Seamless (TERBIT)

By meydiy

391K 54.7K 45.6K

*** PEMENANG WATTYS 2021 *** (SUDAH TERBIT DI PENERBIT OLYMPUS) CONTENT WARNING!!! Selamat Datang di JIPS; se... More

Prolog
1. Januariz
2. Stranger
3. Tribunnews
4. March
5. April
6. Kesukaan Tomori
7. Lomba
8. Juni Stanley
9. Ulang Tahun Juli
10. Boneka JIPS
11. August
12. Jangan Takut
13. Bertemu Lagi
14. Yue
15. Novesh
16. Realita
17. Dugaan
18. Mencari Jawaban
19. Sebuah Harapan
20. Tim April
21. Red Blood Yang Buruk
22. Reaksi
23. Larangan
24. Bermuka Dua
25. Rahasia Antara Mereka
26. Ada Apa Dengan Juli?
27. Pembunuh
28. Panic Room
29. Runtuh
30. Disalahkan
31. Sedikit Cerita
32. Peneror
33. Kenyataan
34. Bergabung di Tim April
35. Kesialan
36. Berantakan
37. Kesalahan Yang Sama
38. Bahaya!
39. Satu Hal Lagi
40. Hangat
42. Lingkungan Baru
43. Bermula
INFO TERBIT
INFO TERBIT (2)
VOTE COVER
INFO TERBIT (3)
TERBIT!
OPEN PRE-ORDER !

41. Mengungkapkan Kebenaran

4.7K 945 708
By meydiy

Hari ini adalah sidang pertama atas penuntutan keluarga Stanley dan Hanum kepada Fedelin William selaku ketua yayasan JIPS karena menjadi tersangka utama penutupan kasus bunuh diri yang dilakukan tiga bulan yang lalu. 

Tiga bulan yang lalu, saat segala hal terlihat kacau bagi Owy yang saat ini sedang duduk dengan wajah yang tertekuk kusut di depan Bu Pundrama. Melakukan kesaksian atas apa yang ia alami sebagai seorang saksi dari kejadian Septria Hanum. Katakanlah lelaki itu sedang gugup sekarang, karena pengakuannya akan disaksikan secara langsung di pengadilan nanti. Namun, sebelum itu, Owy mempersiapkan mentalnya di depan Bu Pundrama dan Pak Toni yang ingin mendengar semua cerita itu secara khusus di ruangan konselor. 

Di sinilah Owy sekarang, di ruangan konselor. Selain diisi oleh kehadiran Bu Pundrama dan Pak Toni, Januariz juga turut serta berada di ruangan, duduk di belakang Owy seraya menyimak. 

"Jadi, apa itu benar bahwa saudari Septria pernah meminta bantuan kepada Bu Pundrama?" Sebagai awal, pertanyaan itu ditujukan Pak Toni kepada Bu Pundrama yang sedang menautkan jemarinya di atas meja. Berdehem sedikit untuk menetralkan raut wajahnya yang ikut tegang.

"Ugh ...," tampaknya Bu Pundrama memang kesulitan menjawab pertanyaan itu. Mungkin karena masih merasa takut. "Ya, pak."

"Apa tidak ada sedikit pun niat dari Ibu untuk membantunya?"

"Tak ada bukti yang bisa menyatakan kebenaran gadis itu. Sebagai guru konselor, saya tentu membutuhkan bukti yang sangat kuat, pak."

"Atau karena Ibu takut dipecat?" Owy menimpali dengan tatapan kosong yang terpatri dengan suara datar.

"Tidak, bukan begitu, Owy," tegas Bu Pundrama lagi. "Juli tidak menjelaskan bahwa dirinya adalah korban, ia hanya menjelaskan bahwa ia telah melakukan kesalahan dan itu tepat di hari kematian Septria. Dan Septria, dia tak pernah menghubungi Ibu lagi untuk memberi bukti, ia juga tak pernah menemui Ibu setelah itu."

Masih dalam tatapannya yang mengandung kekosongan, Owy tersenyum kecut. Melakukan kilas balik dalam ingatan atas apa yang sebenarnya terjadi—jauh sebelum ia berada di ruangan konseling ini.

▪ Flashback On ▪

"Selamat bergabung menjadi anggota Red Blood. Patuhi perintah yang sudah kutempel pada loker kalian masing-masing dan bekerja keraslah untuk kesukesan tim nanti."

