Almost Paradise [COMPLETED]

By IronHeights

14.9K 2.9K 357

[PROSES PENERBITAN. PART MASIH LENGKAP] Lita terlalu sering menonton drama Korea. Hingga ia ingin menciptakan... More

SATU
TIGA
EMPAT
LIMA
ENAM
TUJUH
DELAPAN
SEMBILAN
SEPULUH
SEBELAS
DUA BELAS
TIGA BELAS
EMPAT BELAS
LIMA BELAS
ENAM BELAS
TRAILER
TUJUH BELAS
DELAPAN BELAS
SEMBILAN BELAS
DUA PULUH
DUA PULUH SATU
DUA PULUH DUA
DUA PULUH TIGA
DUA PULUH EMPAT
DUA PULUH LIMA
DUA PULUH ENAM
DUA PULUH TUJUH
DUA PULUH DELAPAN
DUA PULUH SEMBILAN
EXTRA PART - Before Daffa
GOOD NEWS!

DUA

810 138 14
By IronHeights

"Kak Lita, blazer-nya!"

Lita menangkap blazer yang dilempar Erin dari dalam mobil. Hari itu ia sudah terlambat, dikarenakan mobil papanya mogok dijalan. Terlambat bagi mereka yang bersekolah di Garuda Bangsa adalah bencana. Ibarat kata, secara otomatis siapa pun yang terlambat atau melanggar aturan yang sudah ditentukan Garuda Bangsa siap-siap saja 'catatan dosa'-nya tidak lagi bersih. Lima poin untuk terlambat dan ditambah hukuman dari guru yang kebagian mengajar di jam pertama. Dan Lita mendapatkannya pagi itu.

Kakinya pegal karena sudah berdiri satu jam lebih di koridor kelas dihentak-hentakkan pelan. Lita celingak-celinguk kanan-kiri dari ujung koridor yang satu ke ujung koridor satunya. Sepi. Iya lah sepi, jam pelajaran pertama sedang berlangsung. Hanya Lita yang mendapatkan kehormatan berdiri di luar kelas sampai pelajaran Bahasa Inggris selesai.

Entah kenapa Lita merasa gerah, padahal seluruh gedung Garuda Bangsa dilengkapi oleh AC. Lita mengipasi lehernya yang kegerahan dengan tangan dan mulai mengambil kunciran yang ada di saku blazer-nya. Lita menguncir rambutnya yang tidak terlalu panjang, kemudian menyandarkan badannya yang pegal ke dinding, lalu memejamkan mata sejenak.

Baru beberapa detik Lita memejamkan mata, terdengar derap langkah kaki. Tidak hanya seorang, tapi lebih dari satu orang. Lita membuka matanya dan mencari sumber suara dari derap langkah kaki tersebut. Ketika Lita melihat apa yang sedang berjalan ke arahnya, detak jantungnya seakan berhenti dan matanya terbelalak kaget.

Tanpa komando, otak Lita memutar alunan lagu yang sudah sangat dia hapal, lagu dari soundtrack drama Korea favoritnya. Didalam pikirannya lagu Paradise dari T-Max menjadi musik latar pemandangan ini...

Lima murid laki-laki berwajah tampan dengan tinggi yang proporsional, seimbang dengan bentuk badan masing-masing. Lita mencoba merekam kaum adam yang sedang berjalan dengan gayanya masing-masing, dengan mata dan pikirannya secara cepat.

Satu orang yang lebih tinggi diantara yang lain, wajah tampannya didominasi mimik galak, rambutnya berantakan dan kaus seragamnya yang keluar di bagian depan. Disebelahnya, pemuda berkacamata berbingkai hitam, dasi yang dikenakannya terlihat sengaja dilonggarkan.

Lalu, ada seorang lagi dengan wajah yang sangat manis sedang sibuk dengan ponselnya. Kemudian, dibelakang mereka bertiga, seorang berwajah serius, menenteng jas yang semestinya dikenakan selama berada di lingkungan sekolah.

Dan terakhir, Lita bisa melihat seseorang bersiul pelan sambil memutar-mutar dasi yang tidak dipakainya, bahkan kaus seragamnya seluruhnya dikeluarkan, serta jasnya disampirkan di bahu kiri.

Lita kembali menahan napas ketika kelima orang itu melintas di sampingnya. Lita hampir pingsan saat salah satu diantara mereka yang tadi sibuk mengutak-atik ponselnya melirik sepintas. Kedua lutut Lita terasa gemetar saat yang lainnya ikut menoleh sekilas. Lita benar-benar ingin pingsan saat itu juga.
*

"Ler, kasih tau dong mereka itu siapa? Namanya siapa?" Lita menarik-narik ujung blazer Lerina tidak sabar.

"Harus berapa kali sih gue bilang, jangan mendekin nama gue jadi 'Ler'!" Lerina menarik paksa tangannya dari Lita dan terus berjalan menuju kafetaria alias kantin sekolah.

"Oke, Lerina Skandiani, siapa lima cowok ganteng yang tadi lewat depan kelas pas gue lagi dihukum pagi-pagi?" Lita menggandeng tangan Lerina yang langsung ditepis kasar.

"Gue pikir elo lesbian."
Lita menarik rambut Erick yang nyeplos sembarangan tadi. Erick mengaduh pelan dan merapikan kembali rambutnya.

"Lagian elo ngapain sih ngikutin gue?"

"Aku kan mau selalu ada disamping Lita Tersayang." Erick mengedipkan mata.

"Mar, ayo buruan jalan cepetan. Tuh, Lerina udah nggak keliatan kan."

Lita menarik tangan Mary yang dari dalam kelas dipaksa ikut ke kafetaria untuk mengikuti dan mengorek informasi dari Lerina. Ia baru kelas sepuluh, tapi segala macam informasi tentang Garuda Bangsa sudah pasti ia tahu. Lita malah menyebut Lerina adalah ensiklopedia Garuda Bangsa.

"Lerinaaaaa, kasih tau dong." Gerakan Lita yang grasak-grusuk dan tiba-tiba, membuat Lerina kaget serts tersedak makanan yang tengah dikunyahnya.

"Gue hampir nelen sendok gara-gara suara cempreng lo!"

Lita nyengir dan memberi kesempatan Lerina untuk minum.

"Lo tuh nanya tentang siapa sih?" Lerina mendorong piringnya yang masih terisi setengah, risih juga makan dilihatin Lita yang tidak sabar menunggu dirinya selesai makan.

"Kalo gue tau mereka siapa, gue nggak akan ngejar-ngejar lo sampe sini." Lita cemberut. "Pokoknya, tadi gue liat mereka pas gue lagi dihukum berdiri di luar kelas."

"Elo kira gue bodyguard yang ngeliatin elo sepanjang waktu? Males amat."

"Mereka ganteng-ganteng, keren, tinggi... pokoknya ganteng deh." Lita sulit mendeskripsikan sosok lima cowok yang tadi hampir membuatnya pingsan.

Lerina mengerutkan kening.

"Ganteng? Itu ganteng, itu keren, itu tinggi, itu ganteng, keren dan tinggi." Jarinya menunjuk ke belakang Lita yang membuat Lita secara brutal mengubah posisi duduknya dan membuat Erick terjungkal, kalau dia tidak sigap menahan tubuhnya.

Melihat sosok-sosok yang ditunjuk Lerina, pundak Lita yang tadinya tegak langsung merosot drastis. "Apaan itu sih standar!"

"Belagu banget lo. Sok cantik." Nada sombong Lerina kembali lagi.

"Mereka yang tadi gue liat itu ada lima orang dan gue yakin mereka pasti kemana-mana selalu berlima, kayak di drama Korea gitu. Salah satunya pakai kacamata bingkai hitam, ada yang mukanya judes, manis, serius. Tapi, ekspresi mereka datar semua." Lita tidak peduli sama sindiran Lerina barusan, dia menjelaskan orang-orang yang dia cari dengan ingatan yang dimilikinya.

Lerina dan Erick bingung mendengar penjelasan Lita yang cepat banget. Lerina malah sudah melanjutkan kegiatan makannya yang tertunda barusan.

"Mungkin maksud Lita itu... mereka?" Mary yang daritadi diam, menunjuk ke arah belakang Lerina.

Seketika Lita menggeser pundak Lerina yang lagi asyik makan, karena pandangannya terhalang.
Lita melongo. Melihat ekspresi Lita, Lerina dan Erick jadi penasaran. Tepat lima meter jaraknya, ada lima orang cowok yang baru saja memasuki kafetaria dan duduk tidak jauh dari tempat mereka.

"Ngapain lo nanyain mereka?"
Sikutan Erick membuat Lita mengatupkan mulutnya yang terbuka.

"Gue mau deket sama mereka."

"Deket? Maksudnya, elo mau pedekate sama mereka berlima?"

Lita berdecak memandang Erick. "Nggak lah. Gue cuma mau deket. Mau temenan sama mereka."

"Gila." Lerina meletakkan sendok garpunya hingga berdenting cukup keras.

"Elo tau mereka siapa? Kasih tau gue, plisss..." Lita kembali mengikuti Lerina yang mulai beranjak keluar dari kafetaria.

Sebelumnya, Lita menoleh dulu ke arah lima cowok yang membuat misinya masuk Garuda Bangsa kembali menggebu-gebu. Si wajah manis sedang memakai earphone, si wajah judes lagi ngobrol sama si cowok kacamata, si wajah serius sedang melahap makanannya, dan satu lagi sedang berusaha memakai dasinya yang melilit asal-asalan di lehernya.

"Lerina! Tunggu dong, kasih tau dulu nama mereka, mereka siapa." Lita mengejar dan menjajari langkahnya dengan Lerina.

"Please, Lerina. Kalau bukan sama elo gue harus nanya sama siapa lagi? Elo kan paling tau seluruh hal yang berhubungan sama Garuda Bangsa. Nggak ada satu orang pun yang pengetahuan mengenai Garuda Bangsa-nya sehebat elo."

Langkah Lerina terhenti. Lita berusaha menyembunyikan senyum puasnya. Kata-katanya tadi memang sengaja disimpan terakhir kalau Lerina masih juga ngotot tidak mau memberitahu informasi apapun, dan ternyata kata-kata itu benar-benar ampuh.

"Yang mukanya galak namanya Kay, yang pakai kacamata namanya Advin, terus yang tadi pakai earphone namanya Fiksa, yang lagi makan itu Seran, dan yang lagi ribet sama dasinya itu Daffa."

Lita tersenyum lebar dan mengingat nama-nama yang disebut Lerina tadi.

"Terus, mereka itu siapa?"

"Mereka murid sekolah sini lah. Kelas dua belas."

"Kok waktu kita MOS mereka nggak ada?" Lita mencoba mengingat-ingat MOS dua minggu lalu.

"Buat apa mereka capek-capek ngurusin MOS? Mereka nggak ada waktu buat kegiatan begitu. Lagian, pas kita lagi MOS mereka lagi liburan ke Eropa sama-sama." Lerina menjelaskan dengan nada bangga, karena bisa tahu sebegitu detail.

Lita hendak membuka mulut lagi untuk bertanya, namun Lerina memotong cepat. "Dan, elo jangan gila sok mau deket sama mereka. Apalagi temenan. Lo pikir lo siapa?"

"Oke, makasih banyak ya, Lerina yang cantik." Lita mencium pipi Lerina singkat dan langsung ngibrit. Erick dan Mary yang dari tadi jadi penonton cuma bisa melongo.

"LITAAAAA!!!!!!!" Lerina murka mengejar Lita sambil mengelap pipinya kasar.
*

Kotak cantik berwarna putih berpita emas dipeluk erat oleh Lita. Tabungannya habis untuk membeli red velvet dari salah satu hotel bertaraf internasional di Jakarta. Itupun dia harus membobolnya diam-diam, kalau mamanya sampai tahu bisa murka hingga langit ketujuh, karena Lita rela membuang uang untuk membeli kue yang diameternya tidak lebih dari 20 sentimeter dengan harga jutaan.

"Lerina, mereka biasanya suka nongkrong dimana kalo lagi di sekolah?" Lita langsung menghadang Lerina yang baru masuk kelas.

Lerina mengerutkan kening antara bingung dan sebal pagi-pagi sudah diganggu sama suara berisik Lita.

"Maksudnya gue itu, Kay, Advin, Seran, Fiksa, dan Daffa biasa nongkrong dimana kalo lagi di sekolah?" Lita mengulangi pertanyaannya.

Lerina menggeser badan Lita yang menghalangi jalannya, lalu duduk dibangku. Dilihatnya Lita masih menunggu jawabannya sambil memeluk kotak berwarna putih.

"Jangan bilang kalo..." Lerina sengaja menggantung kalimatnya, menunjuk kotak putih yang dibawa Lita.

"Iya! Gue mau kasih ini sama mereka." Lita nyengir lebar.

"Erick!!!" seru Lerina ke penjuru kelas.
Yang dipanggil menghampiri terburu-buru.

"Apa? Apa?"

