PURZELBAUM [Changlix]

By northeastern_

92.9K 18.4K 3.9K

tentang lee felix, seo changbin, dan neraka kehidupan yang mereka buat sendiri. ° seo changbin ° lee felix Wa... More

one ° we've met
two ° seize the day
three ° when you love someone
four ° you don't care
five ° let me down
six ° melted
seven ° open the door
eight ° sternhaufen
nine ° confused
ten ° merged
eleven ° honestly
thirteen ° cross the bear
fourteen ° faintest
fifteen ° precious
sixteen ° jawbreaker
seventeen ° leave well alone
eighteen ° back to square one
nineteen ° daredevil
twenty ° caesura
twenty one ° gallantry
twenty two ° gallivanted
cuap cuap 👩‍🚀

twelve ° sick

3.9K 848 193
By northeastern_

Felix berjalan menuju gerbang utama. Mencari keberadaan Hyunjin dengan mobil Pajero sport putih miliknya. Matanya mengelilingi sekitaran gerbang kampus.

Seseorang melambaikan tangan dengan brutal. Itu Hwang Hyunjin. Dengan celana jeans hitam, kaos putih, dan luaran kemeja berwarna biru muda.

"Udah masuk dulu cepet dah," ucap Hyunjin saat Felix baru tiba di hadapannya.

Felix mendudukkan diri di samping kursi kemudi. Hyunjin sudah menyalakan mesin mobilnya. Sedikit menoleh ke arah sahabatnya yang memakai setelan kemeja yang sedikit kusut di beberapa bagian. Hyunjin dapat melihat peluh Felix menetes dari dahinya.

"Capek, hm?"

Felix mengernyit saat tangan Hyunjin mengusap keringat di dahinya dengan punggung tangan.

"Ya gue gini lah sehari-hari" jawab Felix mencoba bersikap normal.

Mobil itu melaju kencang. Felix menatap ke arah luar jendela. Langit ibukota berkabut seperti biasa. Asap kendaraan dimana-mana.

"Ke Depok mau gak?"

"Ngapain?"

"Ya main aja,"

Felix mengangguk seraya menoleh ke arah sahabatnya itu.

"Lo ngajak main gue? Jeongin kemana?"

Hyunjin hanya mendecakkan lidah. Kemudian kembali terfokus pada jalanan di depannya.

.

.

.

Di luar sudah hujan. Felix dapat melihat jelas ke luar berkat posisi duduk mereka yang dekat jendela kaca. Hyunjin menghabiskan makannya dan mengelap ujung bibirnya dengan tisu.

"Potong itu kuku lo"

Hyunjin melirik ke arah kuku-kuku jarinya.

"Nanti kalo dipotong gue gak bisa nge-band lagi"

"Apa hubungannya?"

"Ya ini kan buat main gitar"

Felix mengangguk acuh. Tangannya dengan lincah mengirim balasan pesan dari Changbin.

Hyunjin mengintip ke arah layar ponsel milik pemuda Lee itu.

"Changbin siapa?"

"Pacar gue"

"Kenalin dong" ucap Hyunjin dengan nada manjanya.

"Iya kapan-kapan. Tapi dia sibuk, gak kayak lu yang nolep"

Hyunjin menyeruput soda miliknya. Kemudian memasang wajah menjengkelkan untuk menggoda Felix.

"Kayak ada yang mau aja sama lu, Lix"

"Gue serius elah. Nih orangnya juga kebetulan lagi di deket sini. Gue suruh aja nyamperin sekalian mau kembaliin jaket punya dia," ucap Felix sambil menunjukkan sebuah jaket dari dalam tasnya.

Hyunjin terdiam. Tampak bingung dengan ucapan sahabatnya itu. Belum lama ia berpikir namun Felix sudah beranjak dari duduknya.

"Kak Changbin!"

Yang dipanggil segera mendongakkan kepala. Berjalan mendekat ke arah Felix sambil membenarkan tali ransel hitamnya.

Changbin tersenyum saat tiba di hadapan kekasihnya. Namun mengernyit heran saat melihat seorang pemuda yang juga ada bersama Felix disana.

"Siapa Fel?" tanya Changbin.

"Ini Hyunjin. Temen aku, Kak."

Changbin mengulurkan tangan ke arah Hyunjin.

"Seo Changbin"

Hyunjin membalas jabatan tangan tersebut dan segera melepaskannya.