Pelantikan baseball yang diselenggarakan oleh pelatih, ketua yayasan dan kepala sekolah di aula terbuka JIPS adalah hal yang paling ditunggu-tunggu Owy Rener sejak ia masuk ke dalam sekolah itu. Mengikuti seleksi selama sebulan lebih, ia berhasil dilantik menjadi seorang pitcher dengan nama yang paling pertama dibacakan. 

Bangga. Tentu saja ia bangga.

Alasan pertama Owy masuk pada tim baseball adalah ingin menggapai Juli yang namanya semakin melejit di Jakarta. Menjadi seorang selebriti, model bahkan brand ambassador dari skincare ternama dengan jumlah followers Instagram berjuta-juta membuat Owy minder. Ia menyukai gadis blasteran itu sejak mereka duduk di bangku SMP. Tetapi, sayangnya, Juli sangat sulit digapai hingga satu-satunya cara yang terpikirkan adalah menjadi terkenal sama seperti Juli.

"Beri hormat kalian pada ketua yayasan dan kepala sekolah!"

Lantas, para atlet memberi hormat dengan mengangkat tangan hingga ke samping pelipis mereka selama beberapa detik lalu diturunkan kembali.

Bertepatan dengan itu bunyi gedebuk dari arah belakang membuat para atlet, pelatih, kepala sekolah bahkan ketua yayasan memusatkan perhatian mereka pada seorang lelaki yang baru saja melompati tembok gedung auditorium JIPS yang terhubung dengan jalan raya. Lelaki yang menjadi pusat perhatian itu tertegun dalam beberapa saat ketika menyadari bahwa gedung itu sedang digunakan untuk melantik para atlet baru.

Owy memperhatikan penampilannya; rambut kering yang berantakan, seragam sekolah yang kusut, ransel putih yang menggantung di sebelah punggungnya, dan sepatu yang diikat asal-asalan. Dia terlihat seperti lelaki berandalan sekarang. Bahkan semua atlet pun tahu akan hal itu. 

Kepala sekolah melirik sekilas ke arah ketua yayasan yang sudah memancarkan tatapan tajamnya. Namun tak berlangsung lama, karena lelaki itu terlihat tak peduli pada keadaan sekitar. Ia melangkah pergi, meninggalkan raut wajah kebingungan pada setiap orang yang berada di sana.

Owy kenal lelaki itu ketika pendaftaran atlet dibuka. Lelaki itu berada di urutan terbawah pendaftar dan tak lulus dalam seleksi atlet karena seringkali bolos mengikuti pelatihan. Selidik demi selidik, Owy akhirnya tahu, siapa namanya.

"Januariz William!" tegur kepala sekolah. 

Ya. Dia adalah Januariz William. 

Lelaki yang masih berlenggang cuek bebek itu tak mengindahkan panggilan dari kepala sekolah. Punggungnya bergerak semakin menjauh, hingga kepala sekolah mulai merasa geram dan ingin menyusul Januariz, tetapi Fedelin memberi simbol dengan tangannya agar tidak mempedulikan Januariz dan kembali melanjutkan pelantikan. 

🐾

"Akhirnya kita bisa setim juga, man." 

Owy menoleh ke arah sumber suara yang menegurnya ketika berada di loker. Mendapati kehadiran March Simpkins, kapten baseball serta teman sekelasnya berada di belakang, melemparkan senyum persahabatan ke arahnya. 

Sebelumnya, Owy memang sempat berkenalan dengan March saat sedang mengikuti tahapan-tahapan seleksi atlet. March selalu bersama kawan-kawannya di tribun duduk, tertawa-tawa, pada hal lucu yang sama sekali tidak diketahuinya.

Selang berapa detik hening, Owy berdehem dengan senyuman canggung. "Hm, ya."

"Mau join malam ini? Ada party di rumah gue, untuk merayakan hari pertama kita sebagai Red Blood."

"Party?" 

March mengangguk. "Lo bukan tipe cowok cupu di kelas Akselerasi yang harus belajar tiap malam, kan?"

Owy terdiam sejenak mendengarnya. Mengenai cowok cupu di kelas Akselerasi, sepertinya March menyinggung tentang beberapa lelaki cerdas dengan segudang ambisi yang jarang sekali bergaul satu sama lain. Atau biasanya kelar Reguler mengatakan mereka anti sosial. 

Owy menutup pintu loker, melangkah bersamaan dengan March menuju kelas. "Uh, apa semua atlet wajib buat bikin party?"

March tergelak usai Owy melontarkan pertanyaan itu. "Man, semua atlet melakukan hal keren kayak gitu. Bersenang-senang aja Man, toh bentar lagi juga ujian semester bakal dimulai, kan? Bentar lagi kita bakal sibuk buat bikin kelompok belajar."

