghina yang duduk di samping Ali hanya bisa memandangnya dengan bingung.
"Ali, kamu kenapa?" Tanya Ghina dengan lembut. Ali tersadar dari lamunannya, ia buru-buru menggeleng pertanda ia baik-baik saja.
Ghina menatap Ali dengan raut bersalah, "Kamu lagi marah sama aku ya?"
Ali menjadi tidak enak hati mendengar pertanyaan Ghina, dengan senyuman di bibir ia menjawab bahwa tidak ada yang salah dengan Ghina.
Namun, Ghina tetap tidak menyerah. Ia kembali bertanya kepada Ali, "Kamu lagi nyembunyiin sesuatu dari aku ya?"
Ali terlihat gelagapan namun ia berusaha untuk menenangkan Ghina bahwa tidak ada yang ia sembunyikan.
"Maafin aku ya udah banyak nyusahin dan nuntut ini itu sama kamu, itu semua karena aku takut kehilangan kamu," ujar Ghina lirih.
Ali yang mendengar ucapan Ghina semakin tidak enak hati dan merasa bersalah, bukankah ia telah egois dan menyakiti dua orang yang ia sayangi? Pertama, orang yang ia cintai, Prilly. Kedua, Ghina yang jelas-jelas berstatus sebagai pasangannya.
"Fir," panggil Ali pelan. Ghina langsung menatap Ali dengan lembut sambil memasang wajah kebingungan.
"Ini misalnya ya, Fir, misalnya doang. Kalau aku suka sama orang lain, gimana menurut kamu?" Tanya Ali gugup.
"Pertanyaan apaan sih, Li. Lagian gak mungkin banget kamu nyelingkuhin aku," balas Ghina sambil tertawa hambar.
Ali mengangguk dengan kaku, "Iya, aku gak akan nyelingkuhin kamu kok. Tapi, ini cuma misalnya, Fir."
"Ya, selama kamu jujur sama aku. Dan ngasih alasan logis kenapa kamu bisa jatuh cinta sama orang lain disaat kamu lagi pacaran sama aku, ya akan aku pertimbangin lagi," balas Ghina.
"Lagian cuma suka doang, itu wajar kali. Aku juga pernah suka sama orang lain disaat aku pacaran sama kamu, tapi cuma sebatas itu doang. Dan aku juga yakin kamu gak bakal macem-macem di belakang aku," lanjut Ghina sambil tersenyum.
Ali menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, bahkan enggak ada alasan yang cukup logis untuk aku mengkhianati perempuan sebaik kamu.
* * *
Prilly berdiri di tepi jalanan seperti sedang menunggu seseorang, Ali yang melihat hal itu mengambil inisiatif untuk menemui Prilly.
"Pril, lo belum pulang?" Tanya Ali.
"Mata lo buta?!" Tanya Prilly ketus.
Ali menghela napasnya pelan, "Biar gue anter balik."
"Mending lo pergi dari hadapan gue sekarang," usir Prilly kasar.
"Gue temenin sampe jemputan lo datang," bujuk Ali dengan sabar.
"Gue mau ke alam baka," balas Prilly sarkas.
"Gue minta maaf, Pril," timpal Ali dengan nada penuh penyesalan.
"Tujuan lo minta maaf cuma karena lo takut gak ada yang suka lagi sama lo? Atau cuma sebatas rasa bersalah? Basi." Prilly berjalan menjauh dari tempat Ali.
Ali menghidupkan mesin motornya sambil ikut menelusuri jalan setapak mengejar Prilly, "Kali ini, gue serius. Udah cukup gue membohongi diri gue selama ini, udah cukup juga gue mengelak perasaan yang tumbuh tanpa gue sadari."
"Gue gak mau melakukan kesalahan yang sama lagi, Pril. Gue mohon, dengerin gue kali ini." Imbuh Ali sambil turun dari motornya dan berusaha meraih tangan Prilly.
"Lo seharusnya sadar diri, kalau lo udah punya pacar! Gue bukan perempuan gampangan yang bisa lo permainkan sesuka hati. Disaat lo udah jenuh sama Ghina, lo datang ke gue. Disaat lo merasa bersalah, lo cari gue. Disaat lo takut kehilangan pamor, lo pura-pura baik sama gue."
"Gue muak, Li. Gue muak! Udah cukup semua permainan lo buat gue, gue cuma mohon untuk lo berhenti bermain-main sama gue. Apa sesusah itu?" Tanya Prilly dengan frustasi.
"Lo bukan lagi suka sama gue, lo cuma bingung dan merasa kehilangan karena gue udah gak ngejar-ngejar lo lagi. Gue juga gak mau jadi egois dan mempermainkan Ghina, lo, ataupun diri gue sendiri. Dan, gue harap lo juga jangan egois."
"Lo gak bisa memiliki gue dan Ghina disaat yang bersamaan," ujar Prilly.
"Gue bisa putusin Fira saat ini juga," ujar Ali tanpa berpikir panjang.
