ALLESYA

By fatehanu12

60.8K 3K 613

Amazing cover by : @seulwoonbi "Gue ingin bahagia, tapi kebahagian sangat sulit untuk mendekat kearah gue. Ke... More

1. Allesya Arfani
2. 11 Otomotif 1
3. Geng Cabe
4. Illa Mazka
5. "Gue kangen lo, All,"
6. Agil Mahendra Dinar
7. "Gila aja, lo!"
8. Hari Senin
9. Bad Day
10. Dia...Datang!
11. Rest
Visualisasi Tokoh
12. What Heppen?
13. Pelipur Lara
14. Kejutan Pahit
15. Tonight With You
16. Oh, Shit!
17. Penampilan Baru
18. Satu Fakta
19. Moodboster
20. Penguat Diri
21. Perjalanan
22. Sebuah Pengakuan
23. Refreshing
24. Sebuah Pengakuan [2]
25. Perjalanan Berakhir Kesinisan
26. Dia Yang Kembali
Playsong Allesya
27. Dia Yang Terdiam
28. Kabar Memilukan Semua Insan
29. Kacaunya Sang Pelabuhan
30. Luka Menyakitkan
31. Whats Wrong?
32. Trapped
33. Clubbing
34. Rusuh
35. Pertunangan
36. Salma dan Allesya
38. Terbongkar
39. Akhir dari Semuanya
40. Kacaumu Kacauku
41. Belum Berakhir

37. Ungkapan Rasa Yang Pernah Hilang

788 47 3
By fatehanu12

Pagi beranjak menjadi malam. Malam yang ditemani bulan dan bintang dengan cahaya temaramnya.

Menerangi dua manusia yang sedang duduk di balkon apartemen dengan cerita-cerita yang sangat rumit dipikirkan.

Dito mencoba untuk membuka suara, “Lo punya rahasia apalagi?”

Allesya menatap Dito sekilas dan memandang langit yang berwarna biru tua dengan kerlap-kerlip sebagai hiasannya. “Tapi lo bakal percaya, kan?”

Dito mengangguk dengan tatapan lurusnya.

Hening hingga lima menit. Dito sibuk dengan pikirannya, Allesya pun demikian.

“Dito sebenarnya gue itu ....” Gadis itu mulai membuka suara dan menggantung kalimatnya hingga membuat Dito menoleh. “Jangan bahas ini dulu. Kita bahas soal Agil dulu aja, gimana?”

Cowok yang di mintai persetujuan itu hanya manggut-manggut, “Kalau gue pikir-pikir, kenapa gue harus mikir?” Ia mengusap dagunya.

Pertanyaan itu membuat Allesya keki sendiri. “Apaan, sih, elo! Gue lagi serius.”

“Hahaha, gak usah tegang amat kali.” Dito terkekeh dengan gurih.

Gadis berambut panjang itu kembali mengatur napasnya. “Dito, kalo lo ngelihat gue itu benci sama Agil apa gimana, sih? Gue bingung.”

Cowok beralis tebal itu menatap Allesya. Ia mengubah posisi duduknya yang tadinya sama-sama menghadap depan, kini saling berhadapan.

“Alle, kalau lo tanya soal itu ke gue, jujur gue gak tau. Karena yang tau jawabannya, yang tau gimana rasanya, itu elo bukan gue.” Dito menatap mata Allesya dengan serius.

“Di otak gue, rasanya itu benci banget. Tapi di hati gue yang paling dalam, gue kecewa sama keadaan.”

Allesya sudah tau rasa ini. Tapi ia tidak tau apa arti dari perasaan ini. Perasaan yang membuat malamnya tak nyaman. Perasaan yang membuat pagi siangnya tak bergairah.

Dito mengangguk. “Semua yang tau jawabannya elo, All. Perlu gue ingatkan, bahwa kebencian itu impas. Elo mandang dia buruk, dan dia mandang elo juga buruk.”

Cowok itu menepuk pundak Allesya dengan lembut. “Pertanyaannya, apakan elo mandang dia buruk?”

Tangan Dito berpindah posisi di dada tengah Allesya, dengan jari telunjuknya ia menyentuh dada itu dan berkata, “Coba cari jawabannya disana. Barangkali ketemu.”

