PURZELBAUM [Changlix]

By northeastern_

92.9K 18.4K 3.9K

tentang lee felix, seo changbin, dan neraka kehidupan yang mereka buat sendiri. ° seo changbin ° lee felix Wa... More

one ° we've met
two ° seize the day
three ° when you love someone
four ° you don't care
five ° let me down
six ° melted
seven ° open the door
eight ° sternhaufen
nine ° confused
ten ° merged
eleven ° honestly
twelve ° sick
thirteen ° cross the bear
fourteen ° faintest
fifteen ° precious
sixteen ° jawbreaker
seventeen ° leave well alone
eighteen ° back to square one
nineteen ° daredevil
twenty ° caesura
twenty one ° gallantry
cuap cuap 👩‍🚀

twenty two ° gallivanted

4.1K 671 221
By northeastern_

"Janji kamu bakal tunggu sampai aku selesai? Jangan pergi ya?"

Felix mengangguk cepat. Senyumnya belum pudar.

Changbin mau tak mau ikut tersenyum.

Suara riuh penonton mulai teredam oleh musik yang berputar. Suatu lagu RnB diperdengarkan indah. Memanjakan telinga orang-orang disana.

You don't know babe
When you hold me
And kiss me slowly
It's the sweetest thing
And it don't change
If I had it my way
You would know that you are

Suara Yuju mulai terdengar. Melantunkan lirik lagu yang menceritakan tentang seseorang yang begitu memuja orang yang dicintainya.

Fokusnya teralih pada Changbin sekarang. Pemuda itu tampak tersenyum kecil sambil memandangi penonton yang juga ikut melantunkan lagu yang sedang diperdengarkan.

You're the coffee that I need in the morning
You're my sunshine in the rain when it's pouring
Won't you give yourself to me
Give it all, oh

Changbin menghadap ke samping. Seakan bertatapan dengan Yuju di samping kanannya. Tapi tidak. Changbin memandang ke arah Felix yang berada di samping panggung. Menatap lurus ke dalam netra milik pemuda Lee itu.

Suara Changbin mulai terdengar.

I just wanna see
I just wanna see how beautiful you are
You know that I see it
I know you're a star

Changbin tersenyum getir. Begitu menyenangkan saat dapat kembali lagi melihat wajah itu. Senyuman yang sejak dulu ia rindukan. Tatapan matanya yang seakan dapat menjeratnya tanpa bosan.

Where you go I'll follow
No matter how far
If life is a movie
Oh you're the best part, oh
Then You're the best part, ooh
You're the best part

Felix mengalihkan pandangannya ke arah lain. Matanya terasa perih. Lirik-lirik lagu kembali dilanjutkan. Bahkan hingga riuh tepuk tangan terdengar pun Felix masih terpaku di tempatnya.

"Ayok"

Felix menoleh. Mendapati Changbin yang berdiri di hadapannya. Tangannya digenggam, lalu ditarik pelan menjauhi keramaian.

Keduanya berjalan dengan santai keluar dari tempat itu. Basement tampak penuh malam ini. Changbin menoleh sekilas pada Felix di sampingnya.

"Kamu bawa kendaraan?"

Felix menggeleng. Keduanya berdiri di depan sebuah Audi R8 berwarna silver.

"Ayo masuk."

Yang lebih muda hanya duduk di jok penumpang yang terletak di sebelah kanan, tak dapat berbicara banyak. Changbin pun sama. Hanya diam selama perjalanan.

Changbin gugup. Felix lebih. Perjalanan keduanya dalam keadaan mobil yang sunyi menyebabkan atmosfer di antara keduanya semakin canggung. Felix tak tahu kemana mereka akan pergi. Yang ia tahu ini sudah keluar dari wilayah Jakarta. Kalau dihitung mungkin sudah ada satu jam perjalanan yang mereka tempuh tanpa obrolan apapun.

Jalanan menanjak. Ada pepohonan rindang di samping kanan kiri. Mereka berada di kawasan perbukitan.

Changbin membelokkan mobilnya ke arah tanah berumput. Memarkirkan kendaraan itu dengan bebas dan asal.

Changbin turun. Disusul Felix setelahnya. Matanya dapat melihat awan yang tampak lebih dekat, seperti dapat diraih. Langit malam dengan bulan separuh bisa dilihat jelas. Hamparan bintang membuat malam ini lebih indah.

Badannya bersandar pada kap mobil. Changbin melirik pada yang lebih muda, mengisyaratkan agar Felix mendekat padanya.

"Bagus ya, Fel."

Felix mengangguk singkat. Lalu ikut bersandar di samping Changbin yang sedang sibuk memandang langit.

Tangannya diraih dan digenggam. Felix tak bisa menolak. Ia rindu genggaman ini. Tidak. Lebih tepatnya sangat rindu.

Felix menoleh. Menatap sebelah wajah pemuda Seo itu.

"Kakak udah lama kerja disana?"

"Selang beberapa hari setelah kamu ke Jerman."

"Apa kabar?" tanya Felix lagi.

Changbin menoleh. Kekehan pelan terdengar.

"Susah dijabarin. Kamu gimana?"

Felix menggeleng. Lalu tersenyum.

"Sejak kapan Kakak minum?"

"Entah. Udah lama. Tuntutan pekerjaan."

"Udah nyaman kerja disana ya?"

"Mau gimana lagi." Changbin memainkan jari-jari mungil Felix sebelum kembali menggenggamnya.

Felix terbungkam. Memikirkan bahwa Changbin hidup lebih baik selama lima tahun terakhir. Namun ada satu hal yang mengganjal—

"Tapi Kakak gak make, kan?"

Tautan mereka terlepas. Changbin memundurkan tubuhnya. Sengaja meletakkan punggungnya dan berbaring di atas kap mobil.

"Udah beberapa kali rehabilitasi malah."

"Kenapa?"

"Hm?"

"Kenapa Kakak mau ngelakuin itu semua?"

Changbin menatap lurus ke arah satu bintang yang bersinar paling terang. Tidak berkelip.

"Kuncinya satu, saling menghargai. Apapun itu. Pemberian orang lain itu patut kita terima. Toleransi itu penting. Tapi cukup aku yang ngelakuin hal bodoh kayak gitu. Mungkin kamu mandang aku jijik. Aku udah rusak, Fel. Kamu boleh menjauh."

Felix menegakkan tubuhnya. Berjalan beberapa meter ke depan. Kepalanya sedikit menengok ke belakang.

"Kangen aku gak?"

Tak ada sahutan. Felix kembali menatap ke depan.

"Words can't describe how much i miss you."

Felix menoleh cepat. Changbin sudah berdiri di sampingnya.

"Aku bajingan banget ya dulu ninggalin kamu, padahal cuma sedikit waktu yang kamu punya sebelum pergi ke Jerman."

Felix menunduk. Sudah menebak kemana arah pembicaraan kali ini.

Tangannya diraih. Lengan kirinya diusap lembut. Felix tahu Changbin tengah mencari bekas jahitan akibat sayatan yang ia buat dulu.

"Udah ilang bekasnya. Ternyata bener, lima taun itu gak sebentar."

Felix makin menunduk. Ujung matanya sudah basah.

"Aku kangen kamu,"

Beberapa tetes air mata mulai jatuh. Mengenai ujung sepatu yang Felix kenakan.

Changbin pergi dari hadapannya. Dan kembali dengan membawa payung berwarna biru muda yang baru saja ia ambil. Pemuda Seo itu melebarkan payungnya dan memayungi keduanya.

"Ini lagi gak hujan, Kak."

"Kata siapa? Lagi hujan kok. Ini deres banget."

Changbin tersenyum. Tangannya mengusap air mata Felix yang sedang mengalir di pipi.

Srakk

Payung tadi dibuang paksa. Tubuh Changbin diterjang. Felix memeluknya dengan erat. Melepaskan segala tangisnya yang selama ini ia tahan.

Changbin terdiam. Merasakan tubuh pemuda Lee itu yang bergetar dengan suara isak tangis yang makin mengeras. Dagunya ia letakkan pada bahu Felix. Matanya terpejam erat. Membuat cairan bening yang tadinya hanya menggenang di sudut matanya kini turun dengan cepat.

Felix menangis.

Changbin juga.

Keduanya mengeratkan pelukan. Mengutarakan segala hal yang tak bisa tersampaikan selama lima tahun mereka berpisah.

Changbin mendongak. Berusaha menghentikan tangisnya. Ia harus kuat. Ia harus bisa menjadi kuat untuk Felix nya.

"Udah jangan nangis."

Pipi Felix ditangkup dengan tangannya. Tulang pipinya dielus sekali, dengan perlahan. Merasakan tonjolan keras itu semakin jelas terlihat. Felix sudah banyak berubah. Rahangnya pun lebih tegas dari yang terakhir ia lihat.

Changbin menatap lamat wajah yang lebih muda. Cantik. Bahkan sangat. Ia tidak membantah soal itu.

"Jerman gimana?"

Felix mengusap matanya. Kemudian memandang ke arah bulan yang tidak terlalu terang.

"Jauh lebih tenang dari Jakarta. Sepi,"

Hembusan napas Felix terdengar berat. Mengganggu pendengaran Changbin.

"—gak ada yang bisa denger ceritaku lagi."

"Sini cerita. Aku dengerin." sahut Changbin.

"Cerita apa?"

"Apapun. Semuanya."

Felix menggigit bibir bagian dalamnya.

"Aku banyak temen disana. Banyak komunikasi dan coba bergaul sama orang-orang baru. Tapi satu hal, gak ada yang memperlakukan aku lebih baik dari Kakak. Gak ada yang bisa aku percaya. Gak ada yang gantiin posisi Kakak, sekeras apapun aku coba."

Tubuhnya agak limbung. Mungkin terlalu banyak menangis.

"Maaf aku beberapa kali pernah coba jalin hubungan sama orang lain. Tapi gak pernah bisa."

"Aku tau aku salah. Jangan pergi. Jangan hilang lagi" sahut Changbin.

Felix mengangguk.

"You'll always have that place you've had, because you will always be a precious part of mine," ucap Felix.

Changbin ingat betul kalimat itu. Pernah ia katakan lima tahun lalu. Hanya untuk seorang Lee Felix.

Yang lebih tua mengusap wajahnya kasar. Mencoba menghilangkan rasa sedih yang kembali menguasai diri. Changbin membawa Felix agar duduk di atas rerumputan. Dingin memang. Tak apa, asal ia bersama Felix.

"Mau begadang? Kita cerita banyak sampe pagi. Gimana?"

Felix mengangguk semangat. Bibirnya mengukir senyum. Membuat Changbin lega bukan main.

Pada akhirnya kedua pemuda itu saling berbagi cerita hingga fajar tiba. Changbin dengan senang hati membiarkan Felix menyandarkan kepala pada bahunya.

"Felix,"

"Hm?"

"Kakak sayang kamu."

Felix terkekeh.

"Sayang ketua komdisku juga."

.


.

END

.

.


barisan kalimat tak teratur yang sengaja ku tulis untuk menggambarkan seseorang bernama Seo Changbin.


— untuk seorang pecundang yang membuatku menahan rasa.

Awal pertemuan singkat kita memang tak mulus, kan?

Ketua komisi kedisiplinan yang galak dan seenaknya memerintahkan hal-hal yang tak masuk akal padaku. Lalu apa? Menyiramku saat kedapatan merokok di samping apartemen.

Aneh. Iya kamu memang aneh. Sudah bilang suka, bahkan pada saat kita belum mengenal satu sama lain.

Ya. Aku tahu Seo Changbin itu pemberani, haha.

Tapi tidak romantis.

Menyatakan cinta di kala hujan deras? Apa-apaan itu?

Jujur saja, sebenarnya tidak apa. Aku suka caramu yang unik.

Seo Changbin,

Sungguh, dia hanya pemuda biasa. Bahkan tak ada alasan untukku bisa menyukainya. Tak ada yang menarik dari pemuda itu.

Kau tahu? Daya tariknya hanya satu byte per detik. Sungguh lambat. Tapi aku menikmati setiap detik yang lambat itu. Rasanya menyenangkan.

Dia, seseorang yang membuatku bisa melihat dunia dari perspektif yang berbeda. Membuatku malu, merasa tak ada apa-apanya saat aku bersanding dengannya.

Dia mengajarkan padaku tentang rasa syukur, kerja keras, dan memberitahukan padaku apa arti hidup yang sebenarnya.

Pesanku untuk Seo Changbin,
sehat terus ya? Tetap semangat!
Tetap jadi superhero tanpa senjata, tetap jadi malaikat tanpa sayap,

— dan tetap jadi Seo Changbin yang Lee Felix kenal.

"Ich habe dich in mein Herzgeschlossen und die Schlussel weggeschmissen"


(dari Lee Felix untuk Seo Changbin)

© purzelbaum • 2019

Continue Reading

You'll Also Like

1.1K 153 5
Bersama rindu dengan pelampiasan dalam bentuk tulisan, untuk yang tersayang. Watanabe Haruto. [Hajeongwoo short story]
345K 21.7K 55
Ini tentang seorang anak perempuan yang hidup tapi berkali-kali dimatikan, anak perempuan yang mentalnya dihancurkan oleh keluarganya sendiri, dan an...
6.3K 484 13
RAW NOVEL TERJEMAHAN No edit (mtlnovel.com) Detail Assosiated name: 80's Fat Girl's Counterattack Judul Singkat:EZFGCB Judul Asli:八零肥妞逆袭记[穿书] Status...
18.9K 2.1K 11
mau tau rasanya gabung dalam satu kepanitiaan yang sama bareng mantan, gebetan, doi, pengagum rahasia, sahabat tapi mesra, intinya bikin jisoo stress...