Prilly mendengus kesal, "Lo pikir gue akan gampang luluh dan percaya sama lo?"
"Gue serius," ujar Ali dengan nada sungguh-sungguh.
"Lo gila!" Ujar Prilly keras.
"Gue gila karena gue cinta sama lo, Pril," ujar Ali tak kalah keras.
"Kalo lo bilang hal ini disaat gue masih cinta sama lo, mungkin gue akan dengan senang hati menerima lo. Tapi keadaan sekarang udah beda, Li. Lo udah punya pasangan yang harus lo jaga hatinya. Begitu juga dengan gue, ada hati yang harus gue jaga. Gue gak boleh egois dan gue juga gak mau menjadi opsi kedua ketika lo masih bingung sama perasaan lo sendiri," pesan Prilly.
Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depan Prilly dan Ali, sang pemilik mobil menurunkan kaca mobilnya sambil membunyikan klakson.
Hal itu lantas membuat Prilly tersenyum antusias, "Kamu lama!"
Bimo menyengir kuda, "Maaf, tadi aku bantuin Maxime dulu."
Ali membolakan matanya saat mendengar panggilan 'kamu' yang tertuju untuk Bimo dari Prilly, hatinya seolah tercubit mengingat pernyataan Prilly tentang ada hati yang harus ia jaga.
Luka dan beban yang tersimpan dalam hati Ali sangat-sangat rumit dan banyak;
1. Ia telah mengecewakan orang yang tulus mencintainya.
2. Ia telah melakukan kesalahan fatal yang mengakibatkan Prilly menjauh bahkan membencinya.
3. Ia terlambat menyadari perasaannya untuk Prilly.
4. Ia terjebak dengan permainan yang ia mulai terlebih dahulu, Ali masih belum siap untuk melepaskan Ghina sebenarnya.
5. Orang yang ia cintai berpacaran dengan sahabatnya sendiri.
Dalam helaan napas pasrahnya, Ali membunyikan klakson motornya dan mengangguk singkat, "Gue duluan ya, tolong jagain Prilly buat gue, Bim."
Prilly yang mendengar pernyataan Ali kepada Bimo hanya bisa tersenyum miris, bukankah seharusnya ia berbahagia melihat Ali telah membalas perasaannya? Atau seharusnya ia bahagia karena Ali telah merasakan rasa sakitnya dulu?
* * *
Di dalam mobil, Bimo menyetir dengan tenang sambil fokus menatap jalanan di depannya tanpa banyak bertanya. Ia tahu bertanya kepada Prilly tentang Ali hanya akan merusak suasana hati Prilly. Meskipun, tanpa ia bertanya suasana hati Prilly memang sudah kacau balau.
"Mau dengerin musik?" Tanya Bimo lembut. Prilly hanya mengangguk tanpa menoleh ke arah Bimo.
"Mau lagu apa?" Tanya Bimo lagi.
"Kenapa?" Balas Prilly dengan berbalik bertanya. Hal itu membuat Bimo sedikit kebingungan karena pertanyaan Prilly terdengar ambigu dan tidak berdasar.
"Maksudnya?" Tanya Bimo tidak mengerti.
"Kenapa kamu gak marah ngelihat aku berinteraksi sama Ali?" Tanya Prilly menjelaskan maksud rinci pertanyaannya tadi.
"Kenapa aku harus marah ketika aku tau bahwa kalian sedang berusaha memperbaiki hubungan," balas Bimo dengan tenang.
"Kenapa kamu masih mau nunggu dan tetap nerima aku jadi pacar, ketika aku sendiri aja belum yakin sama perasaanku sendiri?" Prilly kembali bertanya kepada Bimo.
"Jawaban aku sederhana, Pril. Karena aku tau ketika aku berhasil buat kamu jatuh cinta sama aku, aku akan menjadi laki-laki yang paling bahagia di muka bumi ini. Aku tau kalau menunggu hal yang tidak pasti hanya akan berujung dengan sia-sia, tetapi kamu pengecualian."
"Karena ketika aku menunggu kamu, aku yakin dan percaya bahwa waktu yang aku habiskan akan worth untuk semua ketulusan kamu," balas Bimo menjelaskan.
Hal itu membuat hati Prilly menghangat, meskipun ia belum mencintai Bimo seperti Bimo mencintainya. Tetapi, Prilly berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak akan pernah mengecewakan Bimo.
Sudah cukup, ia menyia-nyiakan waktunya untuk orang yang tidak pernah melihat dirinya selama ini. Mungkin, ini saatnya Prilly untuk fokus dengan sebuah kepastian dan merasakan bagaimana rasanya diperjuangkan.
* * *
Please, ramein commentnya dong🥺❤️
Aku suka banget nget nget bacain comment dan keluh kesah kalian pas baca cerita ini, apalagi pas part kalian maki-maki Ali.
Jadi gumush, sejujurnya aku gak tega ngelihat Alinya digituin sedemikian rupa sama Prilly hehe.