PURZELBAUM [Changlix]

By northeastern_

92.9K 18.4K 3.9K

tentang lee felix, seo changbin, dan neraka kehidupan yang mereka buat sendiri. ° seo changbin ° lee felix Wa... More

one ° we've met
two ° seize the day
three ° when you love someone
four ° you don't care
five ° let me down
six ° melted
seven ° open the door
eight ° sternhaufen
nine ° confused
eleven ° honestly
twelve ° sick
thirteen ° cross the bear
fourteen ° faintest
fifteen ° precious
sixteen ° jawbreaker
seventeen ° leave well alone
eighteen ° back to square one
nineteen ° daredevil
twenty ° caesura
twenty one ° gallantry
twenty two ° gallivanted
cuap cuap 👩‍🚀

ten ° merged

3.9K 856 132
By northeastern_

Suara tapakan kaki ia buat sekecil mungkin. Bocah yang belum genap berumur sembilan tahun itu terus berjalan mengendap-endap bersama dua anak lainnya. Beberapa meter lagi dan mereka akan sampai di rumah utama.

Felix merunduk kala ibu asuhnya baru saja melewati halaman belakang rumah megah itu. Mungkin dia sehabis memberi makan beberapa anak lainnya di kamar penitipan.

Jika sejak awal Felix tahu nasibnya akan seperti ini, jelas saja ia akan menolak saat kedua orang tuanya menitipkan dirinya pada orang tua asuh disini. Ya, kedua orang tua Felix memang sama-sama sibuk. Dan sialnya, keduanya harus bertugas dalam penerbangan ke Columbia secara bersamaan.

Satu bulan. Akan terasa singkat jika di tempat penitipan ini ia merasa bahagia bersama anak-anak lain. Sayangnya ekspektasi Felix terlalu simpel. Ia terlalu naif.

Suara jeritan nyaris terdengar setiap malam. Dan keesokan harinya mereka akan mendapat bekas luka lebam di sekujur tubuh. Felix salah satunya.

"Felix! Cepetan kesini!"

Felix dengan cepat mengikuti langkah kakak-kakaknya. Dahinya berkerut saat menyadari bahwa kedua orang di depannya berlari kecil menuju ruang penyimpanan bahan bakar.

"Kak-"

"Kita bakar rumah ini sekarang," sahut bocah berambut cokelat keemasan.

Anak yang paling tua segera memberikan beberapa jeriken plastik berisi minyak tanah dan bensin pada Felix.

"Sekarang kita berpencar. Aku sama Felix jalanin tugas. Jacob, kamu bilangin rencana kita ke temen-temen ya,"

Yang bernama Jacob segera mengangguk dan berlari menuju gedung belakang.

Tangan Felix ditarik paksa oleh bocah di depannya. Kemudian berjalan mengendap-endap ketika mulai memasuki rumah utama.

Felix terdiam. Wadah jeriken di kedua tangannya diambil paksa. Henry mulai menyiram sekitaran dapur dengan bensin dan minyak tanah.

"Kamu gak mau kita bebas?"

"Tapi kak, bukannya ini kriminal?" cicit Felix.

"Tau apa kamu soal kriminal?"

Henry menunjuk paha bawahnya yang dengan jelas menampakkan luka bakar. Betisnya pun lebam di kanan kirinya.

"Kamu gak liat ini?"

Felix tersentak saat baju bagian depannya disingkap. Henry menyentuh bekas luka sayatan melintang di pinggangnya.

"Bahkan kamu ngalamin sendiri, Lix."

Tangan Felix diraih. Sebuah korek api batangan ditaruh di atas telapak tangannya.

"Giliran kamu,"

Felix menatap Henry dengan ragu. Dibalas tatapan meyakinkan oleh yang lebih tua.

Pada akhirnya Felix mengeluarkan satu batang korek api dengan perlahan. Tangannya bergerak menggesekkan ujungnya hingga mengeluarkan api. Matanya terus menatap, napasnya sudah memburu.

"Sekarang!"

Dilemparnya batang korek api tadi ke lantai. Api menyambar dengan cepat bahkan hampir menyentuh ujung kaki telanjangnya.

"Good job, Felix! Sekarang kita bebas!"

Telinganya seakan menuli. Pandangan matanya terus menatap kobaran api dengan lekat. Ujung dahinya sudah berkeringat. Bahkan kakinya pun ikut gemetar hebat.

.

Felix terbangun. Ia bermimpi lagi. Masih sama seperti malam sebelumnya.

Keringatnya ia seka dengan punggung tangan. Matanya berpencar mencari saklar lampu kamarnya.

Tangannya membuka nakas. Diraihnya bungkusan obat dan segera menelan beberapa butir obatnya tanpa bantuan air minum.

Kepalanya menoleh. Mencari sesuatu lain dalam nakas. Tangannya meraih sebuah cutter disana. Kemudian tawa pelan terdengar dari mulut pemuda Lee itu.

