Seamless (TERBIT)

By meydiy

390K 54.6K 45.6K

*** PEMENANG WATTYS 2021 *** (SUDAH TERBIT DI PENERBIT OLYMPUS) CONTENT WARNING!!! Selamat Datang di JIPS; se... More

Prolog
1. Januariz
2. Stranger
3. Tribunnews
4. March
5. April
6. Kesukaan Tomori
7. Lomba
8. Juni Stanley
9. Ulang Tahun Juli
10. Boneka JIPS
11. August
12. Jangan Takut
13. Bertemu Lagi
14. Yue
15. Novesh
16. Realita
17. Dugaan
18. Mencari Jawaban
19. Sebuah Harapan
20. Tim April
21. Red Blood Yang Buruk
22. Reaksi
23. Larangan
24. Bermuka Dua
25. Rahasia Antara Mereka
26. Ada Apa Dengan Juli?
27. Pembunuh
28. Panic Room
29. Runtuh
30. Disalahkan
31. Sedikit Cerita
32. Peneror
34. Bergabung di Tim April
35. Kesialan
36. Berantakan
37. Kesalahan Yang Sama
38. Bahaya!
39. Satu Hal Lagi
40. Hangat
41. Mengungkapkan Kebenaran
42. Lingkungan Baru
43. Bermula
INFO TERBIT
INFO TERBIT (2)
VOTE COVER
INFO TERBIT (3)
TERBIT!
OPEN PRE-ORDER !

33. Kenyataan

4.5K 1.1K 908
By meydiy

Berhasil kabur dari ruangan kerja Fedelin membuat Januariz sedikit gugup. Sebelum kepala Fedelin mengarah pada celah di lemari dan menaruh curiga, Januariz bergerak 2x lebih cepat untuk melarikan diri dan sukses tanpa menimbulkan suara sedikit pun. Lelaki itu buru-buru memasuki kamarnya yang bercahaya remang dan berguling ke atas kasur, menyelimuti tubuh menyerupai orang yang tidur pulas. Januariz menduga bahwa Fedelin mungkin sudah mencurigai dirinya dan akan menuju kamarnya seraya memeriksa, tetapi dugaannya salah besar. 

Fedelin sama sekali tak mengunjungi kamarnya. 

Januariz berdecih. Lagi pula, sejak kapan Fedelin sudi untuk pergi ke kamarnya? 

Kenyataan bahwa hubungan ayah dan anak itu tak pernah membaik membuat Januariz menutup mata. Memilih untuk tidur meski kepalanya dipusingkan oleh banyak pertanyaan termasuk tentang folder Juli yang ada di laptop dan tentang April yang terancam dikeluarkan dari sekolah. 

Pagi harinya, Januariz terbangun dan bergegas menuju sekolah. Ia tak sabar untuk mencari tahu, hal konyol apalagi yang disembunyikan oleh Fedelin selain folder bertuliskan Juli yang ada di layar laptopnya hari ini? 

Menuruni anak tangga, Tania sempat mencegah langkah Januariz dan mengajaknya untuk sarapan bersama di dapur. Lelaki itu menoleh sekilas mendapati Fedelin duduk di sana, menyesap teh hangat di mana asapnya mengepul seraya memperhatikan Januariz dengan tajam. 

"Aku buru-buru ke sekolah, bun."

Dibandingkan bergabung untuk sarapan dengan suasana yang dingin, Januariz memilih untuk melanjutkan langkah menuju sekolah, membiarkan Tania yang menatap penuh harap pada dua laki-laki yang selalu bertolak belakang di kediamannya dan semua itu selalu membuat Tania sedih. 

Januariz bergegas mencari angkutan umum di trotoar sembari memasang earphone, menghirup udara Jakarta yang lumayan gerah. Kendaraan berlalu lalang dengan berisik, memeriahkan pagi hari di kota yang tak pernah sepi. Beberapa saat setelah menemukan angkutan umum, ia pun bisa bernapas dengan tenang sembari melirik arloji yang menempel di tangan kanannya.

