Allesya POV
Dua hari telah berlalu waktu kejadian yang aku harus jadi calon tunangan Agil. Yah, pura-pura pasti.
Fiuhh, sungguh tidak enak rasanya. Disatu sisi, tidak enak karena harus jadi calon tunangan pura-pura. Dan di sisi lain, harus bohong sama keluarga Agil.
Seumur-umur baru kali ini aku membohongi keluarga orang.
Ah lupakan saja lah!
Hari Senin.
Hari dimana pelajaran praktek, pelajaran olahraga, dan bahasa Indonesia dijadikan pelajaran di hari yang sama.
Oh, ayolah! Praktek selama 7 jam dibengkel kemudian disusul pelajaran olahraga. Apa itu tidak melelahkan? Yang kemudian disusul pelajaran bahasa Indonesia yang materinya sama saja dan pastinya sangat membosankan.
“Selamat pagi, Queen,” Dito menyapaku dengan cengiran khasnya.
“Pagi juga, King, ” sapaku kembali dengan kekehan kecil.
“Buset, lo manggil dia apaan, dah? Panas gue,” sahut William.
“Iya nih, panas banget, ya!” Timpal Candra sembari mengipas-ngipaskan tangannya di mukanya.
“Kayaknya kita gak usah upacara deh. Panas gini. Nanti malah yang ada kita jadi ikan teri. Udah item, gepeng pula!” Beo Bima sembari mendongak melihat langit.
“Kalian apaan, deh?” Protesku.
“Kepo!” Jawab mereka serentak.
“Duh, apaan, sih. Upacara bentar lagi dimulai tuh. Ayo ke lapangan!” Ajakku.
Aku langsung mengajak mereka ke lapangan. Aku berjalan bersebelahan dengan Dito. Sedangkan Bima, William, dan Candra berada di belakangku. Aku merasa seperti dikelilingi bodyguard, haha.
“Eh tumben, tuh, baris ke lapangannya gak barengan sama teman kelas yang lainnya,” oceh salah satu siswi. Sepertinya dia juga sama seperti ku. Kelas 11.
“Alah. Paling juga karena si murid baru itu kan.” Ucap yang lainnya.
Mereka sedang membicarakanku!
Yayaa, aku tau jika aku ini cantik dan imut. Tapi itu terlalu berlebihan menurutku jika setiap hari aku dibicarakan oleh siswi seantero sekolah. Haha.
“Kok bisa, sih?” Bisik-bisik mereka masih dapat ku dengar.
“Ya iyalah! Kan orang itu merasa kayak putri raja. Pasti dia telat masuk kelas, terus para pangerannya pada nungguin putrinya kan!!”, Teriak salah satu siswi dengan sinisnya. Tapi aku mengendikkan bahuku.
Tak apa jika semua orang membenciku. Bukan urusanku.
“Bangsat! Pagi pagi gini udah mau nyari ribut!” Ucap Bima mengepalkan tangannya karena telinganya panas mendengar ocehan siswi siswi.
“Selow dong bro! Kayak gue nih!” Ucap Dito berusaha mencairkan suasana.
“Iya tuh. Gue aja santai kayak di pantai,” timpal Candra sembari menumpukkan kedua tangannya di belakang leher.
“Tau tuh! Pagi-pagi aja udah tegang lo. Suka amat sih sama yang tegang-tegang,” cerca William ambigu yang di hadiahi timpukan di kepalanya.
“Sstt. Udah deh, ribut mulu lo!” ucap ku.
***
Upacara selesai 10 menit yang lalu. Sekarang aku harus buru-buru mengganti seragam OSIS ku dengan seragam praktek. Wearpack, namanya.
Aku sangat buru-buru mengganti seragam, aku tidak ingin terlambat dalam memasuki barisan.
Yaa, memang sebelum nge-bengkel, kita diharuskam untuk baris dan di breafing selama 1 jam oleh guru bengkel. Begitu kata Bima.
Aku sangat tidak suka jika baris selama ini. Aku gelisah. Ingin sekali rasanya duduk, tapi aku takut jika guru tersebut marah.
“Sstt.. Sssttt..” desisku memanggil sebelahku.
Eh aku belum kenal sepertinya.
“Iya, ada apa?” tanya nya.
Aku membaca name tag nya. Dustin Caniago. Kok ganteng banget, sih.
Aku baru tau jika di kelasku ada cowok se tampan Dustin. Aku memandangnya terus.
Sampai akhirnya, dia melambaikan tangannya padaku.
“Hehh hehh! Lo sadar ga? Kok lo ngelamun sih?” Tanyanya.
“Ahh. I-i-iya.” Astagaa, kenapa aku gugup seperti ini?
“Ada apa?” Tanyanya lagi.
“Ituu.. Emang Pak Harun kalau ngasih penjelasan lama banget ya? Kita udah berdiri satu jam lebih ini, loh,” ucapku.
“Iya, memang selalu lama. Gue aja udah pegel banget, tapi gue tahan. Gue gamau tuh kalau kena amukan Pak Harun,” jawabnya berbisik.
“Emangnya---” ucapku terputus.