"Gue Hyunjin"

Felix mengambil jaket milik Changbin dari tasnya. Memberikan jaket tersebut kepada sang empunya.

"Nih kak"

"Masih mau main disini?" tanya Changbin seraya mengambil jaket yang Felix berikan.

Felix mengangguk sambil menoleh pada Hyunjin yang tak juga mengeluarkan suara.

"Ya udah hati-hati nanti baliknya," Changbin mengusak surai pirang Felix. Kemudian berjalan menjauh setelah melambaikan tangan sekilas.

Felix menghadap ke arah Hyunjin. Sahabatnya itu masih terdiam sedari tadi. Pandangannya ke arah luar jendela kaca, menatap hujan yang makin deras.

"Hyunjin?"

Yang dipanggil hanya mendengus. Hyunjin beranjak dari duduknya.

"Patah hati gue, njing"

"Apaan sih?" Felix mengikuti langkah Hyunjin yang meninggalkan area food court.

Hyunjin belum menghentikan langkahnya. Membuat Felix harus sedikit berlari kecil untuk menggapai pundak Hyunjin.

"Apa?"

"Ya lo yang kenapa? Tadi baik-baik aja"

Hyunjin tertawa remeh.

"Penting emang nanyain gue kenapa?"

Felix mengembuskan napasnya. Mencoba menahan diri karena sikap menjengkelkan Hyunjin kembali muncul.

"Udah ya, Lix. Bangga gue kok. Long last sama Changbin ya" ucap Hyunjin sebelum kembali berjalan menjauh. Meninggalkan Felix yang masih terdiam sambil mencerna situasi.

Tangannya mencari-cari ponsel dalam saku. Berniat menghubungi Bangchan untuk meminta jemputan. Namun berkali-kali tombol power ditekan tak jua layar ponselnya menyala.

"Sialan!"

Pada akhirnya Felix harus berjalan di bawah hujan, menuju stasiun terdekat. Kemejanya sudah basah sejak tadi. Ditambah jalanan yang macet membuatnya lebih sulit saat akan menyebrangi jalanan.

Felix menunduk. Air hujan bahkan sudah merembes masuk ke dalam sepatu yang ia kenakan. Membuat telapak kakinya terasa dingin. Diusapnya wajahnya dengan kedua tangan untuk memperjelas pandangannya. Beberapa orang sudah mencuri pandang ke arah Felix yang basah kuyup.

Satu langkah lagi dan akhirnya Felix sampai di stasiun. Berpikir apakah pantas jika ia naik ke dalam KRL dalam kondisi seperti ini?

"Permisi, Pak" Felix menghampiri salah satu polsuska yang sedang berjaga.

"Iya?"

"Saya boleh pinjam handphone-nya?"

Orang di depannya itu sedikit mengernyit sambil memperhatikan penampilan Felix. Setelahnya memberikan sebuah ponsel putih pada pemuda Lee itu.

"Boleh saya pakai buat telfon?" tanya Felix yang dibalas anggukan.

Dengan cepat ia menghubungi nomor kakak sepupunya. Meminta jemputan, mengembalikan ponsel milik petugas tadi, dan menunggu Bangchan datang menjemputnya.

•••

Dan kini, berakhir dengan Felix yang menggigil dibalik selimut tebal di atas ranjangnya. Ibunya jelas panik saat melihat kondisi Felix. Dapat terhitung hanya beberapa kali Felix terkena demam seperti ini.

"Udah biar Chan aja yang jagain Felix, Tan"

Felix menoleh melihat Ibunya yang berjalan keluar kamarnya. Kemudian melirik pada Bangchan yang tengah menatapnya.

"Udah tau mau hujan gak langsung balik. Main sama siapa sih?"

Felix membalikkan badan memunggungi kakak sepupunya.

"Ditanyain itu dijawab"

Bangchan menarik pelan selimut yang membalut tubuh Felix.

"Tadi sama temenku, Kak" jawab Felix sambil memperhatikan layar ponselnya.

"Kakak keluar sana, pacar Felix mau dateng"

Bangchan menjitak kepala Felix. Kemudian berjalan ke arah pintu kamar Felix yang saat ini sedang dibuka oleh orang dari luar. Bangchan mematung di tempat. Orang yang baru muncul itu pun juga terdiam, lebih tepatnya terkejut.

"Changbin?"

Felix mendudukkan dirinya di atas ranjang.

"Kak Changbin sini masuk!"