Di samping menikmati perjalanan menuju JIPS, Januariz melakukan pengelanaan waktu dalam pikirannya yang mulai kacau. Dimulai dari folder bertuliskan Juli yang ada di laptop ayahnya dan juga tentang April yang terancam dikeluarkan dari sekolah. Ia tak tahu alasan apa yang membuat April akan dikeluarkan dari sekolah. Mungkin saja tentang kasus bullying yang dilaporkan menjadi satu-satunya alasan yang masuk akal untuk saat ini.

Turun dari angkutan umum, Januariz berpapasan dengan April yang secara kebetulan baru saja turun dari mobil yang dikemudikan Muzdalifah. Gadis itu tersenyum cerah saat menemukan Januariz memandanginya.

"Hey, Jan!" sapa April, Januariz hanya membalas tegurannya dengan kening yang terangkat ke atas. "Lo ngerjain tugas lagi, nggak? Hati-hati loh bisa kena ciduk Bu Pundrama lagi kalau lo mau bolos dari kelas."

Untuk pertanyaan yang satu itu, Januariz tak menjawab. Hanya terus melangkahkan kaki dengan sebelah tangan yang menggantung tas di punggungnya. Kemudian, langkahnya terhenti, menatap ragu ke arah April ketika mereka melewati koridor kelas yang sepi.

"Kalau nanti lo dikeluarin dari sekolah, apa yang bakal lo lakuin?"

April ikut menghentikan langkah kakinya dengan dahi yang mengernyit. "Huh?"

"Pengawasan dari lembaga perlindungan anak masih berlangsung, meski Red Blood nggak pernah berulah lagi, tapi apa lo yakin sekolah nggak bakal bertindak lebih jauh—untuk licik misalnya?"

"Gue harus tahu kenapa sekolah ngeluarin gue, kalau alasannya nggak logis gue mau sekolah bertanggung jawab . Yah, kayaknya itu yang bakal gue lakuin."

Januariz tersenyum kecut. Memang terdengar semudah itu. Namun, dari apa yang ia dengar semalam, ayahnya benar-benar berniat menjatuhkan April—karena terus berulah dan ikut campur dalam kasus bullying Red Blood. Cara apapun yang akan April lakukan, pasti akan terdengar sangatlah mustahil.

Melihat tak ada sanggahan dari Januariz, April melambaikan tangan di depan mata lelaki itu dan menegurnya, "Jan?"

Januariz mengambil alih kefokusannya dan kembali melanjutkan langkah kaki, menelusuri koridor bagian kelas Akselerasi yang tampak sepi. "Lo juga belum jawab pertanyaan gue waktu itu."

"Pertanyaan apa?"

"Apa masalah lo dan Juli yang sebenarnya?"

"Ugh itu—" April meragu. Kalau dipikir lagi, ia sudah cukup lama menyembunyikan kecurigaan tentang Juli pada Januariz. Padahal, lelaki itu sudah banyak membantunya untuk menyelidiki kasus Septria. Dalam hal ini, Januariz pun wajib untuk tahu tentang dirinya dan Juli. "Gue sempat curiga kalau Juli tahu tentang kematian Septria."

"Kenapa lo bisa mikir gitu?"

Sejenak, April memasang tampang berpikir. Lalu menatap Januariz. "Lo ingat, nggak? Malam di acara ulang tahun Juli saat Owy mabuk? Setelah bongkar rahasia lo, Owy sempat menyinggung tentang Septria dan waktu itu gue lihat Juli kayak orang sedih. Jadi, gue buat asumsi kalau Juli tahu tentang Septria."

"Dan dia tahu?"

April mengangguk pelan, mengiyakan dengan wajah lesu. "Dia tahu dan itu bikin dia trauma. Kita nggak bisa menyinggung banyak hal tentang kasus itu ke Juli atau dia bakal serangan panik."

"Tapi, dia satu-satunya kunci jawaban tentang kasus Septria, kan?"

Kali ini, April menghela napas berat. Tak mengiyakan kalau hanya Juli yang bisa menjawabnya. Tidak. Mereka masih punya satu orang lagi.

Bersamaan dengan itu, seseorang memegang lengan April dari belakang membuat langkah keduanya terhenti dan menoleh.

"Owy?"

"Kita harus bicara sekarang," tegasnya kemudian menarik April secara kasar meninggalkan Januariz yang berdiri mematung dalam kebingungan. Melihat itu, Januariz tidak tinggal diam, ia pun menahan langkah April dengan meraih pergelangan tangannya. Owy menoleh ke arahnya dengan geram.

