ALLESYA

By fatehanu12

60.8K 3K 613

Amazing cover by : @seulwoonbi "Gue ingin bahagia, tapi kebahagian sangat sulit untuk mendekat kearah gue. Ke... More

1. Allesya Arfani
2. 11 Otomotif 1
3. Geng Cabe
4. Illa Mazka
5. "Gue kangen lo, All,"
6. Agil Mahendra Dinar
7. "Gila aja, lo!"
8. Hari Senin
10. Dia...Datang!
11. Rest
Visualisasi Tokoh
12. What Heppen?
13. Pelipur Lara
14. Kejutan Pahit
15. Tonight With You
16. Oh, Shit!
17. Penampilan Baru
18. Satu Fakta
19. Moodboster
20. Penguat Diri
21. Perjalanan
22. Sebuah Pengakuan
23. Refreshing
24. Sebuah Pengakuan [2]
25. Perjalanan Berakhir Kesinisan
26. Dia Yang Kembali
Playsong Allesya
27. Dia Yang Terdiam
28. Kabar Memilukan Semua Insan
29. Kacaunya Sang Pelabuhan
30. Luka Menyakitkan
31. Whats Wrong?
32. Trapped
33. Clubbing
34. Rusuh
35. Pertunangan
36. Salma dan Allesya
37. Ungkapan Rasa Yang Pernah Hilang
38. Terbongkar
39. Akhir dari Semuanya
40. Kacaumu Kacauku
41. Belum Berakhir

9. Bad Day

1.5K 82 13
By fatehanu12

Allesya POV

Yaa, semenjak kejadian malam itu, kami--aku dan Mira-- menjadi orang yang sangat dekat. Kemana-mana selalu bersama. Sampai semua teman kami terheran-heran.

Hari ini kami berangkat bersama. Mira selalu menjemputku. Aku sedikit tidak enak dengannya, karena ia tidak mau ku beri uang untuk membeli bensin.

“Woi!” Kejut Illa dari parkiran.

Illa berangkat bersama Tasya, Alya, dan Mafina.

Aku dan Mira yang menyadari jika itu suara Illa pun lantas menoleh dan menatapnya datar.

“Ck! Mentang-mentang lo sekarang deket sama Mira, jadi gue dilupain, deh,” ucap Illa sinis sembari bersedekap.

“Iya tuh, lo juga, Mir. Mentang-mentang lo sekarang deket sama Alle, jarang berangkat sekolah bareng kita,” timpal Tasya.

Aku dan Mira hanya menatap datar mereka. Biarlah mereka mengungkapkan semua uneg-unegnya. Mungkin memang mereka sedikit jengah dengan sifat kami yang sangat bertolak belakang dengan mereka.

“Ck! Kalian itu apa-apaan sih, gaes?!” Ucap Mafina terlebih ditujukan kepada Illa dan Tasya.

“Kita ini udah gede kan, kita juga hampir menginjak dewasa. Harusnya kalian bisa mikir dong, jangan nyalahin satu sama lain. Temen Alle, bukan cuma lo, Illa. Dan temen Mira juga bukan cuma kita, Tasya. Dan gue juga yakin kalau dari kita berenam pasti kita punya teman yang lainnya. Apalagi Allesya murid pindahan, dia juga pasti butuh teman-teman yang lainnya untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru, mungkin aja dia sungkan kalau minta tolong sama kita terus. Padahal kita sendiri juga gak masalahin itu. Tapi kalian tau kan kalau kepribadian orang itu beda-beda?” Ucap Mafina panjang lebar dan keheningan menyelimuti mereka.

Tasya dan Illa mengangkat bahu mereka acuh tak acuh. Aku dan Mira juga masih saja dengan ekspresi datar. Mau bagaimana lagi? Aku sudah biasa melihat drama seperti ini. Rasanya aku sedikit jengah dan ingin segera ke kelas, tapi bagaimanapun aku harus bisa menghargai mereka.