Sikap Dito yang seperti inilah yang seringkali membuat Allesya salah tingkah. Ia lebih suka jika cowok itu bersikap konyol dan gila. Namun, seiring bertambahnya usia, berkurang jua gilanya.

Allesya justru lebih bingung lagi dengan perasaannya ketika Dito memberikan perhatian lebih saat ia sedih, galau, terpukul, dan lainnya. Dito yang gila terlihat sangat dewasa dan bijaksana.

Namun, ia tidak berharap untuk memiliki Dito dengan seutuhnya. Karena ia tahu, jika ia bahagia maka kata kehilangan akan terulang.

“Semenjak semuanya terbongkar, sikap Agil ke gue perlahan-lahan berubah, Dit. Sampai pada saat ini, gue merasa kalau sama sekali engga kenal dia.”

Dito menghela nafasnya dengan panjang. “Dia engga berubah. Hanya saja dia sedang memperlihatkan sifat aslinya.”

Allesya terbelalak mendengar jawaban Dito, membuatnya segera bertanya, “Sifatnya emang gitu, Dit?”

“Hm, entahlah.” Cowok yang masih memakai kemeja kantor itu mengendikkan bahunya.

Allesya mencebikkan bibirnya. Ia teringat satu hal, “Eh, lo belum makan, kan?”

Dito mengangguk dan terkekeh. “Masakin.”

“Ye, kampung.”

Mereka segera beranjak dari balkon apartemen menuju ke dapur. Allesya berjalan duluan, sedangkan Dito menarik lengan kemejanya sampai siku.

“Masak telur aja, ya. Gue belum belanja, nih. Dari kemarin makan diluar mulu.” Allesya membuka kulkas sembari mengambil empat telur ayam.

Gadis itu segera mengikat rambutnya yang tergerai dan memakai apron supaya bajunya tidak kotor. Ia ingin membuat tumis telur mata sapi dengan tingkat kepedasan yang teramat sangat. Karena mereka berdua sama-sama menyukai rasa pedas.

Di sela-sela kegiatan Allesya, Dito memandang punggung dan tangan Allesya yang lincah meracik bumbu.

Gadis itu selalu terlihat cantik meskipun memakai baju apa adanya. Rambut yang di cepol membuat leher putihnya terlihat jenjang.

Hanya butuh waktu seperempat jam untuk memasak.

Allesya segera meletakkan diatas piring hasil masakannya itu. Lantas menaruhnya di meja makan, di depan Dito.

Cowok itu tidak tinggal diam. Ia segera mengambil dua piring dan membubuhkan nasi diatasnya. Dengan cepat dan hati-hati Dito meletakkan piring diatas meja makan.

“Uwih, tumben bantuin. Biasanya lo tinggal makan.” Allesya mencibir Dito dengan sinis.

“Geb, muter deh elo.” Cowok berambut cepak itu segera melepas kaitan apron Allesya. Dito menelan salivanya dengan susah payah lantaran melihat leher Allesya.

Sedangkan Allesya merasakan dada yang berdegup kencang dan pipi yang panas. Sebisa mungkin ia mengendalikan tingkahnya.

“Udah selesai, nih. Makan, yuk.” Dito segera melepas apron Allesya dan menaruhnya di tempat gantungan.

Setelah itu mereka makan dengan keadaan yang hening. Menyisakan suara dentingan piring dan sendok yang saling beradu.

***

Ting Tong ...

Tepat Dito pulang, bel apartemen Allesya kembali berbunyi.

“Dito ngapain lagi, sih? Mau istirahat juga digangguin aja.” Allesya bergumam dengan kesal.

Ia segera membuka pintu dan ...

“Hai, Allesya?”

Gadis yang disebut itu hanya menampakkan muka datarnya. Tanpa diminta sekalipun tamu itu segera memasuki apartemen Allesya.

“Ngapain kamu kesini?” tanya Allesya dengan ketus.

“Aku kangen kamu.”

Blam. Hati Allesya terasa seperti disambar petir. Haruskah ia senang atau sedih?

Gadis itu menarik napas dengan dalam. “Gak usah ngaco, Gil. Kamu itu udah tunangan.”

Agil.

Ya, orang itu. Mantan kekasihnya sekaligus saudara tirinya.