"Kalau lo mau nyalahin April karena Juli masuk rumah sakit, mending nggak usah."

"Lepas! Ini bukan urusan lo!"

"Lo juga lepasin April. Ngajak seseorang bicara nggak harus dengan narik-narik kasar, kan?"

Antara Januariz dan Owy, mereka saling melemparkan tatapan tajam yang menganut kekesalan. Di detik berikutnya, suara tepuk tangan yang berasal dari arah belakang mendominasi keheningan koridor kelas Akselerasi. Ketiganya tertegun saat menyadari bahwa sumber tepuk tangan itu berasal dari March Simpkins yang datang mengelilingi mereka sambil terkekeh puas.

"Wah-wah-wah, jadi, ini alasan lo keluar dari Red Blood, Man? Biar lo bisa bentak anak pemilik sekolah? That's cool, Owy!" seru March sambil memutari ketiganya yang masih terpaku di tempat.

"Tutup mulut lo!"

March terkekeh sembari memainkan telunjuknya ke arah Owy.  "Nggak-nggak. Beri gue dua alasan pilihan, yang pertama, lo keluar dari Red Blood hanya karena cewek yang, sorry, udah gila, atau yang kedua, supaya lo bisa bebas dan bisa bermasalah dengan anak yayasan?" March melirik ke arah Januariz yang hanya membalasnya datar. "Trus membongkar tentang rahasia Januariz yang lainnya?"

"Gue bilang tutup mulut lo, brengsek!" Kali ini Owy membentaknya dengan suara yang cukup keras. "Lo nggak tahu apa-apa tentang hal ini."

"Oh ya? Tapi gue ragu—karena gue ada di sana saat kejadian itu, Owy." Selanjutnya, March melemparkan smirk ke arah April. "Selama ini lo selalu penasaran kan, tentang Septria yang dibunuh di sekolah?"

Owy melepaskan genggamannya dari April dan maju mendorong kasar tubuh March Simpkins hingga terhempas ke tembok. "Sadar diri, brengsek! Lo juga pembunuh! Lo pikir lo berbeda? Hah?"

March tak membalas perlakuan kasar Owy, membiarkan tubuhnya tersandar di tembok koridor yang sepi dan mendongak ke atas, memperlihatkan kamera pengintai yang saat ini menyala ke arah mereka. March menunjuknya dengan satu jari. "Perhatikan sikap lo, Owy. Kita masih dalam pengawasan. Lo nggak mau melanggar perjanjian dengan ketua yayasan sekolah kan?"

"Perjanjian?" Owy berdecih. "Perjanjian huh? Bukannya elo yang buat perjanjian dengan ketua yayasan? Persetan dengan ketua yayasan, gue yang bakal angkat tangan sama kasus ini!"

"Okay. Good. Kasih tahu semuanya, Man. Mumpung di sini ada—tokoh utamanya, kan?"

Pembicaraan yang cukup rumit itu berhenti saat mereka mendengar langkah kaki Juni yang memantul jelas dalam pendengaran. Gadis itu terus melemparkan lirikan tajam ke arah March, melangkah semakin dekat hingga berdiri di depan lelaki itu tanpa mengucap sepatah kata pun. 

Sementara March menyambut tatapan tajam itu dengan senyuman manis. "Hey, sayang."

Plak!

Wajah March memerah usai Juni melayangkan tamparan cukup keras di pipi kirinya. March tersenyum manis alih-alih membalas perlakuan kasar Juni. "Whoa, easy, June. Lo terlalu agresif dan nggak sadar kalau lo terekam CCTV?"

"Gue jijik sama lo," lirih Juni tanpa berkedip sedikit pun. "Ngapain lo neror-neror adek gue? Huh? Ngapain lo ngirim dia video-video itu?!"

"Jadi, lo udah tahu?" March semakin menguraikan derai tawanya di depan Juni membuat gadis itu mengepalkan tangan. "Gimana rasanya, Juni? Saat lo tahu kalau lo punya seorang adik yang kejam? Bukankah, seharusnya lo marah sama tokoh utama?"

"Apapun yang terjadi, mau itu salah Juli—gue, tetap, dipihak dia dan gue nggak akan biarkan siapa pun menghancurkan Juli lagi. Jadi, tutup mulut lo mulai sekarang atau lo bakal berhadapan dengan orang yang salah," tegasnya lagi. "Oh, lo nggak pernah lihat seorang Juni Stanley berubah jahat, kan?"

"Apa lo bakal membunuh gue? Seperti Juli membunuh Septria?" Juni terpaku mendengar balasan dari March yang disertai senyum iblisnya. 

March baru saja mengungkap suatu kebenaran dan itu di depan Januariz dan April. 

Perlahan, Juni memutar kepala, melirik April dan Januariz yang tampaknya terkejut mendengar pernyataan itu. March melanjutkan sembari terkekeh, "C'mon, harusnya lo bukan marah ke gue, Juni. Tapi lo marah sama tokoh utama-nya."

April yang masih dalam posisi kebingungan itu mengernyit ke arah March, memberanikan diri untuk bertanya meski sebenarnya masih tarkejut dengan apa yang ia dengar. "Tokoh utama?"

March pun balas menatap April, sudut bibir kirinya tertarik ke atas membentuk seringai yang cukup puas, kemudian mengalihkan atensi ke arah Januariz. "Dia, tokoh utamanya."

Semua orang tak terkecuali April memandangi Januariz. 

Lelaki dalam pusat perhatian itu rupanya terpancing emosi, mengepalkan kedua tangan dengan tampang yang sama sekali tak memahami, apa inti pembicaraan dari kapten baseball itu.

"Lebih tepatnya bokap lo—seorang pemerkosa," lanjutnya.

Tak ada yang berani bersuara setelahnya, bahkan Januariz sendiri hanya bisa tertegun mendengar kenyataan yang baru saja terucap dari bibir March Simpkins. Membeberkan fakta yang mampu membuat orang-orang terhenyak berhasil membuat March puas.

"June, gue berusaha untuk membantu Juli. Gue juga mau buat keadilan untuk seseorang yang menjadi korban pelecehan dari ayah Januariz, tapi, lo lihat sendiri, kan? Januariz malah bentuk tim buat memberantas bullying." March terkekeh tanpa melepaskan atensinya dari Januariz. "Lo tahu, Man? Lo berlagak jadi pahlawan di sekolah ini, membantu April, tapi bokap lo juga sama kotornya. Untuk apa? Untuk apa lo bikin pasukan anti bullying kalau lo sendiri sadar sekolah yang lo lawan adalah hasil kerja keras bokap lo yang kotor itu?"

Seperti serangan mutlak yang diarahkan begitu saja padanya, Januariz bergeming dengan kepalan yang bergetar.

"Jadi, ke mana lo mau berpihak, Juni, huh?"

"Setelah lo neror adek gue dengan mengirimkan video itu apa lo masih nanya ke mana gue bakal berpihak?"

"Okey, biar gue buat ini jelas." March menatap antara April dan Juni secara bergantian, "Gue bakal nyebar video Juli hari ini kalau lo mau dan semua bakal tahu tentang kasus Septria dan siapa pembunuhnya."

"Brengsek lo! Lo mau—"

March menghentikan suara Juni dengan jari telunjuk yang mengarah pada hidung gadis itu. "Tenang sayang, gue belum selesai ngomong." March terkekeh menikmati kepalan tangan Juni yang semakin keras. "Kalau lo nggak mau hal itu terjadi, lo harus bisa menghentikan pengawasan yang dilakukan komnas anak dan dinas pendidikan. Yah, gue nggak peduli lo mau menentang April atau gimana, yang jelas lo harus bikin JIPS bersih dari tuduhan bullying yang dilaporkan April. Kalau nggak, gue bakal pastiin video ini tersebar seisi sekolah."

Juni mematung di tempat, memainkan segala pernyataan March dalam otaknya. Sesekali melirik April yang menggelengkan kepala, menyorotkan ketidak percayaannya terhadap kenyataan-kenyataan yang terucap hari ini.

Segalanya terlihat berantakan. Owy mendengkus kesal dan menarik Juni menjauh dari March atau April dan Januariz. Berlama-lama di sana hanya akan membuat emosi meledak dan segala hal menjadi sia-sia, terlebih saat semua orang telah mengetahui apa kesimpulan dari ucapan March Simpkins. 

