Enemy But Friends

By dnar13

79.9K 3.7K 333

DIUSAHAKAN UPDATE SETIAP HARI. DISINI HARAM KEDATANGAN PLAGIATOR. [..SEMUA PART DIPRIVATE, HARAP FOLLOW DINDA... More

Perhatian
1 - Mimi Peri
2 - Panci Gosong?!
3 - Surprise
4 - Gak bokong!!
5 - Red Blood
6 - Generasi Micin
7 - Imut imut apa amit amit?!
8 - Kampretol Lejatos
HAPUS?
9 - Mimpi Buruk
10 - Si Lonte
11 - Sahabat
UU AA
12 - Jongos
13 - BESOK ALFIAN MATI!!
Cast
14 - Wanita Murahan
15 - Nitip Kondom
16 - Pacarnya Alfian
Pilih, please?
17 - Dikenyot-kenyot
18 - Yakin
19 - Pekerjaan Paling Mulia
20 - Karma Itu Nyata!
21 - Milik Gue!
22 - Hidup Mario Alfian!
23 - Hewan Buas?
24 - Manusia Berbulu Hijau
25 - Muka Pasaran
26 - Latihan ASIAN Games
27 - Tuan Rubah
28 - Calon Istri?
29 - Alergi Disakitin
30 - Awal Segalanya
31 - Sangat Membosankan
32 - Rafi Gila!
33 - Jenguk Caroline
34 - Danau Caro?
35 - Terungkap
36 - Buku Diary Roy
37 - Ingatan yang Buruk
38 - Taruhan
39 - Taruhan Akan Dimulai
40 - Menang atau Kalah?
41 - Berita Hot Pagi
42 - Dia kenapa?
43 - Mabok Tayo
44 - Acara Pertunangan(1)
45 - Acara Pertunangan(2)
46 - Penjelasan
47 - Pengakuan
48 - Diandra?
49 - Cemburu
50 - Ajakan Shinta
51 - Complicated
52 - Sakit Hati
53 - Hari Pertama Ujian
54 - Tak Sengaja Bertemu
Casting tambahan
55 - Ketemu Lagi?!
56 - Mulainya Niat Awal
BACA
57 - Teror?
59 - A Hope
60 - Pengajian
61 - Classmeet
Penting

58 - Waktunya Berhenti

522 41 3
By dnar13

"Everybody wants happiness, nobody wants pain, you can't have a rainbow without a little rain."

***

"Alfian?" Caroline mengulang penuturan wanita paruh baya itu dengan bingung.

Bibi Tita mengangguk. "Iya, non. Dia nunggu dibawah. Permisi ya, non."

Bibi Tita berlalu pergi dan menutup pintu kamar nona mudanya.

Caroline mengangguk dengan wajah yang masih terlihat bingung. Buat apa Alfian datang malam-malam seperti ini?

Memikirkan Alfian, tanpa sengaja mengingatkannya dengan bingkai foto yang diberikan Shinta dikotak tadi.
Matanya melirik bingkai foto itu lalu bergegas turun ke ruang tamu.

Suara derap kaki terdengar dari arah tangga membuat Alfian mengalihkan perhatiannya dari ponsel menuju object tersebut. Caroline.

Caroline berjalan mendekatinya dengan wajah yang sedikit aneh sekaligus bingung.
"Kenapa? Lo tau, kan, semingguan ini gue gak mau diganggu dulu?"

Alfian menghela nafas dan mengangguk. "Iya, gue tau. Tapi, bunda ngotot pengen ketemuan sama lu malam ini. Dia udah pulang dari luar kota dan lagi nungguin lu dirumah."

Caroline terkejut mendengarnya, namun kembali menormalkan mimik wajahnya. "Lo bisa bilang ke bunda kalo gue lagi diluar kota, kan? Imposibble."

Alfian menggeleng cepat. "Enggak bisa! Daritadi gue udah bilang gitu, tapi dia tetep gak percaya."

Caroline berdecak sebal. "Gue enggak mau. Udah gue bilang dari awal kalo gue gak mau diganggu dulu." Ia memutar tubuhnya dan bersiap melangkah menuju tangga untuk ke kamarnya lagi.

Melihat itu, dengan segera Alfian menarik lengan kanan Caroline hingga sang empu berbalik menghadapnya. "Please, Car. Kalo gue gak bawa lu, bisa-bisa malam ini gue tidur dihalaman rumah."

Caroline seperti merasa tersengat listrik ketika pria itu memegang lengannya. Refleks ia hempaskan tangan Alfian, dan meliriknya sedikit.
"Itu nasib lu."

Alfian tak mau menyerah, ia kembali memegang lengan Caroline dengan memohon. "Tolong, Car. Kali ini aja. Setelah itu gue gak akan deket-deket lo lagi, gue bakal menjauh."

Menjauh? Kenapa dada gue sesek dengernya?, batin Caroline membatu.

"Tolong gue kali ini aja." Alfian menatap punggung gadis yang berada dihadapannya itu dengan memohon.

Caroline tersadar dan menghela nafas panjang. Ia mengangguk singkat. "Oke, kali ini aja."

***

Caroline memasuki rumah Alfian yang selalu membuatnya takjub. Sangat minimalis dan elegant.

Seorang wanita dengan hijab hijaunya yang cantik berjalan cepat menuju dirinya dari sofa ruang tamu. "Caroline!"

Caroline mengulas senyum manis dan menyambut pelukan hangat Fitri--ibu Alfian. "Hai, bunda. Bunda sehat?"

Fitri melonggarkan pelukannya dan mengangguk antusias. "Iya, sayang, bunda sehat-sehat aja. Kamu gimana? Sehat?"

Caroline mengangguk dengan senyum yang masih menghiasi wajah cantiknya. "Sehat, kok, bun. Kenapa bunda manggil Caroline malam-malam begini?"

Fitri tersenyum khas keibu-ibuannya. "Bunda kangen kamu, anak perempuan bunda. Ups! Bukan! Maksudnya calon menantu bunda." Fitri tersenyum-senyum geli menatap Caroline dan anak lelakinya yang terkejut mendengar penuturannya barusan.

"Duh, bun, bunda makin cantik aja deh. Bunda cocok pake jilbab hijau, loh," ucap Caroline mencoba mengalihkan pembicaraannya yang dipikirnya sangat tidak masuk akal. Calon menantu katanya? Hm. Hm. Hm.

Killa hadzil ardh...

Mataghfi masaHAH...

Fitri merapikan hijabnya dengan senyum yang semakin melebar. "Ah, beneran?"

Caroline mengangguk antusias. "Iya, bun. Masa Carol bohong sih?"

"Ah, kamu bisa aja. Kamu juga nambah cantik kalau pake dress kayak gitu. Lain kali jangan pake jeans sama kaus aja ya. Apalagi pas kamu ketemu sama keluarga besarnya Alfian yang selalu menjunjung tinggi kesopanan sifat dan pakaian," cerocos Fitri memperhatikan pakaian Caroline yang sangat tidak dipercaya memakai dress putih sepanjang lutut dengan lengan panjang yang terlihat sederhana, namun elegant. Bahkan terlihat sangat cantik jika dipakai gadis itu.

Caroline bertanya-tanya dalam hatinya, memangnya siapa yang mau ketemu sama keluarga besarnya tuh cowok coba?

"Bun, Alfian ke kamar ya," sahut Alfian tiba-tiba dengan bersiap melangkah menuju kamarnya.

"E-e-eh! Gak boleh! Bunda mau nunjukkin sesuatu ke kalian! Ayo, ikut bunda." Fitri menarik lengan Caroline dan Alfian agar mengikutinya.

Mau tak mau sepasang manusia itu mengikuti wanita setengah baya tersebut.

Mereka sampai didepan pintu ruangan yang mereka tak tahu didalamnya. Lebih tepatnya hanya Caroline dan Alfian saja yang tak tahu. Tuan rumahnya saja tak tahu, apalagi yang seperti Caroline?

Fitri melepaskan kedua tangan Caroline dan Alfian, kemudian membuka pintu besar yang berada dihadapannya. Terpampanglah sebuah ruangan yang berisi banyak gaun pesta pernikahan untuk wanita dan jas yang terlihat sangat mahal untuk pria dimana-mana. Bahkan ada yang tersimpan sepasang gaun dan jas didalam sebuah kaca besar hingga membuatnya terlihat menakjubkan. Gaun putih itu dibaluti kain yang terlihat lembut dengan banyak mutiara-mutiara dan gliter abu-abu serta putih. Sedangkan, jasnya yang berwarna abu-abu tak terlalu muda dan tak terlalu tua berada disampingnya. Jas yang sungguh elegant dan mahal.

Fitri masuk kedalam hingga berada ditengah-tengah ruangan dan memutar tubuhnya menghadap mereka berdua yang terlihat takjub dengan apa yang mereka lihat.
"Selamat datang di ruangan pakaian pernikahan bunda," ucapnya seraya merentangkan kedua tangannya.

"Ini..bunda yang buat atau sekedar beli?" Caroline mengalihkan tatapannya dari gaun-gaun itu pada wajah Fitri.

Fitri tersenyum kecil. "Bunda yang buat."

Caroline dan Alfian terkejut mendengarnya.
"Semuanya bunda yang buat?!" Caroline terperangah melihat semua gaun-gaun indah disekelilingnya.

"Alfian gak pernah tahu bunda bisa buat baju," timpal Alfian bingung.

Fitri mengedikkan bahunya acuh dan melangkah ke sebuah kaca yang terlihat lebih mencolok dibanding yang lain diruangan ini.
"Bunda memang sengaja ngerahasiain ini semua. Rencananya bunda mau buat kejutan di hari pernikahan kalian," ucapnya dengan mengalihkan tatapannya pada mereka berdua dan tersenyum manis.

"Kalian?" Caroline dan Alfian terbingung-bingung.

Fitri mengangguk antusias. "Kalian pacaran, kan? Bunda pengen kalian sampai ke jenjang pernikahan dan memakai gaun pernikahan yang bunda rancang khusus buat pernikahan kalian nanti." Matanya kembali melihat gaun yang ia buat didalam kaca tersebut. Sangat indah dan memanjakan mata semua wanita.

Caroline dan Alfian speechless. Mereka tak tahu lagi ingin berkata apa. Ingin berkata jujur, namun melihat wanita setengah baya dihadapan mereka yang terlihat senang itu membuat mereka tak tega.

"Bentar ya, bun, Alfian mau ngomong sebentar sama Carol," sahut Alfian tiba-tiba dan segera menarik lengan Caroline keluar ruangan tanpa mendengarkan jawaban apa yang diberikan bundanya lagi.

Fitri hanya tersenyum melihatnya.

Alfian melepaskan tangan Caroline saat sudah sedikit jauh dari ruangan itu. "Gue tau ini rencana gila, tapi bisa kan kita pura-pura dulu? Pura-pura pacaran."

Caroline terbelalak mendengarnya. "Lu gila? Kalo bunda tau kenyataannya gimana? Lu gak mikirin apa yang bakal terjadi kedepannya?"

Alfian mengusap wajahnya gusar. "Gue belum pernah liat bunda seseneng ini, Car! Gue gak mau dia jadi sedih dan kecewa!"

"Tapi, nanti juga bakal ketahuan! Dia bakal sedih dan kecewa kalo kita bohongin dia, Al! Seharusnya kita jujur aja!" elak Caroline tak terima.

"Gak bis--"

"Oh, kalian gak pacaran ya? Maaf, bunda gak tau."
Tiba-tiba dari arah belakang mereka muncul Fitri dengan senyuman yang malah terlihat sedih dimata mereka. Jangan lupakan kecewa yang ada dimatanya juga.

Caroline dan Alfian tersentak kaget. Mereka terdiam membatu, tak bisa mengatakan sepatah katapun.

"Yaudah, kalian ngobrol-ngobrol aja dulu. Setelah itu Alfian anter Caroline pulang ya? Hati-hati dijalan, jangan sampai lecet anak perempuan bunda." Setelah mengatakan itu, Fitri berlalu pergi entah kemana.

Alfian dan Caroline menatap satu sama lain dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Lu, sih, Car," ucap Alfian menyalahkan gadis yang berada disampingnya.

Caroline mendelik tajam. "Kok jadi gue, sih?"

"Tau. Ayo, gue anter pulang." Alfian melangkah menuju pintu utama rumahnya diikuti Caroline dibelakangnya.

Mereka menaiki motor putih Alfian dan segera berlalu pergi.

"Tunjukkanlah kuasamu, Ya Allah, buatlah mereka sepasang jodoh yang tak bisa dilepaskan dan dijauhkan. Aku ingin mereka berjodoh. Aku yakin gadis itu gadis yang baik," gumam Fitri memperhatikan anak lelakinya dan Caroline yang pergi dari jendela rumah.

***

"Makasih," gumam Caroline pelan dan hendak melangkah menuju Villa-nya. Namun, terhenti oleh sebuah genggaman dilengan kanannya.

"Gue bakal berhenti. Ini waktunya berhenti," ucap Alfian menunduk.

Caroline yang tak mengerti pembicaraan pria itupun menoleh. "Berhenti dari?"

"Dari lo." Alfian mendongak dengan pandangan yang sulit diartikan.

Caroline terkejut mendengarnya dan terkejut dengan pandangan Alfian padanya juga. Pandangan yang terlihat sedih dan..kecewa?
"Apa maksud lo?" tanyanya bingung.

Alfian menghela nafas panjang. "Gue bakal berhenti dari lo. Semuanya tentang lo. Gue bakal berhenti berjuang. Thank's atas semuanya. Gue cinta lo."

Alfian segera menaikkan standar motornya, menghidupkan motornya dan berlalu pergi dengan kecepatan diatas rata-rata. Dadanya sesak dan matanya terasa perih.

Caroline melihat itu dengan diam. Kalimat terakhir dari pria itu terngiang-ngiang dibenaknya. Lantas ia berlari kencang masuk kedalam Villanya, melepaskan sepatunya, masuk kedalam kamarnya, menutup pintu dan menghempaskan tubuhnya diatas ranjang. Secara tiba-tiba air matanya menetes hingga menjadi deras dan dadanya terasa sesak.

Ia menangis dalam diam memeluk bantal didadanya. "Gue kenapa nangis?" gumamnya disela-sela isak tangis.

"Gue kenapa nangis, astaga?"

"Kenapa?!" Ia berteriak kencang karena tak tahan dengan sesak yang ada didadanya. Rasanya dadanya seperti diremas-remas hingga hancur berkeping-keping.

'Tok tok tok
"Non? Non? Buka, non!" Suara teriakkan dari Bibi Tita terdengar dari depan pintu kamar.

Caroline tak sanggup membalas ucapan wanita paruh baya itu. Ia hanya bisa menangis, menangis dan menangis.

Suara pintu terbuka membuat gadis itu refleks menoleh dengan air mata yang menetes deras dipipinya membuat Bibi Tita terkejut melihatnya.

Wanita itu menutup pintu dan berlari menuju nona mudanya yang terlihat menyedihkan. Ia duduk ditepi ranjang dan menyambut pelukan hangat dari gadis didepannya itu.
"Nona kenapa? Cerita sama bibi, siapa yang berani buat nona mudanya bibi nangis kayak gini?" Ia melonggarkan pelukannya dan menghapus air mata yang mengalir dikedua pipi gadis cantik itu. Namun, bukannya berhenti, air mata itu terus menetes bak air terjun.

Caroline kembali memeluk Bibi Tita dengan erat dan menangis kencang.
"Bibi!"

Bibi Tita terlihat bingung sendiri. "Iya, non, ini Bibi. Non kenapa?" Tangannya dengan lembut mengelus-elus punggungnya mencoba menenangkan.

"Kenapa Carol nangis pas cowok bilang kalo dia berhenti merjuangin Carol, bi? Kenapa?! Bahkan pas cowok itu bilang dia cinta Carol, kalimatnya selalu muncul dibenak Carol! Itu artinya apa, bi?!" tanya Caroline disela-sela tangisnya.

Bibi Tita yang mendengar pernjelasan nona mudanya menjadi tersenyum kecil. Ia melonggarkan pelukannya dan menghapus air mata yang ada dikedua pipi gadis itu. "Itu artinya cinta, non."

Caroline terdiam mendengarnya. "Cinta?" tanyanya bingung.

Wanita itu mengangguk pelan dengan senyum. "Iya, non, artinya non cinta cowok itu. Non gak rela kalo dia berhenti merjuangin non. Dan, non seneng ketika cowok itu bilang non cinta dia."

Caroline terdiam mencerna penuturan pelayannya itu. Dan terkejut ketika sudah memahaminya. "Bener, bi?"

Bibi Tita mengangguk meng-iyakan."Penyesalan memang datang diakhir, non. Itu sudah biasa."

"Terus, apa yang harus Carol lakuin sekarang, bi?" tanya Caroline seraya menghapus jejak-jejak air matanya. Ia menegakkan tubuhnya dan duduk bersilang dihadapan Bibi Tita.

Bibi Tita mengelus pucuk kepala Caroline dengan sayang. "Non yakin mau denger jawaban bibi?"

Caroline mengangguk cepat. "Apapun itu Carol bakal berusaha."

Mendengarnya, Bibi Tita tersenyum lebar. Nona mudanya sudah semakin dewasa.
"Berjuanglah. Dia sudah berhenti berjuang, kan?"

Caroline mengangguk cepat.

"Sekarang gantian non yang berjuang. Pria juga pengen diperjuangin, karena ada saatnya kesabaran pria habis untuk memperjuangkan wanita yang sama sekali tak memandanginya. Terimalah buah yang non sendiri tanam."

Caroline terdiam.

"Yakinlah, semuanya akan indah. Tidak ada yang tidak indah ketika berusaha, non," ucap Bibi Tita dengan tetap mengelus pucuk kepala gadis itu.

Caroline menatap Bibi Tita yang mengulas senyum meyakinkan.

"Everybody wants happiness, nobody wants pain, but you can't have a rainbow without a little rain."

Tbc
See you.

Regards,

Dinda.

Continue Reading

You'll Also Like

261K 14.2K 74
"Jodoh santri ya santri lagi." Di dunia pesantren, adat perjodohan sudah menjadi hal biasa yang sering terjadi. Azka Azkiya merasakan hal itu di tahu...
555K 26.9K 36
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

3.7M 221K 28
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
5.2M 353K 67
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...