Almost Paradise [COMPLETED]

By IronHeights

14.9K 2.9K 357

[PROSES PENERBITAN. PART MASIH LENGKAP] Lita terlalu sering menonton drama Korea. Hingga ia ingin menciptakan... More

SATU
DUA
EMPAT
LIMA
ENAM
TUJUH
DELAPAN
SEMBILAN
SEPULUH
SEBELAS
DUA BELAS
TIGA BELAS
EMPAT BELAS
LIMA BELAS
ENAM BELAS
TRAILER
TUJUH BELAS
DELAPAN BELAS
SEMBILAN BELAS
DUA PULUH
DUA PULUH SATU
DUA PULUH DUA
DUA PULUH TIGA
DUA PULUH EMPAT
DUA PULUH LIMA
DUA PULUH ENAM
DUA PULUH TUJUH
DUA PULUH DELAPAN
DUA PULUH SEMBILAN
EXTRA PART - Before Daffa
GOOD NEWS!

TIGA

578 117 9
By IronHeights

"Gue bingung. Gue nggak ngerti. Kok ada sih satu geng tapi isinya antagonis semua? Di setiap drama yang gue tonton kalo ada geng cowok-cowok ganteng pasti ada cowok yang baik, ramah, buat bikin seimbang cowok yang galak." Lita membuka pintu lokernya, menaruh pakaian olahraga yang baru selesai dipakai.

Sepanjang pelajaran olahraga hingga tadi Lita terus menceritakan kejadian kemarin pada Mary yang mendengarkannya dalam diam, tanpa komentar. Mulai dari ia harus membobol tabungannya hingga kue yang harganya selangit itu dibuang Kay ke tempat sampah. Tadinya Lita mau mengambil lagi kuenya yang dibuang Kay, tapi dia ingat kalau tempat sampah di Garuda Bangsa beda dari tempat sampah lainnya. 

Tempat sampah di Garuda Bangsa dibedakan dari sampah organik dan non-organik dan dasar tempat sampahnya menempel pada lantai. Setiap sampah yang dibuang ke dalam tempat sampah itu langsung meluncur kebawah basement pembuangan, yang nantinya akan mempermudah pembuangan sampah seluruh sekolah di tiap akhir minggu. Itu yang membuat Lita tidak bisa mengambil kembali kuenya, kecuali dia mau nekat turun ke basement pembuangan dan ngubek-ngubek sampah satu sekolah.

"Itu drama. Fiksi. Bukan kehidupan nyata." Mary berbicara dari balik lokernya.

"Tapi, Mar, film atau drama Korea yang lo bilang fiksi itu kan diadaptasi dari kehidupan nyata."

"Kehidupan nyata yang mana? Semua itu berasal dari imajinasi penulis. Kehidupan nyata nggak ada yang sempurna kayak drama-drama Korea yang suka kamu tonton," sanggah Mary.

"Elo tuh sekalinya diem, diem banget. Tapi, sekalinya ngomong panjang banget dan kadang bikin impian orang buyar." Lita bersandar di lokernya memandang Mary yang masih sibuk merapikan loker.

Mary mengangkat bahu dibarengi dengan gebrakan dari loker Lerina yang terburu-buru mengambil handuk dan lari ke arah ruang bilas.

"Kamu ikut ekskul apa?" tanya Mary tidak mengacuhkan Lerina yang mengagetkannya.

Lita melipat kedua tangannya. "Belum tau nih. Males ikutan ekskul. Tugas kita aja seabrek. Lo ikut apaan?"

"Ekskul baca."

Lita menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia bingung sama jawaban Mary. Lita berpikir dalam hati. 

Emang ada ya, ekskul baca? Emangnya disini TK, kita diajarin baca. Mungkin maksud dia klub buku kali, ya. Yang setiap minggunya selalu membahas buku-buku terbitan terbaru atau yang pengarangnya peraih penghargaan kelas dunia.

"Kenapa?" Mary menyadarkan lamunan Lita.

"Nggak apa-apa. Gue lagi kepikiran yang kemarin aja."