Bruk!

Keduanya menghentikan langkah saat seorang gadis tak sengaja menabrak lengan March dan menjatuhkan buku-buku di depannya. Gadis itu mendongak kesal ke arah Owy dan March, lalu memungut buku-buku tersebut dan membawa kembali ke dalam pelukan. Setelah itu, ia melirik ke arah Owy. 

"Tugas kelompok lo, kerjain sendiri! Gue sibuk." Gadis itu menyahut jutek dan berlalu secepat kilat. 

Namun sebelum melewati keduanya, March menghadang langkah gadis itu dengan sebelah tangan yang terjulur ke samping hingga membuatnya mendelik kesal. 

"Kalau udah nabrak orang itu, harus tahu cara minta maaf, paham?" ujar March.

"Ngapain gue harus minta maaf?"

March berkacak pinggang, mendekatkan tubuhnya ke arah gadis itu. "Lo nggak tahu? Gue sekarang Red Blood. Salah satu yang harus disegani di sekolah."

Gadis itu melemparkan senyuman tipis sedangkan matanya menatap awas ke arah March. "Oh selamat deh, anggota Red Blood. Tapi, lo belum punya prestasi apa pun kan selama di JIPS?" 

Sementara Owy yang mendengarnya, menahan tawa. Pernyataan gadis itu benar-benar meruntuhkan kesombongan March yang terdengar menggelikan. Satu poin plus untuknya!

Seperti sebuah kemenangan yang mutlak pada diri gadis itu, ia menyingkirkan tubuh March yang sejengkal mendekat ke arahnya, dan kembali melangkahkan kaki. 

March tak ingin kalah begitu saja, ia membalikkan tubuh dengan pelan, kembali bersuara.

"Apa lo juga udah menyumbang prestasi selama di JIPS?" Sukses, langkah gadis itu terhenti dan kembali menatapnya kesal. "Lo baru aja terpilih jadi peserta cerdas cermat, 'kan bulan ini? Sayangnya, lo masuk peserta cerdas cermat karena terpaksa gantiin April yang lagi ikut lomba lain. Artinya, lo—hanya pilihan paling terpaksa dari sekolah untuk menyumbang prestasi. Apa gue benar, Septria?"

March memang benar, tetapi gadis bernama Septria hanya memutar bola matanya dan tak merespon sanggahan dari March Simpkins. Tubuhnya bergerak menjauh dengan langkah yang sangat cepat. 

"Apa sih enaknya adu mulut sama cewek?" sergah Owy sembari menggelengkan kepala. 

"Ya sebagai cowok kita nggak boleh kalah sama cewek. Kita harus nunjukkin, kalau lelaki itu juga bisa adu mulut." Owy hanya mendengkus mendengar jawaban itu, "Lagian, itu tuh cara buat bersenang-senang. Santai aja kali."

Owy tak mengeluarkan sepatah kata lagi saat mengetahui bahwa kapten baseball yang sedang berjalan bersamanya pastilah membawa pengaruh buruk. Memangnya, apa yang menyenangkan dari bertengkar dengan seorang gadis? Sebagai seorang lelaki, hal itu justru memalukan. 

"Nih, lo perhatiin baik-baik gimana caranya senang-senang."

March menepuk bahu Owy saat keduanya melintasi taman JIPS, bagian sekolah yang tak begitu ramai. Di sana, seorang lelaki dengan porsi tubuh kerdil sedang duduk, menikmati sebotol air minum dan sepotong sandwich dalam pangkuannya. Dipaksa untuk menyaksikan March, Owy mematung di tempat, dengan netra yang mengamati gerak-gerik kapten baseball itu.

Sesampainya di sana, March menampik tangan lelaki itu hingga membuat botol air minumnya terjatuh. Isinya membasahi dagu hingga seragamnya. Lelaki itu mengernyit kebingungan ke arah March yang sudah terkekeh. Lalu, March mengangkat salah satu kakinya, menginjak sandwich dalam pangkuan lelaki itu dan mendekat. 

"Wah! Ada kurcaci makan enak nih!"

Owy tak mengerti, kenapa lelaki itu hanya diam saja dengan wajah linglung. Seharusnya ia melawan. Walaupun memang kelihatannya ia tak sepadan dengan March yang mempunyai tubuh atletis, tetapi, bukankah ia punya harga diri di mana makannya diinjak begitu saja tanpa perasaan?