"Bini lo gila. Tolong bawa dia ke rumah sakit jiwa. Sekarang." Lerina menuding Lita dengan telunjuknya.

Erick berkacak pinggang layaknya seorang suami yang mau memarahi istrinya. "Kamu nakal ya, Sayang? Nggak boleh gitu ah."

Lita memutar bola matanya sebal. Erick makin lama makin nyebelin, sampai-sampai Lerina memanfaatkan kegilaan Erick untuk balas dendam tiap kali Lita mulai menghampirinya.

"Gue serius." Lita berusaha tidak terpengaruh bercandaan Lerina dan Erick.

"Gue juga serius. Elo jangan gila cari perhatian sama mereka. Nanti sakit hati. Bunuh diri deh," ujar Lerina datar.

"Ya udah deh, gue usaha sendiri." Lita melangkah keluar kelas.

"Emang mau apa sih dia?" Erick jadi bingung sendiri.

Lerina mengangkat bahu. "Mau mati kayaknya."
*

"Kayaknya separo Jakarta dipake buat lokasi sekolahan ini deh."

Setengah dari waktu istirahatnya sudah dipakai Lita mengelilingi sekolah demi menemukan kelima seniornya yang membuatnya penasaran setengah mati, tapi mereka belum keliatan juga.

Lita sudah mengelilingi gedung kelas dua belas, tapi mereka tidak terlihat. Tadinya Lita mau nekat melongok ke dalam kelas dua belas, hanya saja ia masih cukup waras untuk tidak menarik perhatian terlalu heboh.

Lita menatap kotak putih yang dari tadi dipeluknya. Sebenarnya ia sendiri juga tidak mengerti kenapa tiba-tiba saja kemarin membobol tabungannya, pergi diam-diam untuk membeli kue mahal ini dan berniat memberikannya pada lima senior yang dianggapnya adalah jelmaan tokoh yang ada di drama Korea favoritnya versi Garuda Bangsa.

Jam tangan Lita menunjukkan kalau lima menit lagi waktu istirahat akan selesai dan sehabis istirahat ini di kelasnya ada pelajaran kimia, ia tidak boleh terlambat. Tanpa terlambat saja, Lita sulit mengikuti pelajaran yang satu itu, apalagi jika terlambat dan dihukum, lagi, berdiri di koridor kelas.

Lita berjalan memutar ke kelasnya, rencana memberikan kue yang sudah dibelinya harus diurungkan. Lita akan memberikannya sepulang sekolah nanti. Ia akan menunggu di gerbang sekolah sampai sekolah benar-benar sepi kalau perlu.

Tiga menit sebelum bel berbunyi, Lita mempercepat langkahnya, kalau ia harus lewat koridor utama sudah jelas akan terlambat. Koridor utama sekolah yang dekat dengan kelasnya dari tempat Lita berada sekarang itu jauh banget, Lita terpaksa memutar lewat lapangan futsal outdoor.

"Kay, oper!"

Refleks mendengar nama itu diserukan, Lita menengok ke arah lapangan futsal. Dari jarak sepuluh meter Lita bisa tahu sangat jelas yang berada di lapangan futsal itu adalah orang-orang yang membuat waktu istirahatnya hampir terbuang tanpa hasil.

Si wajah galak Kay, mengoper bola yang berada di kakinya ke Fiksa yang berwajah paling manis, di gawang ada si muka serius merentangkan kedua tangannya menjaga kalau-kalau bola yang sedang digiring Fiksa mendekat ke gawangnya. Sementara Daffa yang tidak pernah memakai seragam dengan rapi sedang menarik ujung jas Fiksa agar lepas kontrol dari bola di kakinya.

"Jangan curang dong." Fiksa menarik tangan Daffa dari ujung jasnya.

"Bukan Daffa kalau nggak mau kalah," seru Advin dari pinggir lapangan.

"Siapa suruh main masih pake jas." Daffa kembali menarik jas Fiksa dan berhasil merebut bola yang dari tadi berada di kakinya.

Fiksa menggerutu mencoba mengambil kembali bolanya, namun oleh Daffa sudah terlanjur diluncurkan ke dalam gawang yang dijaga Seran. Kay berjalan ke pinggir lapangan dan mengambil botol air di bawah kaki Advin.

"Kebanyakan bergaul sama obat merah sampe ngga bisa jaga gawang, ya? Elo bahkan kebobolan tiga kali sama si ikan duyung ini." Kay menunjuk Fiksa dengan botol airnya.