“Udah lama, ya, aku gak kesini.” Agil menengadahkan kepalanya menyapu langit-langit apartemen Allesya dan perabotannya. “Gak ada yang berubah. Aku seperti kembali disaat dulu.”

Allesya bingung dengan kedatangan Agil. Cowok itu datang dengan membawa kalimat-kalimat nostalgia.

Haruskah Allesya sedih atau bahagia? Bukankah ini yang diinginkannya?

“Gil, mending kamu keluar deh dari sini. Aku gak mau ada yang lihat dan nanti bisa jadi salah paham.”

Agil segera menatap Allesya, “Gak mau.” Ia melangkahkan kakinya mendekat kearah Allesya, yang membuat gadis itu memundurkan langkahnya.

Sayangnya, ia terjebak. Di belakang adalah tembok.

Membuat Agil menciptakan jarak yang sangat dekat. Ia menatap mata Allesya dengan dalam. “Aku gak bisa pergi malam ini. Karena aku masih cinta kamu.”

Entah kenapa kalimat itu membuat Allesya sedikit takut. Pikirannya melayang kemana-mana. Ia takut di ...

“Aku gak bakal nidurin kamu. Jangan mikir aneh-aneh, ya.” Agil seolah-olah tahu apa yang dipikirkan adik tirinya itu. Ia membelai rambut adiknya dengan lembut dan penuh kasih sayang.

Allesya sangat merindukan belaian itu. Tapi ... ia tidak boleh terbuai.

“Allesya, aku cinta kamu. Kamu masih cinta sama aku, kan?” Agil mengulang kalimatnya lagi dengan harapan Allesya akan membalasnya.

Shit. Sudah empat tahun dia berubah dengan susah payah Allesya berusaha menghilangkan rasa cinta. Tapi kini ... Agil datang dan mengatakan kalimat itu lagi.

Allesya segera tersenyum. Membuat Agil juga ikutan tersenyum. “Cinta itu dijalani dua orang. Kalau yang menjalani cuma satu orang, bukan cinta namanya. Tapi hanya sekedar rasa yang ada.”

Kata-kata Allesya membuat kakak tirinya itu tertegun dan mundur. Kini, gadis itu bisa bernapas dengan lega.

“Aku cinta kamu. Kamu cinta aku. Bukannya itu dilakukan oleh dua orang?”

Allesya tersenyum sinis. “Kalau kamu cinta aku, kamu gak bakal mengikat gadis lain, Gil. Kamu ninggalin aku tanpa kalimat dan alasan, dan sekarang kamu mengungkapkan rasamu itu? Egois.”

Agil mendesah pelan, “Tapi kamu sudah tahu alasannya, Allesya.”

“Iya, aku tahu. Kamu gak salah. Tapi caramu yang salah. Kita sudah dewasa. Kita sudah punya jalan masing-masing. Tak perlu mengingat hal yang sudah dulu. Karena itu cuma masa lalu.”

Apakah kalimat itu menandakan berakhirnya hubungan mereka?

Pahit atau manis, senang atau perih, semua rasa itu memang selalu berkaitan. Tapi jika salah satu sudah memiliki jalannya, maka jangan dipaksakan untuk bersama.

Takdir tidak pernah jahat, tapi kita yang menentang akal sehat.

***
Hai, man teman! Mohon dibaca!✨

Ada yang kangen part Agil dan Allesya gak? Itu udah disediain wkwk.

Hubungan Salma dan Allesya belum terungkap, nih👻

Jika kalian gak sabar buat tau, kalian harus ngevote hehe, maksa ini!

Kali ini aku mentargetkan vote sebanyak 30+!♥
Janji deh abis part ini, part berikutnya hubungan Salma dan Allesya ya.

Jika vote belum terpenuhi, mohon maaf tidak bisa update.

Ayolah, masa yg baca banyak yg vote komen cuma dikit hehe. Saling menghargai yuk.🤗

Vote kalian adalah dukungan buat aku. Pumpung lagi puasa nih, insyaallah dapat pahala jariyah. Semangat puasanya, ya!🙏

See you next part!♥

Continue Reading

You'll Also Like

5.8M 248K 56
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
5.5M 365K 67
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...
406K 29.5K 26
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
984K 48.3K 64
Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangan...