Almost Paradise [COMPLETED]

By IronHeights

14.9K 2.9K 357

[PROSES PENERBITAN. PART MASIH LENGKAP] Lita terlalu sering menonton drama Korea. Hingga ia ingin menciptakan... More

SATU
DUA
TIGA
EMPAT
ENAM
TUJUH
DELAPAN
SEMBILAN
SEPULUH
SEBELAS
DUA BELAS
TIGA BELAS
EMPAT BELAS
LIMA BELAS
ENAM BELAS
TRAILER
TUJUH BELAS
DELAPAN BELAS
SEMBILAN BELAS
DUA PULUH
DUA PULUH SATU
DUA PULUH DUA
DUA PULUH TIGA
DUA PULUH EMPAT
DUA PULUH LIMA
DUA PULUH ENAM
DUA PULUH TUJUH
DUA PULUH DELAPAN
DUA PULUH SEMBILAN
EXTRA PART - Before Daffa
GOOD NEWS!

LIMA

427 113 6
By IronHeights

"Yang disana jangan lari kalo ada yang mau oper bola!"

"Heh, itu kenapa malah bengong? Masukin ke ring bolanya!"

Ekskul basket minggu itu didominasi oleh teriakan Kay yang dingin, tapi nyaring. Entah berasal darimana suara lantang itu, padahal badannya kurus.

"Lo yang rambutnya digerai, keluar lapangan!" Kali ini Lita yang kebagian jatah diteriakin Kay.

"Kenapa, Kak?" Lita ngos-ngosan habis oper sana oper sini, lari sana-sini.

"Rambut lo. Mau gue botakin apa lo iket?" Kay berkacak pinggang, gerah melihat Lita lari-larian di lapangan outdoor dengan rambut yang digerai.

Lita menghela napas dan celingukan ke bawah, matanya mencari-cari sesuatu. Lalu, memungut sesuatu dari aspal pinggir lapangan basket dan mengikat rambutnya asal-asalan.

"Udah kan, Kak? Saya latihan lagi." Lita sudah berlari lagi memasuki lapangan.

Kay jadi bingung sendiri ada perempuan macam Lita. Disuruh merapikan rambutnya yang pendek itu biar tidak ribet selama latihan, tapi malah ambil karet gelang dari jalanan yang habis diinjak-injak entah oleh berapa orang yang lewat. Mana menguncir rambutnya asal-asalan, anak rambutnya masih berkeliaran di sekitar wajahnya yang basah oleh keringat.

"Sha, oper sini sini." Lita melambai-lambaikan tangannya meminta operan bola dari Marsha, teman satu timnya.

Marsha tengok kanan-kiri sebelum mengoper bola ke Lita.

"Bentar, Sha, bentar. Jangan oper dulu." Angin yang tiba-tiba berhembus kencang membuat anak rambut Lita yang tidak ikut terkuncir masuk ke matanya.

Sayangnya, Lita sedang sial. Marsha keburu melempar bola dan sukses mengenai kepala Lita membuat dirinya mundur dengan mata terpejam dan menabrak tiang.

"Aduduh... sejak kapan sih tiang ring pindah kesini?" Lita mengucek-ucek matanya agar mau terbuka, karena perih tertusuk rambutnya sendiri.

"Sejak sekarang."

Eh? Kok tiang bisa ngomong?

Lita membuka mata. "Kak Kay, maaf. Saya kira tiang."

"Andin, masuk! Lo, keluar."

"Loh, kok saya diganti, Kak? Kan belum selesai." Lita mengikuti Kay yang berjalan ke pinggir lapangan, tapi yang ditanya hanya diam.

"Kak, kenapa saya diganti?"

Kay masih diam, memerhatikan anggota tim basket putri yang sedang latihan.

"Kak, kenapa saya diganti? Gara-gara saya ngira kakak tiang? Maaf, Kak, saya beneran nggak tau. Bukannya sengaja mau ledekin kakak. Maafin saya dong, Kak. Saya boleh ikut main lagi kan, Kak?"

"Kayak petasan. Ngerepet terus ngomongnya." Kay mendekat ke tepi lapangan.

"Marsha, yang bener kalo ngoper jangan asal lempar. Vani, sekali lagi bengong gue keluarin dari lapangan!"

Lita menghentakkan satu kakinya kesal. Sampai jam ekskul selesai, ia jadi pajangan di pinggir lapangan mendengarkan Kay teriak-teriak memberi perintah.

*

"Kok gerakannya kayak paus keseleo sih?" Fiksa berseru dari tepi kolam renang.

"Mestinya gimana, Kak?" Lita sudah kewalahan mempraktekkan gaya kupu-kupu yang sebelumnya sudah Fiksa ajarkan.

"Elo nyuruh gue ngajarin lagi?" Fiksa mulai terdengar menyebalkan seperti Kay.

"Bukan, Kak, nggak gitu maksud saya..."

"Udah, udah. Naik lo. Rio, turun." Fiksa menyuruh kelas 10 lain yang bernama Rio untuk mempraktekkan gaya kupu-kupu hasil ajarannya.

"Kak, saya kan cuma nanya gimana kok malah disuruh naik?" Lita langsung protes ke Fiksa, tidak terima disuruh keluar dari kolam renang begitu aja.

"Rio, tangannya yang bener," seru Fiksa tidak memedulikan protes Lita.

"Kak Fiksa, saya salah apa?"

Fiksa membalikkan badannya menghadap Lita. "Lari sepuluh kali keliling kolam renang. Sekarang."

"Tapi, Kak..."

"Lari atau keluar dari sini?"

Mendengar ancaman itu Lita langsung mulai berlari mengelilingi kolam renang.

*

"Lit, sakit. Pelan-pelan balutnya." Salah satu teman satu kelompok PMR Lita mengeluh karena ikatan yang dibuatnya terlalu kencang.

"Sorry." Lita nyengir minta dimaklumi.

"Lit, gue nggak bisa napas nih!" Keluar protes lagi dari teman kelompoknya ketika Lita mencoba mengikat kain ke leher temannya itu.

"Mau bikin pasien mati lagi kayak minggu lalu?" Tahu-tahu Seran sudah ada di sebelahnya.

"Nggak, Kak. Saya nggak sengaja." Lita kaget dan deg-degan. Seran selalu muncul tiba-tiba didekatnya. Dengan jarak wajah mereka yang tidak bisa dibilang jauh.

"Elo tuh nggak bisa apa-apa, ya?"

Entah itu pertanyaan atau pernyataan, tapi yang jelas kata-kata itu membuat Lita ingin menangis. Tapi, ia harus kuat. Baru segini saja tidak boleh menyerah.

*

"Lita, keluar deh. Suara lo bikin kacau."

Lita terdiam. Bukan malu, tapi merasa dadanya sesak. Di ekskul paduan suara pun ia harus mengalami kejadian tidak mengenakkan. Sudah tiga kali Advin harus mengulang lagu sebelum bisa sampai ke reff dan itu karena kesalahan Lita. Suaranya tidak bisa disamakan dengan suara anggota padus lainnya.

Lita duduk di depan pintu ruang musik mendengarkan teman-teman padusnya mulai menyanyikan lagu yang dari tadi selalu gagal dinyanyikan, karena kekacauan yang disebabkan Lita.

"Sejak kapan ada arca disini?"

Lita mendongakkan kepala. Si ekspresi datar yang seragamnya selalu berantakan memandangnya sinis.

"Pasti diusir Advin, karena suara lo aneh." Daffa melongok ke ruang musik lewat jendela tanpa tirai itu.

"Kak Daffa ada perlu apa?" tanya Lita dengan suara serak.

Mata Lita yang berkaca-kaca menahan tangis membuat Daffa terkesiap sejenak, kemudian berdehem.

"Nih, daftar anggota futsal sama jadwal pertandingan bulanan dan tahunan kita. Elo butuh ini. Sebagai manajer." Daffa memberi map merah pada Lita.

"Iya, Kak."

Daffa masih memerhatikan 'arca' yang hampir menangis dihadapannya.

"Kerja yang bener atau gue juga bakal ngeluarin elo persis yang Advin lakuin."

"Iya, Kak."

Daffa pun langsung berjalan meninggalkan Lita yang masih duduk menunduk dalam diam.

"Kak Daffa, saya nggak dikeluarin Kak Advin kok."

Langkah Daffa terhenti dan menoleh sedikit kebelakang, terlihat Lita sudah berdiri dan menepuk-nepuk blazer-nya yang kotor terkena debu, lalu masuk ke dalam ruang musik lagi. Modal nekat.

*

Mata Lita sibuk membaca kertas-kertas yang ada ditangannya. Dia sibuk membolak-balik jadwal latihan, jadwal pertandingan dan segala macam yang berhubungan dengan kegiatan futsal Garuda Bangsa.

"Kak Toni, ini tuh maksudnya apa?"

"Oh, ini tuh jadi setiap minggu kita ada latihan rutin di luar sekolah dan tugas lo coba menilai penampilan kita udah bagus apa belum. Lo ngerti bola?"

"Sedikit. Kadang suka nimbrung pas papa lagi nonton bola."

"Bagus, bagus." Toni menepuk pundak Lita.

"Woy, Ton! Sini lo latihan!" Daffa berteriak dari tengah lapangan.

Toni berlari masuk ke lapangan mulai ikut latihan lagi, setelah tadi istirahat lima menit untuk minum.

Lita memerhatikan latihan dari tempat duduk khusus ofisial futsal Garuda Bangsa. Dia menghela napas lega, setidaknya ekskul futsal bisa bikin tenang hati. Tidak ada yang bentak-bentak kayak Kay, tidak disuruh lari sepuluh kali keliling kolam renang, dikasih 'pujian' nyelekit dari Seran, atau diusir dari ruang musik sama Advin. Di ekskul futsal pekerjaan jadi manajer lebih santai, dan Daffa tidak terlalu peduli sama Lita, dia sibuk latihan futsal sama timnya.

Pikiran Lita melayang ke beberapa minggu lalu, bahkan lebih jauh lagi ketika dia memutuskan mendaftar di Garuda Bangsa dan tantenya mau berbaik hati membiayai sekolahnya disini. Papanya yang seorang karyawan perusahaan swasta biasa dan mamanya yang seorang ibu rumah tangga pasti kesulitan kalau harus menanggung biaya sekolah di Garuda Bangsa. Ditambah Erin yang baru masuk SMP juga butuh biaya yang tidak sedikit.

Lita merenungkan alasan dia mau mengikuti banyak ekskul sekaligus tiap minggunya. Ia benar-benar sudah diracuni drama Korea yang ditontonnya. Ia jadi punya cita-cita jadi tokoh utama yang dilindungi dan dikelilingi oleh geng pemuda tampan yang baik hati. Lita girang setengah mati ketika menemukan sosok-sosok itu di sekolah barunya, tapi semua jauh dari bayangannya. Semua sosok itu tidak ada satupun yang baik hati atau ramah. Semuanya dingin, datar, galak, judes dan bicaranya nyelekit.

Lita ingat ketika Kay membuang begitu saja kue pemberiannya dan Lita memutuskan untuk mendekati mereka secara satu per satu, yaitu mengikuti semua ekskul yang disitu ada salah satu diantara mereka berlima. Lita mengira dengan mengikuti ekskul yang mereka latih secara langsung akan bisa membuatnya dekat sama mereka berlima atau minimal diberi sapaan hangat, tapi sejauh ini mereka semua menunjukkan sikap yang sama. Tidak peduli. Padahal Lita hanya ingin berteman dan dekat sama mereka, bukan menginginkan lebih seperti fans-fans mereka lainnya. Lita mulai berpikir, ini kekonyolannya semata karena habis menonton drama yang diulang berkali-kali atau bawaan hati yang tidak bisa ditolak?

"Eh! Elo tuh bolot?" Daffa sudah berada didepan wajahnya, dengan tampang galak.

"Kak Daffa manggil?" Lita tersadar dari lamunannya.

Daffa mengambil botol minum disamping Lita dengan kasar. "Elo sebenernya bisa diandelin nggak sih?"

Lita terpekur mendengar ucapan Daffa, tapi dikuatkan hatinya. "Bisa kok, Kak."

Suara serak itu lagi. Mata berkaca-kaca itu lagi. Daffa melempar botol airnya yang sudah kosong meninggalkan Lita sendirian lagi di pinggir lapangan.

Continue Reading

You'll Also Like

5.6M 376K 68
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...
5.8K 126 12
Profil Drama: Start-Up Romanisasi yang direvisi: Start-Up Hangul: 스타트 업 Sutradara: Oh Choong-Hwan Penulis: Park Hye-Ryun Pemeran: -Bae Suzy -Nam Joo...
1.1K 127 53
•───────◐◑❁❁❁◐◑───────• BLURB Imelda Andini selalu dihantui oleh sosok menyeramkan yang seolah mengikutinya ke mana pun ia pergi. Teror demi teror t...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

4.6M 267K 32
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...