"Lupain. Kamu hidup di dunia nyata yang nggak segalanya indah. Lagian, kan masih banyak cowok-cowok ganteng di sekitar kamu yang lebih ramah."

Lita baru saja mau mengangguk-angguk bertepatan dengan Lerina yang lagi-lagi menggebrak lokernya sehabis menaruh handuk dan baju olahraga, kemudian berlari ke loker barang. Lerina membubuhkan bedak dan blush-on ke wajahnya, memakai eye-liner, menyemprotkan parfum ke seluruh tubuhnya, lalu kembali menutup pintu lokernya dengan gebrakan yang lebih dahsyat setelah mengambil stik golf.

"Kenapa sih tuh anak? Lagi latihan kebakaran? Buru-buru amat." Lita bingung akan sikap Lerina yang biasanya serba anggun.

"Hari ini dia ekskul golf."

"Terus?" Lita masih belum bisa menangkap maksud dari jawaban Mary. 

"Ketua golf anak kelas sebelas. Gebetannya. Pedekate terselubung."

Lita terdiam mendengar jawaban Mary yang kedua. Seperti baru ada bohlam besar menyala di atas kepalanya. Lita nyengir lebar. Ia punya ide yang sangat brilian, menurutnya.

*

"Lerina..."

Jam istirahat Lita menghampiri bangku Lerina membawa satu kotak makanan, lengkap dengan senyum termanis yang dibuat semenarik mungkin.

"Gue bawain elo brownis kukus. Buatan nyokap."

Lerina melihat sepintas potongan-potongan brownis kukus yang dibawa Lita. "Nggak tertarik. Nggak level."

"Cobain dulu, baru komentar. Ini enak banget loh. Pasti ketagihan." Lita menyodorkan kedepan Lerina yang menatapnya curiga.

 "Nggak gue kasih racun. Cobain dong. Nyokap gue bikin ini pagi-pagi banget, katanya khusus buat temen sekelas gue yang paling cantik."

Lerina berdecak sebal, walaupun akhirnya dia mengambil potongan kecil dari brwonis itu.

 "Enak, 'kan?"

"Hmm...." Jawaban andalan Lerina.

"Nih, buat elo semua." Lita menyerahkan kotak makanannya. "By the way, Kay, Fiksa, Advin, Seran sama Daffa ikutan ekskul apa sih?"

"Tuh kan! Udah gue duga dari awal, pasti ada maunya. Nih, ambil lagi brownisnya." Lerina mendorong kotak makanan Lita.

"Eh, nggak, nggak, itu seriusan buat elo. Tadi gue cuma sekilas nanya aja. Kalo di berita-berita kan ada yang namanya Sekilas Info, kalo gue Sekilas Nanya." Lita nyengir, berusaha ngeles.

"Mereka kan kelas dua belas, pasti udah pensiun ikutan ekskul." Mary ikut nyambung dari kursi belakang.

"Yah... iya, mereka kelas dua belas. Gue lupa." Gurat kecewa terlihat jelas di wajah Lita.

"Bentar." Suara Lerina mencegah Lita yang sudah mau pergi dari hadapannya. "Mereka masih ikut ekskul."

"Oh ya? Apa aja? Kok bisa?" Lita kembali antusias membuat Lerina agak menyesal memberi tahu informasi barusan.

"Khusus untuk mereka, Kepala Sekolah kasih ijin untuk ngurus ekskul sampai pertengahan semester ini. Mereka cuma boleh menjabat sampai akhir semester satu, karena semester dua harus konsen ujian akhir. Menurut Kepala Sekolah, mereka bisa menarik minat murid-murid baru ikutan ekskul," jelas Lerina panjang lebar.

"Wah, keren." Lita terkagum-kagum. "Terus, mereka ikut ekskul apa aja?"

Lerina menarik napas panjang. "Kay, ketua basket. Advin, pengiring musik utama paduan suara. Fiksa, ketua renang. Seran, ketua PMR. Daffa, ketua futsal."

Senyum Lita kembali lebar mendengar informasi yang sangat berguna dari Lerina. Lita sampai lupa untuk bertanya dapat informasi darimana Lerina mengenai mereka berlima.

"Ahhhh, makasih banyak, Lerina."

"Eh, eh, berani cium pipi gue lagi, gue lempar bangku nih." Lerina sudah mengambil ancang-ancang kalau Lita berani mencium pipinya lagi.

"Oke, peace." Lita mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya sambil nyengir lebar.

Setelah mendapat informasi yang barusan disampaikan Lerina, Lita merasa rencana yang akan dijalankannya bisa berjalan sempurna. Sepulang sekolah nanti, Lita sudah berencana untuk memulai misinya. Misi awalnya yang membuat dia bersikeras harus bisa masuk Garuda Bangsa.

*

"Apaan nih, Kak?" Erin mengambil selembar kertas dari berlembar-lembar kertas yang berantakan di atas meja ruang tengah.

"Formulir ekskul," jawab Lita singkat yang sedang sibuk menulis.

"Kok banyak banget?" Erin membaca kertas-kertas itu. "Formulir ekskul basket, ekskul renang, ekskul futsal, ekskul PMR... ekskul paduan suara?! Maksudnya apa nih?" Erin melotot membaca form-form ekskul yang diisi Lita.

"Maksudnya, aku mau ikutan ekskul jadi harus isi form-form itu dulu." Lita menjawab santai, tanpa mengalihkan perhatian dari form yang sedang diisinya.

"Maksud aku, kakak kenapa ikutan segini banyak ekskul?"

"Nggak usah segitu keponya deh."

"Kak, ekskul sebanyak ini bisa menyita waktu banget tau. Tugas-tugas Kak Lita pasti banyak di kelas. Cukup ambil satu atau dua aja kan bisa. Lagian, kakak ngapain ikutan futsal? Itu kan mainan laki-laki. Terus, paduan suara, ya ampun, suara kakak kan..."

"Jangan cerewet ah."

"Aku sih ingetin aja, Garuda Bangsa punya sistem drop out buat murid yang nilainya nggak sesuai standar mereka. Jangan kecewain Mama sama Papa, apalagi Tante Nilam yang biayain sekolah kakak."

"Aku nggak akan kecewain mereka." Lita menatap adiknya sebentar lalu melanjutkan menulis lagi.

*

Mary memerhatikan Lita yang sehabis bunyi bel beberapa menit lalu terlihat sangat ribet. Mulai dari merapikan buku-buku dan alat tulis, mengeluarkan kertas-kertas, mengecek kertas tersebut satu-persatu, dan berdecak berkali-kali.

"Hari ini gue ekskul basket sama renang. Takut ketinggalan form-nya." Lita berbicara sendiri, namun itu menjawab apa yang ada dipikiran Mary.

"Sayang, kamu mau kemana? Ikut dong." Erick duduk di atas meja Lita yang berantakan.

"Maaf Kakanda, Adinda sibuk. Bye! Duluan, Mar!" Lita menepuk-nepuk pipi Erick yang selembut porselen bagai dibasuh air suci setiap hari.

Lita langsung berlari keluar kelas, tidak lupa membawa kertas-kertas yang ada diatas meja. Dalam waktu dua menit Lita sudah berada di depan pintu lapangan basket indoor. Sebelum masuk, Lita mengatur napasnya dulu, lalu melangkahkan kakinya ke dalam lapangan dan tanpa sengaja menubruk seseorang di depannya.

"Eh, sorry, sorry. Gue mau kedepan sana." Lita tersenyum pada seseorang  yang ditabraknya barusan.

"Enak aja mau langsung ke depan. Antri," kata murid perempuan yang menghalangi jalan Lita.

Hah? Antri?

Lita menjinjitkan kakinya dan mundur selangkah. Meja registrasi ekskul bagi murid baru yang jaraknya empat meter dari tempat ia berdiri bersama puluhan murid perempuan lainnya, membuat Lita tidak habis pikir.

Ini antrian serah-terima form ekskul basket apa bagi-bagi beras gratis?

"Perhatian semuanya! Berhubung pendaftar tahun ini melebihi kuota tim dan kita nggak mungkin melatih kalian semua, kami dari tim inti basket akan mengadakan seleksi singkat. Seleksi akan dipilih langsung oleh ketua basket." Seorang perempuan yang memakai baju basket Garuda Bangsa berwarna abu-abu dan biru memberikan pengumuman yang disambung teriakan histeris para pendaftar yang kebanyakan perempuan.

Ini konser apa beneran pada mau daftar ekskul sih? 

Lita celingukan ke samping kanan-kirinya. Kebanyakan yang antri adalah murid perempuan tipe Lerina yang suka dandan dan kecil kemungkinan mereka mau main basket panas-panasan kalau ada latihan outdoor.

Pekikan histeris makin membahana lapangan basket yang ber-AC ini, Lita sampai harus menutup kedua telinganya. Ia berani jamin konser EXO beberapa bulan lalu di Jakarta pasti sama hebohnya seperti sekarang. Ternyata teriakan yang makin keras itu bersumber dari munculnya seseorang berperawakan tinggi dan mukanya ditekuk banget. Kay.

"Buat dua barisan. Kalo saya suruh maju, kalian drible bola dan masukin ke ring. Tiap saya tunjuk kalian dan bilang 'out' tandanya kalian gugur, 'next' untuk yang lolos." Kay menjelaskan dengan suara beratnya, mukanya persis monster belum makan daging manusia seminggu.

Dua barisan sudah siap dan ada anggota basket di samping Kay meniup peluit. Tanda seleksi dimulai.

"Out," ujar Kay berekspresi datar.

"Out." Masih Kay dengan ekspresi wajah datarnya.

"Out." Kening Kay berlipat dua.

"Out." Kening Kay berlipat tiga.

"Out." Kening Kay berlipat banyak.

"Next." Lipatan kening Kay sedikit berkurang.

"Out." Muka Kay tertekuk seribu.

"Argghh, out!" Kay makin bete melihat peserta seleksi yang bukannya menangkap bola, malah lari ketakutan, takut kena bola.

Giliran Lita masih dua orang lagi di depannya. Sejauh ini belum ada setengah dari pendaftar yang diterima Kay. Memang sih, kebanyakan dari mereka kayaknya iseng doang daftar ekskul basket. Cewek-cewek iseng yang cuma mau lihat Kay beraksi dengan baju basket kebanggaan Garuda Bangsa dan berharap bisa mendapatkan seulas senyum Kay. Boro-boro seulas, setitik pun Kay tidak mengeluarkan senyumnya.

Tiupan peluit nyaring membuat Lita terlonjak, di depannya sudah tidak ada orang, ternyata sudah gilirannya dan tadi dia melamun. Hal itu membuat Kay makin bete kayaknya, ada yang melamun ditengah seleksi basket yang dinilai langsung oleh ketua basket.

Bola basket dilemparkan kearah Lita dan ditangkapnya, Lita men-drible­ pelan bola basket itu menuju ring basket. Persis disamping ring basket ada Kay sedang memerhatikannya, lengkap sama muka galaknya. Lita jadi ingat peristiwa Kay membuang kue seharga jutaan rupiah itu ke tempat sampah. Memang sih, Kay ganteng dan jelmaan cowok-cowok keren yang suka ada di drama Korea kesukaannya, tapi Lita tetap kesal kuenya dibuang begitu saja. 

Lita jadi membayangkan kalau ring di atas itu adalah wajah Kay. Lita melempar bola penuh emosi ke arah ring dan bola itu memantul kencang hingga balik kearah Lita lagi, Lita yang masih dilanda emosi menangkap dengan sigap dan kembali mencoba memasukkannya ke dalam ring dan ternyata masuk!

Napas Lita terengah-engah, ditatapnya Kay yang masih diam menatapnya juga.

"Next." Tangan Kay digerakkan kearah barisan pendaftar yang lolos seleksi singkat. Lita diam sejenak masih belum percaya dia diterima.

"Apa saya harus bilang 'out' biar kamu pergi dari depan saya?" Ucapan Kay yang ketus menyadarkan Lita.

"Maaf, Kak." Lita langsung minggir dan ikut bergabung dengan mereka yang lolos seleksi.

