Enemy But Friends

By dnar13

79.9K 3.7K 333

DIUSAHAKAN UPDATE SETIAP HARI. DISINI HARAM KEDATANGAN PLAGIATOR. [..SEMUA PART DIPRIVATE, HARAP FOLLOW DINDA... More

Perhatian
1 - Mimi Peri
2 - Panci Gosong?!
3 - Surprise
4 - Gak bokong!!
5 - Red Blood
6 - Generasi Micin
7 - Imut imut apa amit amit?!
8 - Kampretol Lejatos
HAPUS?
9 - Mimpi Buruk
10 - Si Lonte
11 - Sahabat
UU AA
12 - Jongos
13 - BESOK ALFIAN MATI!!
Cast
14 - Wanita Murahan
15 - Nitip Kondom
16 - Pacarnya Alfian
Pilih, please?
17 - Dikenyot-kenyot
18 - Yakin
19 - Pekerjaan Paling Mulia
20 - Karma Itu Nyata!
21 - Milik Gue!
22 - Hidup Mario Alfian!
23 - Hewan Buas?
24 - Manusia Berbulu Hijau
25 - Muka Pasaran
26 - Latihan ASIAN Games
27 - Tuan Rubah
28 - Calon Istri?
29 - Alergi Disakitin
30 - Awal Segalanya
31 - Sangat Membosankan
32 - Rafi Gila!
33 - Jenguk Caroline
34 - Danau Caro?
35 - Terungkap
36 - Buku Diary Roy
37 - Ingatan yang Buruk
38 - Taruhan
39 - Taruhan Akan Dimulai
40 - Menang atau Kalah?
41 - Berita Hot Pagi
42 - Dia kenapa?
43 - Mabok Tayo
44 - Acara Pertunangan(1)
45 - Acara Pertunangan(2)
46 - Penjelasan
47 - Pengakuan
48 - Diandra?
49 - Cemburu
50 - Ajakan Shinta
51 - Complicated
52 - Sakit Hati
53 - Hari Pertama Ujian
54 - Tak Sengaja Bertemu
Casting tambahan
55 - Ketemu Lagi?!
56 - Mulainya Niat Awal
BACA
57 - Teror?
58 - Waktunya Berhenti
59 - A Hope
60 - Pengajian
Penting

61 - Classmeet

1.2K 48 14
By dnar13

Hari ini adalah hari senin. Hari yang dimana menjadi hari yang paling tidak diinginkan ada oleh semua pelajar. Adanya upacara yang membuat kulit semakin hitam dan tubuh menjadi penat serta berkeringat. Namun, kali ini semua pelajar bisa bergelung santai didalam selimut masing-masing.

Karena apa?
Masuknya hari libur.

Seperti yang sudah kalian tebak, gadis bermata coklat hazel itu masih bermanja-manja ria dengan guling dan selimut tebalnya. Cahaya matahari yang menyeruak masuk melalui celah-celah fentilasi tidak membuatnya terbangun, nafasnya masih tetap teratur dengan mata tertutup rapat serapat lem.

Tok!

Tok!

Tok!

"Non? Bangun, non." Suara interupsi Bibi Tita terdengar dari depan pintu yang sehalus kain sutra. Sangking halusnya, semakin membuat Caroline terlelap seperti seakan-akan sedang dinyanyikan lagu merdu yang halus bak bokongnya.

"Kalo bibi banguninnya pake suara kayak gitu, mah, dia gak akan bangun, bi." Tiba-tiba terdengar sahutan dari seorang gadis yang berjalan santai menuju Bibi Tita.

"Terus, gimana, non?" tanya Bibi Tita bingung. "Bibi banguninnya selalu kayak gini, dan biasanya dia langsung bangun."

"Tapi, ini buktinya? Belum bangun-bangun, kan?" Gadis itu mengangkat bahunya acuh.

"Sini, biar kami aja, bi. Bibi siapin sarapan aja," sahut dari seorang gadis lagi yang suaranya berbeda dengan gadis yang pertama.

Bibi Tita mengangguk meng-iyakan, lalu turun kebawah untuk menyiapkan sarapan.

Gadis yang pertama dengan pelan membuka pintu kamar Caroline dengan dibelakangnya diikuti temannya.

Tampaklah Caroline yang masih tertidur lelap tanpa menyadari jika ada yang masuk kedalam kamarnya.

Mereka saling mengisyaratkan untuk diam dengan menempelkan jari telunjuk dibibir lalu berjalan mengendap-endap mendekati Caroline.
Mereka mengeluarkan sesuatu dari dalam saku baju mereka dan menghitung mundur bersama-sama dengan suara pelan.
"Satu...."

"Dua...."

"Tiga...!"

Mereka melempar yang mereka genggam keatas tubuh Caroline dan berteriak, "aaaa!! Caroline!! ULAR!!"

Mendengar itu, Caroline tersentak bangun dan membatu ketika melihat dua ekor ular berwarna hitam kecoklatan ada ditubuhnya. Lalu, sepersekian detik, terdengar suaranya menggelegar.
"ULAR!!!"

Caroline melempar kedua ular itu sembarang arah dan terduduk dengan nafas tersengal-sengal. Tawa yang bersahutan membuatnya mengalihkan perhatiannya dan pandangannya menjadi datar ketika tahu ia sedang dikerjai.

Itu ular mainan.

"Enggak lucu, sumpah," sinisnya kesal.

Dora dan Mackie hanya mengedikkan bahunya acuh.
"Lagian lu juga susah banget dibanguninnya," ucap Dora seraya menduduki kursi meja belajarnya. Tangannya mengambil salah satu pena dari kotak berisi puluhan pena diatas meja belajar tersebut dan menulis sesuatu dinote kecil yang ia ambil dari tumpukkan note kecil dekat kontak berisi pena.

"Wait! Lu pada kenapa pake seragam? Ini libur, guys! Otak kalian konslet?" tanya Caroline sarkastik sekaligus menyindir.

Dora dan Mackie memang memakai seragam OSIS sedari tadi. Entah apa tujuannya, yang jelas mereka ketika datang ke rumah Caroline sudah memakai seragam. Lengkap dengan tas yang disampirkan di tangan kanan mereka.

Mereka berdua menatap satu sama lain dengan bingung, lalu tertawa keras.
"Yang ada, lu tuh yang otaknya konslet!" sahut Mackie disela-sela tawanya.

Caroline menjadi bingung.

"Dari hari ini sampai hari rabu, kita classmeeting, sayang," ucap Dora memberitahu setelah puas menertawakan Caroline yang masih terlihat bingung.

"Masa sih?" tanya Caroline tak percaya.

Dora dan Mackie mengangguk gemas.
"Buruan siap-siap! Daripada kena marah Bu Jun sama ketua osis."

Caroline berdecak malas dan bukannya segera bersiap-siap, gadis berambut panjang lurus itu malah menidurkan kembali tubuhnya serta memeluk gulingnya dengan erat. Tangannya menutup mulutnya yang terbuka karena menguap.
"Gue masih ngantuk. Gue dateng jam 8 aja," ucapnya malas, lalu menutup kelopak matanya siap menyelam alam mimpi(lagi).

"Bangun atau gue kasih ular beneran?" ancam Dora menyilangkan kedua tangannya didada.

Caroline kembali membuka matanya dan menatap gadis itu dengan menantang. "Mana ularnya? Gue gak takut!"

"Masa iya?" tanya Mackie sarkastik.

Caroline mengangguk meng-iyakan dengan dagu diangkat tinggi seolah-olah ucapannya memang benar adanya.

Dora dan Mackie saling melirik menyeringai. Lalu, melirik kearah bawah meja belajar Caroline yang tiba-tiba terdapat sebuah ekor yang bergerak-gerak dan berjalan entah kemana.

Caroline yang melihat itu, sontak terkejut setengah mati. Matanya seolah tak percaya apa yang ada dihadapannya. "Itu...beneran ular?"

"Bukan," balas Mackie santai.

"Tapi, snake," sahut Dora dengan menyeringai puas.

Baru saja Caroline ingin bernapas lega, menjadi tidak jadi. Bahkan gadis itu sudah lari terbirit-birit ke kamar mandi layaknya sedang dikejar setan.
"Gila lu pada! Dapet darimana itu ular?! Gue tendang ke laut isi piranha mati lu pada!"

Dora dan Mackie yang mendengar Caroline mengoceh tak jelas dari dalam kamar mandi pun tertawa terbahak-bahak. Mereka bertos ria dengan senyum licik.
Mackie berjalan menuju bawah meja belajar Caroline, menunduk kebawah dan mengambil ularnya. Itu hanya ular mainan yang bisa dimainkan dengan remote control.

"Kita memang cerdas, Dor!" Mackie menyikut lengan Dora dan tertawa bersama.

"Pasti!"

***

Caroline menaruh tas sekolahnya dibawah dekat kursi dan duduk dikursinya dengan tangan yang meraih ponsel disaku seragam. Jarinya dengan lentik menari-nari diatas layar ponsel dan tak mempedulikan sekitar. Pandangan mata yang ditujukan Dave dan Rakha pada dirinya pun ia tak tahu dan tak mau tahu.

Sama seperti Caroline, Dora dan Mackie pun sibuk dengan ponsel masing-masing.

Rakha mengalihkan tatapannya pada Dave yang duduk disampingnya dengan pandangan bingung. "Alfian mana ya? Tumben dia belum dateng."

Dave mengedikkan bahunya tak tahu. "Bentar lagi juga dateng, tunggu aja."

Tiba-tiba seorang gadis dengan pakaian serba mini dan seorang lelaki dengan tampang kebule-buleannya muncul di ambang pintu. Tak lupa tangan mereka yang saling menggenggam.

Anak-anak kelas yang melihat itu seketika bersiul menggoda mereka berdua.
"Ciee, udah jadian aja nih!"

"PJ nya dong!"

"Uhuy!"

Caroline tak merasa terganggu dengan suasana yang berisik disekelilingnya, matanya tetap terfokus pada satu inti. Ponsel.

Dora menepuk-nepuk lengan Caroline agar gadis itu melihatnya. Akhirnya setelah 3 tepukan, Caroline melihatnya dengan pandangan bingung.
"Apa sih? Ganggu aja."

Dora melirik kedepan menyiratkan untuk gadis itu melihat kedepan, dan Caroline menurut.

Gadis itu terkejut melihatnya, terlebih lagi Shinta yang sepertinya sadar akan tatapan Caroline padanya, semakin mengeratkan genggamannya pada lelaki disampingnya. Shinta pun tersenyum sinis pada dirinya sampai Alfian mengajaknya untuk duduk.

Caroline tahu apa yang harus dilakukannya. Ia tak boleh emosi, ia harus tetap tenang. Dalam dirinya memang kesal melihat itu, tapi bagaimanapun ia sadar akan posisinya. Ia harus bermain cantik sekarang.

Tangannya memasukkan ponselnya kedalam saku seragamnya dan berjalan santai menuju Alfian yang duduk disamping Shinta.
Anak-anak kelas yang awalnya memutari meja mereka pun memilih untuk menyingkir memberi akses gadis itu untuk mendekat.

Caroline menepuk pundak Shinta hingga sang empu menoleh.
"Selamat ya! Gue gak nyangka lu ngeduluin gue! Pokoknya istirahat pertama nanti, lu harus traktir anak sekelas dengan mie ayam sama bakso! Gue gak mau tau!"

Mendengar itu, seketika semuanya bersorak senang tak terkecuali Dora dan Mackie yang sangat bersyukur uang jajan hari ini tak terbuang sia-sia.

Alfian dan Shinta terdiam beberapa menit. Sampai Shinta akhirnya mengangguk dengan ragu-ragu. "Oke, yang bayar My baby Alfian."

My baby Alfian katanya? Bisa sumbangin satu karung buat gue muntah sekarang?, batin Caroline jijik.

Gak apa-apa deh, setidaknya gue bisa ngerjain Shinta, batinnya lagi dengan menyeringai.

"Eh, jangan! Uang Alfian, kan, buat lu belanja nanti. Masa habis? Lu gak bisa belanja dong? Mangkanya pake uang lu aja," elak Caroline dengan senyum (pura-pura) polos.

Shinta mengangguk-angguk. "Iya juga, sih. Yaudah, pake uang gue aja nanti."

Semuamya bersorak senang termasuk Caroline sendiri.

"Makasih, cantik!" seru Caroline senang lalu kembali berjalan menuju kursinya untuk duduk diikuti murid lainnya duduk dikursi masing-masing kecuali Dave dan Rakha yang masih berdiri disamping Alfian.

Tiba-tiba seorang wanita dengan seragam guru lengkap masuk kedalam kelas membuat seisi kelas seketika duduk dengan rapi termasuk Caroline. Walaupun sedikit malas juga. Sedikit. Oh, kecuali Dave dan Rakha.

Guru itu, Ruli sensei*, menjadi heran melihatnya. Kedua lelaki muda itu dengan santainya tetap berdiri disamping Alfian yang diam-diam melirik kearah belakang. Caroline.

"Dave! Rakha! Kenapa kalian masih tetap disitu?" tegur Ruli sensei geram.

"Karena jika ada Alfian, disana ada kami," balas Rakha bangga.

"Berasa jika ada tai, disana ada closet," ucap Ruli sensei sedikit malas, kemudian terkekeh kecil.

Seisi kelas menjadi menertawakan Dave dan Rakha yang malah terlihat tidak sakit hati, namun bangga.

"Ini yang namanya sahabat, sei!" sahut Dave, lalu ber-tos ria ala lelaki dengan Rakha dan Alfian. Jangan lupakan mata Alfian yang masih diam-diam melirik tanpa sepengetahuan sang objek.

"Alfian," panggil Ruli sensei tiba-tiba.

"Iya, sei."

"Bersihkan lapangan basket sekarang juga," perintah wanita berhijab tersebut.

"Lah, kok--"

"Tidak ada pertanyaan," potong Ruli sensei geram.

Alfian menghela nafas gusar, dan dengan tak ikhlasnya bangkit dari duduk. Lalu, berjalan keluar kelas setelah melirik tajam kedua sahabatnya yang kebingungan.

"Kenapa kalian diam?" tanya Ruli sensei pada Dave dan Rakha.

"Memangnya kita harus ngapain, sei?" tanya Rakha sembari menggaruk tengkuknya tak gatal.

"Katanya jika ada Alfian, disana ada kalian, kan?"

Dave dan Rakha mengangguk polos.

"Yaudah, sekarang bantuin Alfian bersihin lapangan basket kita dari daun-daun yang jatuh. Agar lapangan basketnya bersih dan dapat digunakan untuk lomba nanti," cerocos Ruli sensei dengan senyum manis. "Bisa?" tanyanya dengan senyum yang sudah pergi entah kemana, digantikan dengan raut wajah seram. Mungkin wajah valak bukan tandingannya.

Dave dan Rakha seketika merinding melihatnya. Sontak mereka lari terbirit-birit keluar kelas untuk menyusul Alfian.

Seisi kelas semakin menertawakan mereka termasuk Ruli sensei yang geli melihatnya.

"Eh, sei!" Tiba-tiba Shinta mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi.

"Kenapa?"

"Saya juga kayak mereka, sei! Jika ada Alfian, disana ada pacarnya!"

"Caroline, kamu mau bantuin Alfian juga?" tanya Ruli sensei menatap Caroline yang bingung.

"Kok jadi saya?" Caroline menggaruk jidatnya yang tak gatal.

"Kamu pacarnya, kan?"

"Hah?" Raut wajah Caroline sekarang persis seperti kambing yang diberi makan spaghetti.

"Ih, sensei! Pacar Alfian itu saya, bukan dia!" ucap Shinta kesal. Matanya melirik sinis Caroline.

"Kok Alfian mau sama kamu?" Sekarang gantian Ruli sensei yang seperti kambing diberi makan spaghetti.

Seisi kelas menjadi tertawa terbahak-bahak termasuk Caroline, Dora dan Mackie yang puas melihat Shinta menjadi malu.

"Sensei!" Shinta menatap Ruli sensei penuh kekesalan.

Ruli sensei terkekeh kecil. "Kamu mau bantuin pacar kamu itu juga? Yaudah, sana."

Shinta bersorak senang dan buru-buru berlari keluar kelas.

Dalam hati, Caroline sangat ingin muntah ketika melihat betapa menggelikannya tingkah gadis tersebut.

Ruli sensei hanya bisa geleng-geleng melihatnya, kemudian menatap murid-murid dihadapannya.
"Sekarang yang lomba untuk perwakilan kelas bisa turun kebawah untuk bersiap-siap. Sedangkan yang tidak, bisa tetap dikelas."

Yang tidak mengikuti lomba satupun bersorak senang termasuk Caroline yang masih ingin melanjutkan tidurnya. Sedangkan yang mengikuti lomba menghela nafas termasuk Dora dan Mackie. Nama mereka langsung diberikan pada Pak Joni sebagai perwakilan kelas untuk lomba balap karung oleh ketua kelas. Siapa lagi kalau bukan Dimas yang suka sekali menjahili orang lain, namun tak suka dijahili?

"Tapi!" Tiba-tiba Bu Ruli berucap dengan kata penekanan membuat murid-murid yang tak lomba menjadi lesu. "Tepat jam 8 semuanya harus turun kebawah karena perlombaan akan dimulai. Harus turun kebawah, tidak ada yang tetap dikelas! Mengerti?"

Semua murid mengangguk paham. "Mengerti, sei!"

"Sei! Pak Joni dimana? Kok sensei yang kesini?" tanya Dimas bingung.

"Iya, sei! Pak Joni dimana?"

"Pada kangen sama kumisnya nih!"

Seketika seisi kelas tertawa mendengar penuturan dari Dimas barusan termasuk Ruli sensei.

"Eh, kamu ini! Gak boleh gitu, kumisnya terbersih dan ter-rapi diantara yang bersih dan rapi, loh!" sahut Ruli sensei disela-sela tawanya.

Seisi kelas semakin tertawa.

"Sudah-sudah, pak Joni harus dibawah karena mai cek perlengkapan lomba. Jadi, tadi Pak Joni nyuruh sensei yang kesini. Sensei kebawah dulu ya? Banyak kerjaan," pamit Ruli sensei bersiap keluar kelas.

"Oke, sei!"

Ruli sensei berlalu pergi meninggalkan murid-murid penghuni 11 IPA 6 yang siap brutal merayakan hari tak belajar dengan berkaraoke bersama.

"Siap-siap lihat goyangan dari Dimas, sang raja goyang!" teriak Dimas dari depan kelas menyita seluruh perhatian seisi kelas.

***

"My baby Alfian!!"

Suara nyaring itu menyita perhatian Alfian, Dave dan Rakha yang sedang jalan menuju lapangan basket. Mereka bertiga dengan kompak menoleh dan menghela nafas ketika melihat gadis berseragam mini berlari menuju mereka terkecuali Alfian yang mengulas senyum simpul.

Dave dan Rakha menjadi curiga, apakah Alfian diberi jaran ngangkang(Nah loh?) oleh gadis tersebut?

Yang awalnya menolak mentah-mentah Shinta, seketika menjadi mau menerimanya.

Mereka berdua memang tak tahu kenyataan dibalik semuanya karena Alfian belum sanggup menceritakannya. Bisa-bisa ia tak bisa melupakan gadis pujaannya yang masih menetap dihatinya. Susah untuk melupakannya, tapi ia akan berusaha. Ia akan berjuang demi dirinya untuk merasakan bahagia atas dasar cinta, walaupun bukan karena Caroline dan untuk Caroline.

Shinta berdiri tepat didepan Alfian dan membalas senyum lelaki itu dengan senyum manis. "Jika ada Alfian, disana ada pacarnya."

Belum sempat Alfian membalasnya, Dave sudah bersuara lebih dulu, "berasa jika ada kucing, disana ada tai kucing."

"Dave!!"

Tbc
I'm back:)

Sensei* = guru dalam bahasa Jepang. Selalu digunakan oleh guru Bahasa Jepang untuk panggilannya dari para murid.

Regards,

Dinda.





Continue Reading

You'll Also Like

5.1M 349K 67
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...
764K 67.8K 44
Setelah kematian ibunya Rayanza yang tadinya remaja manja dan polos. Berubah menjadi sosok remaja mandiri yang mampu membiayayi setiap kebutuhan hidu...
4.8M 255K 57
Dia, gadis culun yang dibully oleh salah satu teman seangkatannya sampai hamil karena sebuah taruhan. Keluarganya yang tahu pun langsung mengusirnya...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

308K 15.8K 46
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...