“Tapi mereka itu keterlaluan, Ma!” Ucap Illa.

“Keterlaluan yang mana?” Tanya Mafina.

“Hei, lo itu gak sadar apa bagaimana sih, Ma? Udah hampir seminggu loh mereka ngehindar dari kita,” ucap Tasya sembari menunjukku dan Mira. “Malah gue sampe berpikir kalau ada yang disembunyiin mereka!” Ucapnya lagi dengan tersenyum sinis.

“Gue rasa emang ada benarnya sih si Tasya,” ucap Illa.

“Udah gue bilang kan tadi? Ini masalah sepele. Lo harusnya jangan egois, dong. Masa gara-gara gini kita bertengkar? Toh, kalau ada masalah, kita gak usah maksa Alle dan Mira buat cerita. Gue juga yakin, kalau mereka udah bener-bener percaya sama kita, mereka bakal cerita sendiri tanpa kita minta.” Ucap Mafina lagi mencoba untuk menengahi.

“Alah lo kok malah ngebela mereka sih, Ma? Dan lo bilang, gue sama Tasya egois? Lo emang gak nyadar disini yang egois itu siapa? Mereka, Ma! Mereka ngehindar dari kita tanpa ada sebab dan tanpa ada komunikasi! Bahkan ketika kita berpapasan juga mereka cuma senyum singkat, gak ngomong sepatah kata pun!” Ucap Illa lagi.

“Lo kan tau kalau Mira irit bicara. Dan Alle gue rasa juga dia irit bicara.” Timpal Alya yang sedari tadi diam.

“Taa---”

Stop!” potong ku.

“Kita sahabatan udah 3 tahun lebih loh, La. Gue kira lo udah tau semua sifat dan sikap gue. Ternyata lo juga belum kenal gue luar dalam.” ucapku kepada Illa dengan sinis dan segera meninggalkan mereka.

Mereka terdiam dan sedikit tercengang. Yah, mungkin saja mereka sedikit kaget dengan pribadiku yang berubah.

***

Gutten Morgen, Alle!!!!” teriak Dito.

Aku yang sedang tidak mood pun hanya membalas sapaannya dengan senyuman singkat.

“Alle?” panggil William.

Aku tidak menoleh, aku hanya meliriknya. Benar-benar mood ku sudah rusak seperti ini di pagi hari.

Any problem?” tanya William sembari tersenyum lembut.

Aku hanya menggeleng untuk menanggapi pertanyaan William.

“Jangan sungkan buat cerita sama gue, All. Kita teman. Kita saling membutuhkan.” Ucapnya lagi. Aku hanya mengangguk dan tersenyum.

Pelajaran telah berlangsung...

Mapel pada jam ini adalah PDTO, Pendidikan Dasar Teknik Otomotif.

“Allesya?” Panggil Pak Sarif selaku guru PDTO.

“Iya, Pak,” jawabku.

“Kamu sedari tadi melamun!” Ucapnya.

“Ah maaf, Pak.”

“Apa kamu sakit?”

“Tidak, Pak.”

“Terus kenapa dari tadi melamun? Kamu berangkat sekolah juga akan sia-sia jika saat pelajaran kamu hanya melamun! Itu perbuatan yang sangat tidak baik, Allesya! Manfaatkan dengan baik atas sekolahnya kamu disini! Dan tidur disaat pelajaran berlangsung juga tidak baik. Terus apa untungnya kamu datang sekolah kalau hanya untuk bermalas-malasan?” Ucap Pak Sarif panjang lebar dan sangat tidak bermanfaat.

“Maaf, pak,” potongku. “Saya dari tadi melamun karena mood saya sedang tidak bagus, ditam--”

“Jangan menghubung-hubungkan mood kamu dengan pelajaran, Allesya! Sangat tidak masuk akal,” ucap Pak Sarif memotong ucapanku dengan sinis.