Seleksi singkat selesai dalam waktu satu jam. Dari 200 pendaftar terpilih dua puluh orang yang lolos seleksi sebagai anggota ekskul basket. Latihan di hari pertama diisi dengan mengelilingi lapangan dua puluh kali, push-up dan sit-up yang masing-masing dua puluh kali, dilanjutkan latihan singkat menangkap operan bola. Menangkap operan bola yang Lita pikir mudah justru membuatnya jadi sasaran empuk nyinyir Kay. 

Ketika Lita tanpa sengaja bilang "Aww", karena kaget dioper bola yang dilempar kencang ke arahnya, Kay langsung membalas, "Manja.". 

Tapi, Lita tidak peduli sama sikap Kay, ia punya tujuan masuk ke ekskul basket ini, sama seperti tujuannya ikut ekskul renang yang mempunyai jadwal di hari yang sama dengan ekskul basket.

Dari lapangan basket, Lita harus berlari menuju kolam renang indoor yang jaraknya dari ujung ke ujung dengan lapangan basket. Kalau ekskul basket dimulai jam satu siang hingga jam empat sore, ekskul renang dimulai tepat jam empat sore. Lita terlambat, karena ketika ia masuk ke area kolam renang beberapa orang terlihat sudah selesai peregangan. Untungnya ekskul renang tidak seheboh ekskul basket yang harus ada seleksi segala.

"Maaf, Kak, saya terlambat," ujar Lita yang napasnya tidak beraturan.

Fiksa melihat jam tangan waterproof-nya. "Dua menit. Keliling sekitar kolam renang dua kali dan kamu peregangan sendiri." Nada suaranya tidak jauh beda dengan Kay, padahal wajah Fiksa manis sekali kalau dia mau tersenyum.

"Saya lari aja ya, Kak? Saya udah peregangan kok. Tadi sebelum kesini, saya baru selesai ekskul basket." Lita memegang dadanya yang sesak.

Fiksa menatapnya tajam dan mengedikkan bahu singkat. "Terserah."

Lita langsung berlari mengeliling tepi kolam renang yang berukuran sangat luas. Sambil berlari Lita melihat di ujung kolam renang Fiksa sedang berbicara dengan para anggota ekskul yang baru. Sepertinya menjelaskan peraturan atau teknik renang dasar.

Selesai berlari, Lita langsung menghampiri lainnya yang sedang berjajar di tangga papan loncat yang jaraknya dari kolam renang hanya satu meter. Jantung Lita berdetak kencang. Ia memang bisa renang gaya biasa, tapi kalau harus loncat dari papan loncat? Lita mulai berpikir mengundurkan diri. Ia takut ketinggian.

Lagi-lagi Lita dikagetkan oleh pekikan peluit yang baru saja ditiup Fiksa. 

"Cepet loncat."

Lamunannya membuat Lita tidak sadar kalau sekarang sudah gilirannya untuk loncat.

 "Kak, saya..."

"Kenapa takut? Kamu bisa keluar dari sini kalo takut. Saya males punya anggota penakut dan manja."

Mendengar kata 'manja' membuat Lita ingat sindiran Kay di lapangan basket, tadi disana juga dikatain manja sama Kay. Lita harus membuktikan juga sama Fiksa kalau dia tidak manja dan penakut.

"Saya nggak manja." Tanpa ba-bi-bu Lita langsung meloncat ke dalam kolam renang.

Bunyi kolam renang memercik nyaring bersamaan dengan jatuhnya tubuh Lita. Fiksa tanpa sadar menyipitkan matanya dan mengelus-elus pipinya sendiri melihat kejadian yang baru saja terjadi didepannya. 

*

Continue Reading

You'll Also Like

113K 8.6K 28
Petualangan para murid menghadapi petaka akibat percobaan mematikan di sekolah mereka, dan kini menjadi tugas yang harus mereka selesaikan untuk bert...
240K 15.1K 54
END Ziya si tukang stalker sekaligus Mak comblang kena karma Omayyygattttt !!!! Dunia Percomblangan dalam bahaya dan semua itu karna Ketua Osis palin...
2.4M 141K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
6.1M 262K 58
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...