Bangchan menoleh ke arah Felix, lalu berganti menatap Changbin.

"Ini yang kamu bilang pacar?"

Tak ada sahutan. Felix menunduk.

"Oalah, orang yang dulu pernah neriakin gue pas ospek sekarang malah jadi pacarnya sepupu gue"

Bangchan melangkah keluar setelah menyelesaikan kalimatnya. Changbin masuk ke dalam kamar Felix dan menghampiri kekasihnya itu yang masih terduduk di atas ranjang.

"Kak, ada apa? Maksud Kak Chan apaan?" tanya Felix setelah Changbin memegang keningnya.

Pemuda Seo itu menggeleng, kemudian tersenyum.

"Lain kali aja gue ceritain. Gimana keadaan lo?"

Felix kembali merebahkan diri.

"Pusingnya udah agak mending,"

"Kok bisa kehujanan? Emang temen lo gak bawa mantel?"

Felix hanya menggeleng. Enggan menceritakan yang sebenarnya.

Changbin merebahkan tubuhnya di samping Felix. Membuat Felix menoleh ke arahnya.

"Gak boleh ya aku tiduran disini?"

"Aku?" Felix terkekeh geli.

Changbin menggaruk tengkuknya.

"Aneh ya?" Pertanyaan Changbin dibalas gelengan.

"Engga kok. Gapapa kalo Kak Changbin mau ikut tidur,"

Senyuman terpatri di bibir pemuda Seo itu. Rasa cemas mulai berkurang setelah ia bertemu langsung dengan kekasihnya ini.

"Maaf gak bisa jagain kamu,"

"Harusnya aku yang jaga diri sendiri, Kak"

Changbin menoleh. Meluruskan lengannya ke samping. Bermaksud menjadikan lengannya sebagai bantalan untuk Felix.

"Sini deketan"

Felix menurut. Merasa nyaman berada di dekat Seo Changbin. Bahkan meski masih berjarak, Felix dapat mendengar detak jantung Changbin yang beraturan.

Changbin menoleh saat tersadar pemuda di sampingnya tengah menatap ke arahnya.

"Kenapa?"

"Cerita dong, Kak"

"Cerita apa, hm?" Changbin merapikan surai pirang milik Felix dengan tangan kanannya. Sedikit memainkan dan menyisirnya dengan jari-jari.

"Apa aja deh"

Keduanya terdiam setelahnya. Changbin menatap ke arah pintu kaca yang mengarah ke balkon kamar Felix.

"Aku gak mau cerita apapun, aku cuma mau kasih tau kalau aku bahagia bisa punya Lee Felix dalam hidupku,"

Felix mencubit kecil perut Changbin.

"Dasar bucin!"

Changbin merubah posisinya secara tiba-tiba. Dirinya segera menjauh dari ranjang. Felix yang melihatnya menjadi bingung dan mengerutkan keningnya.

"Kenapa, Kak??"

"Gak kuat gue lama-lama, takut ada bisikan setan lagi"

"Hah? Maksudnya?"

Changbin menggeleng cepat.

"Udah ya aku balik nih"

Felix mengangguk. Melambaikan tangannya dengan lemah.

"I love you three thousand"

"Hah?"

"Kakak gak tau?"

Changbin menggeleng. Lalu mengusap pipi Felix yang sedikit berisi.

"Cepet sembuh ya wakil ketua angkatan teknik kesayangannya Seo Changbin,"

Felix terkekeh pelan. Namun terhenti saat Changbin mengulurkan tangan di depan wajahnya.

"Kenapa?"

"Salim dulu sama suami"

Srett

"AW SAKIT ANJIR KOK DIGIGIT SIH, FEL?!"

"Ehehehehe" Felix hanya tertawa ketika melihat Changbin yang memegangi jarinya yang baru saja ia gigit.

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 86.1K 85
"You do not speak English?" (Kamu tidak bisa bahasa Inggris?) Tanya pria bule itu. "Ini dia bilang apa lagi??" Batin Ruby. "I...i...i...love you" uca...
1.1K 153 5
Bersama rindu dengan pelampiasan dalam bentuk tulisan, untuk yang tersayang. Watanabe Haruto. [Hajeongwoo short story]
344K 21.7K 55
Ini tentang seorang anak perempuan yang hidup tapi berkali-kali dimatikan, anak perempuan yang mentalnya dihancurkan oleh keluarganya sendiri, dan an...