PURZELBAUM [Changlix]

By northeastern_

92.9K 18.4K 3.9K

tentang lee felix, seo changbin, dan neraka kehidupan yang mereka buat sendiri. ° seo changbin ° lee felix Wa... More

two ° seize the day
three ° when you love someone
four ° you don't care
five ° let me down
six ° melted
seven ° open the door
eight ° sternhaufen
nine ° confused
ten ° merged
eleven ° honestly
twelve ° sick
thirteen ° cross the bear
fourteen ° faintest
fifteen ° precious
sixteen ° jawbreaker
seventeen ° leave well alone
eighteen ° back to square one
nineteen ° daredevil
twenty ° caesura
twenty one ° gallantry
twenty two ° gallivanted
cuap cuap 👩‍🚀

one ° we've met

9.6K 1.2K 118
By northeastern_

Kedua netra itu bersitatap. Yang lebih muda menundukkan wajahnya.

"Besok, cat rambutnya lagi jadi hitam"

"I-iya, kak" cicit Jisung.

Pemuda itu masih berjalan, menelusuri satu persatu mahasiswa yang membuat sepuluh barisan lima banjar di aula tersebut. Almamater hitam dengan lencana emas di pundak menandakan pemuda itu memiliki jabatan penting.

Lee Minho. Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa. Tentu saja seluruh warga kampus mengenal mahasiswa tingkat tiga jurusan hubungan internasional itu.

Felix melirik sedikit.

"Kamu juga. Ganti warna pirang rambutmu jadi hitam, dek" ucap Minho.

"Tapi ketua BEM angkatan sebelumnya juga pirang, kak" sahut Felix.

Minho membatalkan niatnya untuk beranjak.

"Kamu bandingkan dirimu sama mahasiswa tingkat empat? Wah hebat hebat ya anak tingkat satu"

Suara tepukan tangan Minho bergema. Sang pelaku kemudian meninggalkan tempat tersebut setelah berbicara pada salah satu rekannya.

Sebelas anggota komisi kedisiplinan segera membubarkan barisan. Namun ada dua anggota komdis di depan barisan Felix.

"Cukup untuk hari ini. Besok harus sudah kumpul di aula setelah kelas terakhir selesai,"

"Siap, kak" jawab kelima mahasiswa dalam barisan dengan serempak. Felix salah satunya.

Para mahasiswa berhamburan keluar setelah bubar barisan.

Puk

Bahunya ditepuk. Felix menoleh sekilas.

"Dek, ke markas komdis sekarang" itu suara Mark lee, mahasiswa tingkat dua jurusan sastra Inggris.

Felix mengikuti langkah kakak tingkatnya itu. Markas komisi kedisiplinan tampak sepi. Mungkin hanya dirinya saja terciduk hari ini.

"Tunggu di dalam, duduk dulu"

Mark Lee berbalik dan melangkah menjauh.

"Kak! Saya gak dihukum nih?"

Langkahnya terhenti, Mark menoleh sekilas.

"Bukan saya, dek. Ketua komdis yang ambil peran"

Felix terdiam. Mengingat apa yang sudah ia lakukan tadi.

Menurutnya, ini cukup berlebihan.

Semenjak ospek dan bahkan setelah tujuh bulan lamanya ia berkuliah, tak pernah sekalipun ia berurusan dengan komdis. Terlebih lagi dengan sang ketua komisi.

Seo Changbin.

Dan dia datang.

Suara tapakan sepatu menggema. Felix enggan melirik sedikit pun. Pandangannya terpaku pada ujung kemeja putih yang ia kenakan.

Felix tahu, kakak tingkatnya itu sudah berdiri di depannya. Keduanya hanya berbatas meja kayu.

Masih saling bungkam. Hingga-

"Ada masalah apa?" Suara Changbin memenuhi seisi ruangan. Rendah. Namun tak seberat suara Felix.

"Siapa nama kamu?"

Dengan ragu pemuda pirang itu mendongak.

"Lee Felix"

Dan untuk pertama kalinya mereka bertemu. Butuh beberapa detik untuk keduanya bersitatap. Saling memandang wajah satu sama lain.

"Atas dasar apa kamu berani menjawab teguran dari ketua badan eksekutif?" tanya Changbin kembali pada topik.

"Tapi saya menjawab dengan fakta yang benar, kak" jawab Felix.

"Mengatasnamakan ketua BEM angkatan enam belas? Anak tingkat satu punya hak apa?"

Mata Felix menyipit.

"Kamu fakultas apa?" tanya Changbin sambil membuka lembaran kertas yang ia bawa di tangan kirinya.

"Teknik,"

Changbin menghentikan pergerakannya.

"Jurusan?"

"Teknik sipil"

Felix menunduk kala Changbin meletakkan lembaran kertas yang dibawanya ke atas meja kayu.

Helaan napas panjang terdengar dari yang lebih tua.

"Kamu menutup peluang terbesar. Masih yakin mau daftar jadi anggota BEM setelah ini?"

"Siap. Yakin, kak"

Entah kenapa keyakinan Felix justru berkurang.

"Oke, kamu boleh pulang sekarang. Tapi jangan kira kamu bebas detensi. Empat hari dari sekarang, kembali temui saya disini"

Changbin menjauh setelah menyelesaikan kalimatnya.

Sore itu masih ada beberapa mahasiswa yang betah berlalu lalang di area kampus. Beberapa diantaranya teman seperjuangan Felix-calon anggota BEM.

Decakan lidah terdengar dari pemuda itu.

Felix hanya mahasiswa biasa. Sedikit berbeda karena ia penerima beasiswa prestasi. Sulit. Hanya tiga orang di setiap angkatan.

Dari awal tekadnya hanya untuk belajar. Menjaga nilainya agar tidak terjadi pencabutan beasiswa.

"Jisung! Kok masih disini?"

Yang dipanggil menoleh. Lalu tersenyum pada Felix yang baru saja datang.

"Nunggu kakak gue nih,"

"Belum jemput emang?"

Jisung terdiam. Lalu menggeleng.

Felix memandang temannya itu dari samping. Han Jisung namanya. Berada dalam satu kelompok yang sama saat ospek, dan siapa sangka menjadi lebih dekat berkat mendaftar organisasi BEM.

"Lo gak pulang? Keburu malem loh"

Felix mengangguk. Setelahnya benar-benar pergi. Jisung masih berdiri di depan gerbang kampusnya. Hingga sebuah mobil terhenti di depannya.

Jendela mobil itu terbuka.

"Maaf ya kakak lama"

Tangannya terulur untuk mengusak surai milik adiknya.

"Iya tau yang sibuk" ucap Jisung sambil menyingkirkan tangan tadi dari kepalanya.

"Ya udah, ayo pulang,"

Jisung mengangguk. Masuk ke dalam mobil. Diikuti dengan suara mesin mobil yang mulai menjauh setelahnya.

•••


Suara decitan gerbang yang nyaring membuat Felix menggeliat dalam tidurnya. Baru pukul sembilan malam sekarang.

Felix menggoyangkan kakinya di atas ranjang. Membuat sprei yang membalut spring bed tampak kusut.

"Felix udah tidur?" suara berat pria itu menyapu pendengaran Felix.

"Udah kayaknya,"

Pintu kamarnya terbuka. Pria paruh baya itu duduk di pinggir ranjang tempatnya berbaring.

Sekali di setiap minggunya, Ayah Felix pulang dari tugasnya sebagai pilot. Langsung mengunjungi kamar anak semata wayangnya, bahkan sebelum seragam kerjanya ia ganti.

Felix belum benar-benar tertidur. Bahkan usapan lembut pada rambutnya sangat terasa.

Tubuh Felix menghangat. Selimut tebal kini membalut dirinya. Ayahnya memang tak pernah tega membiarkan Felix kedinginan dalam tidur sekalipun.

Suara langkah kaki dan pintu yang tertutup membuat Felix mengeratkan pelukannya pada guling. Rasanya makin mengantuk saja.

Cklek

BRUKKK

Ranjang Felix tergoncang. Bangchan menindih tubuh Felix.

"Jangan pura-pura tidur, Lix!"

Badan Bangchan berpindah setelah Felix mendorongnya.

"Ngantuk, kak. Minggir sana!"

Sudah menjadi kebiasaan, Bangchan akan datang ke rumah Felix. Mengganggu adik sepupunya yang pastinya sudah berbaring di ranjang saat ia datang.

Bangchan menarik kelopak mata Felix. Memaksanya agar terbuka.

"Cerita dulu dong yang tadi di kampus,"

"Cuma suruh ganti warna rambut," jawab Felix sambil mengusap mata.

"Katanya ada masalah sama Minho?"