Kening Seran berkerut tanda ia tidak setuju dengan kata-kata Kay, lalu mengambil botol air dari tangan Kay. Baru saja Fiksa mau mengambil botol air yang sedang diteguk Seran, Daffa merebutnya duluan dan menghabisinya menyiram kepalanya dengan air. Daffa mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk kecil, lalu menyikut Kay untuk mengikuti pandangan matanya.

Lita tersentak. Ia baru sadar kalau dari tadi sibuk memerhatikan mereka berlima tanpa berkedip. Sekarang lima seniornya itu sudah menatap Lita dengan ekspresi datar. Lita tertunduk dan sadar kalau ini kesempatan bagusnya untuk menyerahkan kotak putih di tangannya. Lita memberanikan diri melangkah ke lapangan futsal, lima seniornya itu masih terdiam sambil terus melihat Lita mendekati mereka.

"Ini.... buat kalian." Lita menyodorkan kotak putih yang berisi kue ke arah Kay.

Mereka berlima tetap terdiam, melirik sepintas kotak putih yang disodorkan Lita. Seperti ada komando tanpa suara, mereka berlima berjalan meninggalkan lapangan tanpa menoleh sedikit pun ke Lita yang masih bengong dicuekin.

"Tunggu! Ini saya beliin khusus buat kakak semua."

Lita melesat tiba-tiba didepan mereka, membuat Daffa hampir menabraknya kalau saja badannya tidak di rem tepat waktu.

"Tolong terima ini." Lita kembali menyodorkan kotak berisi kue diantara Kay dan Seran.

"Minggir." Gerakan kasar Kay berjalan disamping Lita tidak membuatnya mundur. Baginya hal biasa kalau satu geng populer itu ada yang galak dan judes, tapi teman-temannya yang lain pasti baik. Apalagi Fiksa yang berwajah manis, Advin yang berkacamata, atau Daffa yang dasi dan jasnya tidak pernah dipakai. Pasti mereka baik dan ramah, Lita meyakinkan hatinya.

Baru saja Lita memamerkan senyumnya, keempat senior lainnya berjalan mengekor Kay yang jalan terlebih dulu. Lita sempat terdiam sesaat kemudian sadar dan kembali mengejar mereka berlima.

"Kenapa sih kakak-kakak ini nggak mau terima pemberian saya?" tanya Lita yang mulai terlihat tidak sabar.

Fiksa maju satu langkah. Terdengar helaan napas lega Lita.

Pasti Fiksa si peran protagonis nih, kan Kay keliatan banget kalau dia itu antagonis, kasar.

Lita berbicara sendiri pada hatinya.

"Nggak ada diantara kita yang nyuruh lo beli ini, 'kan?" Fiksa bertanya dengan wajah dan nada datar.

Lita menggeleng, "Nggak ada, Kak, tapi..."

"Bawa pulang lagi." Daffa berlalu menyusul Fiksa.

"Nggak bisa. Kakak harus bawa pulang ini. Please..." Lita memohon didepan Seran dan Advin. Seran dan Advin tidak memedulikan permohonan Lita.

"Kak, apa susahnya sih tinggal terima aja?" Lita masih belum menyerah.

Tanpa diduga Kay memutar badannya dan mengambil kotak putih itu dari tangan Lita dengan kasar. Lita baru saja mau mengembangkan senyumnya, namun senyum itu harus ditelan paksa ketika kotak putih berisi kue yang dibeli dari hasil membobol tabungannya dibuang secara sadis ke tempat sampah oleh Kay.
**

Continue Reading

You'll Also Like

26.2K 2.2K 34
Start: 3 Juni 2019 End: 23 November 2020 [Buku kedua Bad Boyz] hanya sepenggal kisah tentang "mereka" yang menghadapi dunia setelah masa abu abu ber...
1K 120 53
‒───────◐◑❁❁❁◐◑───────‒ BLURB Imelda Andini selalu dihantui oleh sosok menyeramkan yang seolah mengikutinya ke mana pun ia pergi. Teror demi teror t...
352K 43.5K 26
[3] TERBIT πŸ“– - "Gue kangen dengan sosok lo di luar sekolah." Clara menunduk, tersenyum kecil. Lalu ditolehkannya kepalanya kembali kepada Arjuna. "...
6.7M 212K 38
"Aku pernah hampir diperkosa saat SMP." -Naresha Luveeana Agatha- Luvee menderita Haphephobia, sebuah penyakit psikis, di mana dia akan merasa sangat...