March membalikkan tubuh ke arah Owy, "Ini cara bersenang-senang, Owy. Lo lihat, 'kan? Dia ketakutan sekarang."

Owy mengernyit tak percaya ke arahnya, menggelengkan kepala. March sangat keterlaluan, ia tak seharusnya bersenang-senang dengan cara membuat seseorang menderita seperti itu. 

Itu bukanlah cara bersenang-senang. 

Itu adalah bullying! 

Owy bersiap untuk menarik March Simpkins dari sana. Namun, saat sebuah bola kasti melayang ke arah kepala March, Owy enggan melangkah. Reaksi tak terduga datang dari March yang tiba-tiba merubah raut wajahnya menjadi geram. 

"Sialan!" pekiknya. Ia celingukan kepada setiap orang yang berada di taman, mencari siapa saja orang yang berani melemparkan bola kasti ke arahnya tanpa dosa. "Siapa yang mukul gue? Hah?"

"Maaf, nggak sengaja." 

Suara datar yang berasal dari belakang membuat March membalikkan tubuh. 

Rupanya, si pemukul bola itu adalah Januariz William, lelaki membosankan yang sering membolos saat seleksi atlet baseball. 

March berdecih, maju sejengkal ke arah Januariz dan menarik kerah seragamnya. "Nggak sengaja lo bilang? Man, bola itu kena kepala gue dan lo bilang nggak sengaja?!"

Sedangkan Januariz hanya mengerjap dengan wajah datar. Tangannya menggantung santai di balik saku celana seakan tak tergerak untuk takut akan geraman dari March Simpkins. 

"Kalau pun gue sengaja, mungkin itu balasan setimpal karena lo udah gangguin orang lain di taman ini. Lo—berisik, dan mengganggu waktu tidur gue di taman ini. Ngerti?"

Cengkraman pada kerah seragam Januariz, semakin kuat. Sepertinya, March benar-benar emosi. Owy menghela napas kesal dan menghampiri keduanya, cukup muak ketika melihat March bertingkah seenaknya di taman ini, padahal apa yang ia lakukan sama sekali tak menyenangkan. 

Sedetik kemudian, March melayangkan kepalan tangannya mengenai pipi Januariz. Lelaki berwajah datar itu terpental ke samping, tak melawan dan membiarkan kerah seragamnya kusut hasil cengkraman lawannya. March belum juga puas, ia kembali menghujam Januariz dengan pukulan-pukulan tanpa henti, bahkan ketika Owy melerai perkelahian itu, ia ikut mendapatkan bogem mentah dari March hingga terjatuh. 

 "Berhenti, kalian!" teriakan Bu Pundrama menggelegar isi taman. 

March pun berhenti dengan napas yang tersengal, membiarkan Januariz yang mulai lebam, terduduk di tanah tak berdaya. 

Bu Pundrama terkejut saat mengetahui bahwa lelaki dalam keadaan lebam itu adalah Januariz. Lantas, ia melotot ke arah March yang sudah menyeringai puas melihat lawannya kewalahan, "Kamu, ikut ibu!"

Belum sempat mereka bergerak menjauh, pelatih baseball menghampiri mereka dengan wajah panik. Menatap antara Owy, March dan Januariz secara bergantian. Hanya ada deru napas berat yang terdengar, hingga akhirnya pelatih menunduk ke arah Bu Pundrama. "Biar saya yang menangani mereka, bu."

Bu Pundrama tak dapat berkata apa-apa lagi. Dibanding mengurus March Simpkins, ia memapah Januariz dan bergegas menuju UKS. Sedangkan pelatih menyuruh March dan Owy untuk mengikutinya ke ruang baseball

"March Simpkins, apa yang kamu perbuat pada Januariz? Huh?"

"Maaf, coach. Tapi, dia yang duluan."

Pak pelatih tampak frustrasi, ia mengacak-acak rambut dengan kesal dan mencoba untuk bernapas tenang. "Dengar, setelah ini kalian harus membuat surat permintaan maaf yang ditanda-tangani oleh kepala sekolah dan meminta maaf kepada Januariz. Paham?"

"Minta maaf, coach?" bantah Owy, tak terima. "Saya nggak bertengkar, kenapa saya juga ikut minta maaf?"

"Karena kamu ada di sana, paham, Owy?!" tegas pelatih sekali lagi. "Dan ingat ini, jangan pernah bermasalah dengan Januariz William atau kalian akan dikeluarkan sebagai sampah Red Blood tahun ini. Catat itu mulai sekarang. Januariz bukan siswa yang harus kalian permasalahkan, dia adalah anak dari ketua yayasan. Jadi, jangan pernah sekali pun kalian mengganggu dia lagi."