“Ditambah lagi karena bapak dari tadi ngomong yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran. Apa bapak tidak melihat semua manusia yang ada dikelas ini? Mereka sangat bosan. Seharusnya bapak menerangkan pelajaran bukan ceramah. Ini sekolah, Pak. Tempatnya manusia untuk menimba ilmu! Bukan untuk menerima siraman qolbu yang tidak bermutu!” Ucapku sarkatis. Habis bagaimana lagi?

“Kamu murid baru tetapi sudah tidak sopan dengan guru!!” Ucapnya semakin meninggi.

“Saya berbicara apa adanya. Semua teman saya yang diajar oleh bapak juga selalu bilang begitu. Bilang kalau bapak itu tidak pernah menjelaskan materi pelajaran dan lebih memilih untuk menceritakan cerita pribadi bapak. Perlu saya tegaskan lagi, jika bapak berada di sekolah ini, tugas bapak hanya mendidik dan memberi penjelasan mengenai pelajaran, bukan untuk curhat colongan!” Ucapku lebih tajam. Muka Pak Sarif sudah merah padam karena menahan amarah. Aku melihat teman-temanku juga terlihat terkejut karena ucapan pedasku.

“Dasar tidak tahu sopan santun! Kamu akan saya laporkan ke kepala sekolah!” Ucapnya sinis.

“Oh, ya? Silahkan dan lihat siapa yang akan menang! Karena semua omongan saya tidak sekedar bau nafas semata!” Tantangku.

Pak Sarif terbungkam dan segera meninggalkan kelas dengan penuh amarah. Aku yang melihat dan sekaligus melakukan semua itu terhadap Pak Sarif hanya menarik nafas panjang dan duduk kembali.

Semua orang yang berada di kelas melihatku dengan tatapan, ah entahlah, aku juga tidak bisa mengartikannya. Aku segera menelungkupkan kepalaku di tanganku.

Bima, Candra, Dito juga mendekat ke arahku tetapi aku tidak memedulikan mereka.

“Alle, lo kenapa?”

“Lo ada masalah?”

“Lo bisa cerita ke kita, Alle,”

“Iya, seenggaknya lo bisa sedikit lega,”

“Lo kalau lagi ada problem itu gausah dibawa-bawa ke sekolah. Apalagi lo ngelampiasin ke guru. Setidaknya se benci-bencinya gue sama guru, gue gabakal kayak lo tadi. Gak sopan!”

Aku dengan refleks mengangkat kepalaku ketika mendengar ucapan itu. Ya, aku tau jika itu suara Agil. Dia menyandarkan bokongnya di meja dengan tangan yang dimasukkan ke saku celana. Dan jangan lupakan wajah dinginnya.

“Lo ya lo, gue ya gue!” ucapku.

“Dasar cewek munafik!” cercanya.

Cih, munafik bilang munafik? Berati sama aja jeruk makan jeruk.”

“Seenggaknya gue bisa ngehargai orang tua, gak kayak lo!”

Brakk!!!

“Harusnya itu lo yang pantas di bilang munafik!”

Tidak. Itu bukan aku yang menggebrak meja. Itu juga bukan suaraku. Aku tau dia. Dia bahkan dengan lancang menarik kerah baju Agil.

Aku sangat lelah. Biarkan saja lah mereka beradu hantam. Aku sedang tidak memiliki mood untuk melerainya. Segera saja aku kembali ke posisi semulaku.

***

Vomment nya dong, guys, biar aku makin semangat nulisnya😅. 

Ini chapter yang paling ga penting😅

Continue Reading

You'll Also Like

2.3M 135K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
351K 4.1K 19
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

4.1M 242K 30
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
3.6M 173K 63
[SEBELUM BACA YUK FOLLOW DAN VOTE SETIAP CHAPTER SEBAGAI BENTUK PENGHARGAAN BUAT AUTHOR YANG CAPE CAPE MIKIR ALURNYA, YA WALAU MUNGKIN ADA YANG GAK M...