Selimut tersibak. Felix membalikkan badannya menghadap Bangchan.

"Aku bilang aja ketua BEM angkatan enam belas juga pirang rambutnya"

"Ceritanya membela diri pakai sistem relasi?"

Ya. Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa angkatan enam belas adalah Bangchan. Kakak sepupu Felix.

"Ya udah lah, yang penting gak kena hukum"

"Tadi udah dikasih jadwal detensi kok sama ketua komdis" ucap Felix ringan.

Bangchan menoleh. Menatap Felix di sampingnya.

"Kalau udah selesai detensi, jaga jarak sama si Changbin. Kakak gak mau kamu ketularan bandel kayak dia,"

Felix beranjak. Menutup tirai jendela. Lalu mendudukkan tubuhnya menghadap kakak sepupunya.

"Komdis kok bandel?"

Bangchan mengangkat bahu.

"Males bahas dia ah,"

"Kak Chan duluan yang bahas tadi"

Tak ada sahutan. Yang lebih tua segera beranjak.

Pintu kamar tertutup. Setelahnya terdengar suara Bangchan yang berbincang dengan kedua orang tua Felix.

Sang pemilik kamar melirik ke pojok ruangan. Keranjang alumunium hampir penuh oleh kertas terkoyak bekas bakaran api.

Felix membuka tasnya. Mengambil salah satu buku catatan. Kertas di dalamnya dirobek dengan asal.

Kembali melakukan kebiasaannya, Felix mengambil korek api di atas nakas. Melipat kertas di tangan kanannya menjadi lipatan kecil.

Melihat api yang menyala selalu membuatnya merasa lebih tenang.

Api sudah padam. Dilemparnya begitu saja sisa kertas tadi ke pojok ruangan. Tumpukan kertas bekas disana bertambah satu. Begitu di setiap harinya.

Ponsel Felix berdering. Panggilan masuk dari Han Jisung.

"Oit"

"Tadi gue belum nanya soal hukuman lo. Diapain sama komdis tadi, Lix?"

Tubuhnya kembali direbahkan. Ditariknya selimut yang tadi tersingkap.

"Cuma ditanya. Detensinya nyusul"

"... kamu telpon sama siapa, sayang?"

Felix mengernyit. Ada suara seorang pemuda di sebrang telepon. Tentu saja bukan suara Jisung.

"Eh udah dulu ya, Lix. Ngantuk nih gue, hehe."

"Iya, Jis. Jangan lupa besok-"

Tutt tutt

Sudah terputus sebelum Felix menyelesaikan kalimatnya. Kembali ia letakkan ponselnya di atas nakas.

Baru beberapa detik namun ponsel itu kembali berdering singkat. Ada pesan masuk.

+62 8214350xxx
| Dek

Felix menengok ke pintu kamarnya. Nomor baru Bangchan? Tapi kenapa harus mengirim pesan jika Bangchan masih di rumahnya. Suaranya bahkan masih terdengar jelas sedang bercakap dengan Ibunya.

Felix

Maaf ini siapa ya? |


Hendak ia meletakkan ponselnya namun benda elektronik dalam genggamannya sudah bergetar kembali.

+62 8214350xxx
| Seo Changbin

"Sial!" umpat Felix.

Tanpa membalas pesan singkat tersebut Felix segera menonaktifkan ponselnya.

Entah kenapa ada dorongan kuat dalam dirinya untuk menjauhi ketua komisi kedisiplinan kampusnya itu. Auranya gelap. Felix tak suka.

Pada akhirnya hanya tersisa suara dengkuran halus dan napas teratur. Felix terlelap dengan bayangan Seo Changbin di pikirannya.

•••


Aku kembali~
jangan lupa vote comment yorobun 🤗💕

gimana si ini aku masih bingung, kritik saran work ini dong kak

Continue Reading

You'll Also Like

311K 28.6K 80
Takdir kita Tuhan yang tulis, jadi mari jalani hidup seperti seharusnya.
203K 22.9K 81
Ini Hanya karya imajinasi author sendiri, ini adalah cerita tentang bagaimana kerandoman keluarga TNF saat sedang gabut atau saat sedang serius, and...
18.2K 2.6K 9
Cuma cerita ringan tentang kehidupan cinta Felix sama Hyunjin. "Lix, pokoknya nanti kamu nikahnya sama aku ya. Gak boleh sama yang lain" -Hwang Hyunj...
321K 410 4
21+