“Heh itu kenapa yang belakang ngomong sendiri?!” Baru saja diomongkan. Eh Pak Harun sudah meneriaki ku.
Semua orang langsung melihatku dan Dustin.
“Tidak apa-apa, Pak. Maaf membuat gaduh.” Jawab Dustin.
“Oke, baiklah anak-anak. Sekarang kerjakan job kalian masing-masing!” Perintah Pak Harun.
***
Hari ini kita akan mencoba memperbaiki mesin mobil. Setiap anak mendapat satu mobil untuk dikerjakan.
Aku akan mengambil toolshet ku dulu, sebelum mengerjakan job. Eh tapi tunggu dulu!
Sepertinya ada yang tidak enak di tubuhku...
Tapi apa?
Aku mencoba melihat pantulan diriku di kaca toolroom.
Ah, ternyata aku masih menggerai rambutku. Pantas saja aku sudah merasa gerah. Aku segera mencepol rambutku asal.
“Ah! Gini kan baru enak,” gumamku.
***
Aku mengerjakan job ku dengan teliti. Bagaimanapun aku tidak ingin memiliki nilai yang rendah.
Aku tidak sadar jika di pipiku telah celemongan dengan oli. Bodo amatlah! Bisa dibersihkan.
“Allesya..”
“Eh iya?” Jawabku tanpa menoleh ke arah suara yang memanggilku. Aku sendiri tidak tau itu siapa.
“Lo itu kalo diajak ngomong lihat orangnya dong!” Protesnya.
“Apaan?” Tanyaku sambil melihat orang yang memanggilku.
Aku tidak mengenalnya. Tapi aku bisa membaca name tag nya. Namanya Ferdika.
“Tolong bantuin gue dong, All,” pintanya.
“Hah, bantu apaan?”
“Lo kan orang yang job nya sama gue nih. Tolong bantu gue nuntasin job gue dong.”
“Lah kok gitu?”
“Abisnya, gue itu jijik sama yang kotor-kotor gini,” ucapnya.
Astaga, aku baru sadar jika wearpacknya masih bersih tanpa noda.
“Lah lo kalo jijik sama ginian kenapa lo masuk di kejuruan ini?” Tanyaku heran.
“Abisnya gue dipaksa sama bonyok gue. Katanya kalo udah sukses nanti gue harus ngelanjutin kerjaan bokap gue.”
“Bokap lo punya bengkel?”
“Heem.”
“Kalo gitu, gue gak mau bantu lo.” jawabku acuh dan kembali mengerjakan job.
“Kenapa? Nanti gue beliin hadiah deh,”
“Huh,” aku menghembuskan nafas pelan dan kemudian menatapnya lagi. “Gak semuanya bisa lo beli sama uang, Fer. Bonyok lo itu cuma pengen lihat lo sukses. Lo harusnya berusaha sungguh-sungguh supaya bisa menguasai dunia perbengkelan. Biar bisa ngebahagiain bonyok lo. Bonyok lo gak selamanya didunia kan?” Ahh lagi lagi aku harus berbicara banyak.
“Ah yaudah deh,” jawabnya lesu dan kembali ke tempatnya.
“Semangatt dong!” ucapku sembari memukul lengannya dan nyengir manjahh.
Haha.
***
Akhirnyaa, sudah pulang. Lelah juga sih.
Tapi, kok aku malah merasa ingin membantu Ferdika, ya?
Ah sudahlah bukan urusanku.
Aku akan segera membersihkan diri ku dan apartement ku dan segera melakukan rutinitasku yang lainnya.
In my dreamss, you're with me...
Will be everything
I want us to be...
In from there
How knows
Maybe this will be the night
That we kiss, for the first time
Or it that just me and my imagination...🎶🎶
Yahh, aku memang sangat senang bersenandung kecil. Itu salah satu wujud untuk menghilangkan stressku.
Ting tong... Ting tong...
Siapa yang bertamu, sih? Menganggu waktu ku saja.
Aku segera beranjak dari dudukku untuk membukakan pintu apartment ku.
“Allesyaa!”
Hah? Mira? Kenapa dia menangis dan memelukku dengan tiba-tiba? Padahal aku belum terlalu dekat dengannya.
“Hei, lo kenapa, Mir?” Tanyaku.
“Allesya, gue pengen banget cerita sama lo. Emang kita belum terlalu dekat. Tapi gue gak tahu kenapa gue ngerasa kalo kita itu sama. Sahabat-sahabat gue bahkan gak ada yang tau, Alle, gue hanya ingin cerita sama lo!!” Tangis Mira semakin menjadi dan aku bingung sendiri dengan apa yang dibicarakan Mira.
“Ya sudah, ayo masuk ke dalam,” ajakku.
Aku memapah tubuh Mira. Dia terlihat sangat lesu dan matanya sangat sembab sampai terlihat bengkak.
Aku mendudukkan Mira di sofa dan aku langsung mengambilkan minum.
“Alle gue pengen cerita sama lo. Tapi lo janji ya, kalau lo ga bakal ngebocorin ke semua orang dalam keadaan apapun?” ucap Mira.
***
Seperti biasa yaa, jangan lupa vomment, ehe
And, sorry for typo