'Ctakkk'

Benda tajam itu terlempar jauh mengenai tembok kamarnya.

"Gue gak selemah itu,"

Dan Lee Felix kembali tertidur dengan rasa nyeri yang mulai menjalar di sekujur tubuhnya.

•••

Minho bergeser sedikit kala Jisung terus mengganggu tidurnya. Kepala adiknya terus bergerak di atas perutnya.

"Kamu kenapa sih?" tanya Minho dengan suara seraknya.

"Ayo mandiii! Kapan mau berangkatnya kalo gini, kak"

Yang lebih tua kembali memejamkan mata. Lengannya ia gunakan untuk memeluk kepala adiknya.

"Mau bolos aja hari ini"

Jisung mendongak. Bibirnya mengerucut lucu.

"Trus Jisung berangkat sama siapa?"

"Kalo kakak bolos ya artinya kamu juga," jawab Minho santai.

Jisung menyingkirkan tangan kakaknya. Badannya ia dudukkan di atas ranjang.

Tak ada suara yang terdengar. Membuat Minho membuka matanya, mencari keberadaan Jisung yang kini tengah menatap ke arah pintu kamar.

"Dek?"

Jisung menoleh.

"Mamah sama Papah kapan pulang?"

Minho mendudukkan dirinya di samping adiknya.

"Kangen sama mereka, hm?"

Dagunya dipegang. Jisung mengangguk singkat. Tatapan itu kembali ia lihat. Minho menatapnya teduh.

"Ada kakak disini. Jangan sedih ya?"

Jisung segera berhambur memeluk kakak tirinya. Menenggelamkan wajahnya di dada Minho. Sedangkan yang dipeluk hanya tersenyum sambil menyisir rambut Jisung dengan jari-jari tangannya.

•••

Felix melirik sekilas ke arah luar pintu. Memastikan hanya ada dirinya di dalam rumah. Tangan kirinya membawa sebuah seragam putih milik Ayahnya.

Blam

Pintu kamar sudah tertutup. Badannya merosot ke lantai. Seragam ditangannya sudah ia remas dengan kuat. Aroma khas dari pakaian tersebut ia hirup dalam-dalam.

Felix menyeka air matanya yang sudah lolos. Bibirnya berkedut menahan isakan.

"Ayah kapan pulang?"

Badannya meringkuk di lantai. Matanya menangkap sebuah cutter yang tadi malam ia lemparkan.

'Jangan, Lix. Lo gak selemah itu'

Felix menggeleng cepat. Lalu merangkak menuju nakas dan meraih korek api disana.

Selalu seperti ini. Rasa cemas itu hilang seiring api yang menyala.

Bibirnya mengulas senyum. Namun mendadak panik saat ujung baju seragam milik ayahnya tersambar api. Dengan cepat Felix melempar pakaian tersebut ke lantai kamar. Kakinya menginjak api yang menyala dengan brutal.

Segera ia memeluk seragam putih itu lagi saat api sudah padam.

"Bego banget sih, Lix" ucapnya sambil memukul kepalanya sendiri.

'Tok tok tok'

Felix menoleh ke arah pintu kamarnya yang diketuk.

"Felix ini ada temen kamu," ucap nyonya Lee yang entah sejak kapan sudah kembali ke rumah.

Felix menuruni anak tangga dengan perlahan. Bercermin pada layar ponselnya untuk memastikan kondisi wajahnya sedikit lebih baik.

"Fel,"

Kepalanya menoleh cepat saat suara itu menyapa.

"Lo gak masuk?"

"Kak Changbin kok disini?"

Changbin membenarkan posisi duduknya.

"Tadi gue ke kampus, dan lo gak ada. Temen sekelas lo pada bilang Lee Felix bolos. Ya udah gue samperin anak bandel yang bolos ini ke rumahnya langsung."

"Jadi ceritanya belum move on dari jabatan?

Changbin berdecak.

"Iya suka lupa gue kalo udah gak pantes,"

"Eh sorry kak, bukan gitu maksud-"

"Iya bercanda, tau kok. Santai aja kali, Fel"

Changbin mengambil jaket yang semula ia letakkan di sofa. Memakainya dengan cepat sambil beranjak dari duduknya.

"Ayo!"

Felix mengernyit.

"Gue udah izin ke nyokap lo, mau nyulik anaknya buat beberapa jam ke depan"

"Apa nih?" Felix terkekeh saat Changbin mengulurkan telapak tangannya.

"Pegangan biar lebih mesra,"

Felix melangkah keluar rumahnya lebih dulu. Meninggalkan Changbin yang masih di tempat.

"Ditolak halus lagi nih?" monolognya.

.

.

"Kak Changbin tinggal sama siapa aja?" Felix menoleh pada pemuda di sampingnya.