Setelah berada di tempat yang cukup jauh, Owy menghentikan langkah dan menatap Juni.

"Dengar, jangan terprovokasi dengan apa yang March bilang, okey?"

"Tapi dia emang benar. Ketua yayasan adalah bajingan terbesar dalam kasus Septria, gimana kita bisa menyangkal itu?"

"Ya, untuk yang itu emang benar. Tapi, jangan terpengaruh dengan March. Jangan pernah sedikit pun lo berniat untuk ada dipihak dia." Juni hanya mengerling kesal ke arah Owy membuat lelaki itu tampak frustrasi, mengusap dahi dengan kasar, lalu kembali memegang bahu Juni. "Kita bisa bikin Juli sembuh, kita bakal bantu Juli."

"Dengan apa? Dengan cara menyebar video itu? Memberi tahu orang-orang kalau Juli juga ada di sana? March bakal melakukan itu hari ini. Nggak, Owy. Itu bukan membantu Juli, itu semakin menghancurkan dia."

"Juli bukan hanya tersangka! Tapi dia juga korban!"

"Apa?"

"Situasinya emang rumit, Juni. Tapi, Juli juga mengalami pelecehan dari ketua yayasan. Sekarang dengerin gue—kita bakal bantu Juli untuk nggak terlibat menjadi tersangka dalam kasus Septria." Juni masih menatapnya terkejut, berusaha menelaah apa yang diucapkan oleh Owy hingga ia melanjutkan. "Kita bakal buat dua tuduhan untuk kasus ini. Melaporkan ketua yayasan untuk dua kasus tentang Septria dan Juli. Dengan begitu, Juli nggak akan menjadi tersangka pembunuh dan ketua yayasan bakal menerima hukumannya."

Juli juga mengalami pelecehan?

Setelah mengerti akan maksud Owy, Juni menepis genggaman lelaki itu pada bahunya dan mendorong Owy kasar.

"Gimana kalian bisa nyembunyiin ini dari gue, Owy? Juli udah melalui itu semua sendirian. Kenapa? Apa alasan kalian nyembunyiin ini? Septria udah bunuh diri dan berikutnya—apa Juli, apa Juli juga bakal bernasib sama?"

"Juli terlalu takut buat ngatain kenyataan karena dia ada di sana. Dia—ada dalam video itu. Lo lihat, kan? Meski Juli emang penyebab Septria meninggal, tapi dia juga korban, Juni. Percaya sama gue, gue bersedia jadi saksi untuk ini, demi Juli. Lo paham, kan?"

Juni menelan saliva saat mendengar penjelasan itu. Jauh dari lubuk hatinya, ia masih ragu jika adiknya takkan mungkin terseret dalam kasus Septria, karena kenyataannya, Juli ada di sana—ada dalam video CCTV yang memuat kejadian Septria dan ketua yayasan mereka.

Dengan suara yang bergetir, Juni memalingkan tatapan ke tempat lain. "Gue mau ketua yayasan mendekam di penjara selamanya. Tapi, gimana? Gimana caranya kita bisa melakukan itu tanpa menyeret Juli? Gimana, Owy?"

Lelaki itu tampaknya ragu untuk memberi jawaban kepada Juni. Namun, demi memperbaiki suasana, juga kesembuhan gadis yang ia cintai, Owy pun memantapkan hatinya.

"Kerja sama dengan April."

🐾

🐾

Continue Reading

You'll Also Like

3.9M 111K 11
Tau bagaimana rasanya mencintai seseorang yang sedang mencintai orang lain? Tau bagaimana rasanya memprioritaskan seseorang yang sedang menomor satuk...
711 279 52
Kukira mendapatkanmu kembali hanya sebuah mimpi, tetapi pada kenyataannya mimpi itu menjadi suatu hal yang nyata. ~Rasya Ashaz Gohan~ Aku mengira dia...
Fortiden By ping

Teen Fiction

224K 20.1K 22
Cek akun wattpad @grasindostoryinc untuk cerita yang lebih lengkap! *** Hidup Aileen benar-benar mengalami perubahan total sejak ayahnya terpidana se...
256K 21.4K 26
Aku menulis cerita ini hanyalah untuk memuaskan khayalanku. Memuaskan khayalan kalian bagi para pembaca yang mulai muak dengan masalah di setiap ceri...