🐾

Rupanya, berteman dengan March Simpkins tak semenyenangkan itu. Hari pertama berbicara dengannya saja, Owy langsung mendapatkan masalah. Ia tak habis pikir, bagaimana bisa ada seorang siswa dengan karakter seperti March Simpkins yang bertingkah seenaknya di sekolah hanya karena ia menjadi bagian dari Red Blood? Jelas tak masuk akal dan itu sangat menggelikan. 

Selepas membuat surat permintaan maaf, Owy bersiap-siap menuju ruangan kepala sekolah. Mencapai undakan tangga, ia mendengar suara Juli sedang berbicara di telepon dengan seseorang. Owy mengembangkan senyum, mengintip ke bawah untuk menguping pembicaraan Juli. 

"Mom, hanya karena aku jadi selebriti, bukan berarti aku nggak bisa meraih juara. Aku juga bisa jadi kayak Juni, mom. Trust me."

Senyum yang tadinya mengembang dari bibir Owy, pudar perlahan. Tentang bagaimana suara memelas Juli yang meyakinkan Ibunya bahwa ia bisa mendapatkan peringkat disela-sela kesibukannya dalam dunia entertainment. 

"I know, okay? Aku tahu mommy nggak suka kalau aku lebih fokus jadi public figure, but that's my dream, Mom. Aku nggak bisa berhenti. Aku janji bakal bagi waktu untuk fokus di kelas Akselerasi. Aku juga pasti bakal jadi peringkat kelas, mommy jangan khawatir."

Dari intonasi memelas Juli, bisa dipastikan bahwa gadis itu sedang bermasalah dengan mommy-nya. Sewaktu SMP, Owy pernah mendengar pembicaraan Juli dan mommy-nya saat pembagian rapor. Mereka mempermasalahkan nilai Juli yang lebih rendah dibandingkan kakaknya—padahal mereka berada dalam kesibukan yang sama.

Setelah itu, Juli memutuskan telepon sepihak dan menyimpan ponsel dalam genggaman. Wajahnya terlihat cemas. Owy pun memutuskan menghampirinya, menyentuh bahu gadis itu dari belakang hingga membuatnya tersentak. 

"Bisa nggak sih, jangan ngagetin gue gitu?!" pekik Juli dengan wajah kesal.

Owy terkekeh mendengarnya. "Ada masalah lagi?"

"Lagi?" ulang Juli, "Lo nguping kan tadi?"

"Gue selalu tahu, Juli. Lo nggak perlu nyimpan semuanya sendirian."

"Jangan sok tahu tentang gue."

"Lo selalu berusaha jadi kayak Juni, tapi lo tahu kalau lo nggak mampu. Lo hanya perlu bilang ke nyokap lo kalau potensi kalian berbeda. Hanya karena kalian kembar bukan berarti semuanya harus disama-samain."

Juli menghela napas kesal, memutar bola matanya dan melirik Owy. "Thanks, tapi gue nggak butuh saran lo."

Juli pergi meninggalkan Owy setelah berucap seperti itu. Menyakitkan memang, ketika gadis yang dicintai menolak segala sarannya mentah-mentah seakan ia hanyalah orang asing dalam hidup Juli. Juga, cara apa pun yang akan Owy lakukan sepertinya tak ada celah untuk bisa memikat hati Juli, bahkan dengan menjadi terkenal pun. 

🐾

🐾

Well, selama beberapa part ke depan kita bakal masuk ke masa-masa flashback. Jadi, semoga semuanya belum bosan dengan cerita seamless ya.

Continue Reading

You'll Also Like

55.3K 4.7K 46
Kedatangan Andara Lexania dalam kehidupan Ali, sangatlah tidak terduga dan tidak dapat dihindari. Segala tingkah konyol dan nekatnya, Andara berhasil...
745 226 24
"Gue boleh izin jatuh cinta?" "Jatuh cinta kan, nggak perlu izin. Kita bebas mencintai siapa pun." © 2022 all rights reserved by nsyana2512
50.9K 4K 24
"Selamat datang di Ambrosia House" Ellene Charlotte awalnya hanya tertarik pada Ambrosia House sebatas pekerjaan belaka. Ketika disambut oleh seorang...
27.5K 2.2K 30
~Bayangan Mafia di Balik Kerudung~ Semua bermula ketika seorang pria tampan yang terluka di sekujur tubuhnya, di temukan tidak berdaya di belakang...