"Bertiga. Gue, kakak, sama nyokap. Soalnya bokap gue udah lama meninggal,"

"Ah- maaf"

Changbin tersenyum. Tubuhnya bersandar pada sofa.

"Gak apa, kan udah lama juga"

Felix mengangguk ragu. Matanya memandang ke sekeliling kamar Changbin. Sedikit lebih rapi dari kamar miliknya.

"Fel,"

"Hm?"

"Soal yang kemaren— lo beneran nolak gue?

Tak ada sahutan.

"Lo suka gak sama gue?"

"Engga," jawab Felix cepat.

"Beneran engga?" tanya Changbin tak putus asa.

Felix memundurkan duduknya. Kakinya yang mengambang ia goyangkan pelan.

"Iya, beneran engga"

Keduanya terdiam. Menyelam dalam pikiran masing-masing. Changbin mengetukkan jari pada pegangan sofa. Kepalanya menoleh menghadap Felix.

"Kenapa?" tanya Changbin sedikit ragu.

"Aku gak boleh suka sama orang,"

Changbin tersenyum nanar.

"Gak masuk akal, Fel"

'Gue takut lo ngejauh, kak' batin Felix.

Felix memandang lurus ke depan. Mengalihkan wajah dari Changbin yang terus menatapnya.

"Bilang sama gue ada apa sebenarnya?" pertanyaan Changbin hanya dibalas gelengan kepala.

"Fel? Gue ganggu banget ya di hidup lo?"

"Aku sakit," sahut Felix cepat.

"Sakit apa?"

Helaan napas panjang terdengar dari mulut Felix. Ponselnya ia ambil dari  saku celananya.

"Pyromania, OCD"

"Itu apa?"

Felix melempar pelan ponselnya pada Changbin. Dengan segera Changbin membaca tulisan di sebuah web yang sengaja Felix buka untuk menjelaskan tentang penyakit yang ia sebutkan tadi.

"Gue baru tau ada kayak gini. Tapi Fel, konyol banget sumpah. Lo gak beneran punya penyakit gini kan?"

Felix mengambil paksa ponsel miliknya. Ia beranjak dan berjalan menuju pintu kamar Changbin yang terbuka.

"Fel? Mau kemana?"

Pemuda Seo itu mengejar Felix yang kini sedang memakai sepatu sebelah kirinya.

"Fel? Hei Felix! dengerin gue dulu,"

Pandangannya beralih pada tangannya yang tiba-tiba dicekal. Changbin menahannya.

"Gue cuma tanya tadi. Maaf gue gak tau,"

Napas Felix memburu. Ia tahu tak semua orang memiliki pikiran terbuka. Mungkin tak sepantasnya ia terlalu membuka diri pada Changbin.

Changbin menarik napas pelan.

"Lo bisa percaya sama gue, Fel"

Tangannya terulur untuk memegang sebelah pipi adik tingkatnya itu. Felix mengangkat kepalanya perlahan.

"Maafin gue ya?"

Felix mengangguk.

"Gue masih punya kesempatan gak?"

Dahi pemuda Lee itu berkerut dengan jelas.

"—buat dapetin lo" lanjut Changbin.

Keduanya berdiri berhadapan di depan pintu utama rumah Changbin. Felix terdiam memikirkan jawaban dari penuturan Changbin barusan.

"Bisa diulang gak?"

Alis Changbin terangkat.

"—confess nya," lanjut Felix.

Tangan Felix digenggam erat. Changbin mencoba tidak gugup saat menatap mata Felix.

"Lee Felix, saya minta kamu jadi pacar saya"

"Kok maksa?"

"Mau menolak perintah ketua komisi kedisiplinan?"

Felix terkekeh.

Cup

"Aku mau kok jadi pacar kak Changbin"

Dan lagi. Seo Changbin melemah. Anggota geraknya terasa kaku.

Dan setelahnya Felix berlari menghampiri sepeda motornya. Dengan cepat ia meninggalkan halaman rumah keluarga Seo setelah menjadi pelaku penciuman pada bibir seorang Seo Changbin.

Continue Reading

You'll Also Like

1.1K 150 5
Bersama rindu dengan pelampiasan dalam bentuk tulisan, untuk yang tersayang. Watanabe Haruto. [Hajeongwoo short story]
6.3K 484 13
RAW NOVEL TERJEMAHAN No edit (mtlnovel.com) Detail Assosiated name: 80's Fat Girl's Counterattack Judul Singkat:EZFGCB Judul Asli:八零肥妞逆袭记[穿书] Status...
220K 3.4K 12
suka suka saya.
26.6K 2.4K 16
Sebuah penghianatan yang berujung penyesalan Bxb Haruto Dom Jeongwoo Sub Junghwan Dom homophobia? jauh jauh sia ini area fujo 1 #Parkjeongwoo 21-o...