Rainy Rain

By AldyDwiAnggoro

31.1K 3.1K 1.3K

Teruntuk kamu, perempuan yang tak ku tahu namanya. Tetaplah menjadi hujan yang selalu aku rindukan, meskipun... More

Prolog
2 : Gadis Misterius
3 : Rainy si Pelacur
4 : Lakukan lagi Rain!
5 : Cakra, Sadarlah!
6 : Kebenaran tentang Rain!
7 : Rain Vs Cakra
8 : Dua Rahasia Besar
9 : Rindu
10 : Gue Bajingan!
11 : Cakra x Sisi
12 : Terserah Tuhan
Chapter 13 : Rain Vs Sisi
14 : Stay Strong Sisi
15 : Kali ini Kita Jatuh Cinta
16 : Babak Baru di Mulai
17 : Mungkin Dia
Chapter Spesial: Perkenalan Tokoh
18 : On My Bed
19 : Perempuan Penghangat
20 : Penghianat!
21 : Sisi dalam Bahaya
22 : Misi Penyelamatan
23 : Tim Rain Vs Tim Alex
Chapter 24 | Romansa si Kembar
Chapter 25 | Menggila Bersama
Chapter 26 | Rainy Rain
Chapter 27 | Calon Anak dari Calon Istriku adalah Calon Anak Ayahku
Chapter 28 | Akad
Chapter 29 : Pulanglah Tanpa Aku
Chapter 30 | Gue Pamit
Chapter 31 | Bangun Lagi Cakra
Chapter 32 | Diari Depresi
Chapter 33 | Hampa
Chapter 34 | Kamu Takdirku Sejak Awal
Chapter 35 | Kembalinya Sisi
Chapter 36 | Patah Hati lagi
Chapter 37 | Kemarin Hujan dan Aku Merindukanmu
Chapter 38 | Akhir Cerita
Tumpah Ruahkan Segalanya

1 : Cakra dan Tiga Tahun yang lalu

2.5K 256 209
By AldyDwiAnggoro

Ada satu hal yang mesti lelaki hiraukan,
Jika air mata memang adalah jalan terakhir yang menjadi obatnya, maka menangis lah sekuat mu.

***************

Selepas pulang sekolah, Rain langsung pulang ke rumah.

Bruk!!

Suara tas Rain terdengar keras membentur sudut meja. Rain nampaknya sedang kesal karena suatu hal.

Memang kesibukan yang menjadi rutinitas ibu Rain mulai membuatnya bosan. Kesendirian selalu menemani Rain setiap harinya. Ia melakukan apapun yang ia suka di rumahnya, asalkan ia dapat menghilangkan rasa jenuhnya itu. Hingga dia merasa tidak sadar dengan rutinitas yang sering ia lakukan, yaitu memandangi seseorang di jendela kamarnya.

Seorang laki-laki yang merupakan tetangganya sejak lama. Lelaki itu merupakan teman main Rain sejak kecil. Ia sudah dianggapnya sebagai keluarga sendiri. Sebab, lelaki itu selalu mampu membuang kesepian Rain.

Namanya adalah Cakra. Ia sedang menjemur pakaian miliknya, dan Rain begitu asyik memandangi nya. Di kaca jendela kamar, Rain terduduk manis memandangi sahabat lamanya itu, seperti tak mau berkedip sedikitpun, Rain tak rela waktu menelan kesempatan ini begitu saja. Bukan hal yang aneh-aneh tentunya, dia hanya merindukan masa kecil bersama Cakra.

Cakra, adalah pria pemilik bola mata berwarna kebiruan, tubuh tinggi tegap, dengan beberapa bagian tubuh seperti dada dan lengannya yang mulai berotot, menjadikan pria itu sosok seksi dihadapan para wanita.

Pria yang sudah sejak lama tinggal dilingkungan rumah Rain, tidak perlu diragukan lagi ketampanannya.

Terlepas dari pandangan Rain dibalik jendela kamar, Cakra sedang asyik menjemur pakaian miliknya sambil bertelanjang dada.

Cakra memang anak rajin dan selalu patuh terhadap orang tuanya. Namun, kejadian naas menimpa Cakra tiga tahun yang lalu. Karena hal itu pula lah yang merubah Cakra menjadi seperti sekarang ini.

----------------------------------------------

Flashback on

Saat itu Cakra duduk di kelas tiga SMP, di sekolah yang sama dengan Rain.

Hingga suatu saat, ketika ia pulang sekolah, ia menemui ibunya dalam keadaan babak belur, dan pakaiannya compang-camping seperti habis disiksa. Sedangkan di sampingnya, ayah Cakra sedang asyik meminum alkohol dan dikepung asap rokok yang sedari tadi menemaninya.

Cakra terkejut dengan kejadian itu. Ia kemudian segera berlari menuju ibunya. Melihat keadaan ibu tercinta penuh dengan memar, ia tak ayal langsung menuju ayahnya yang sedang duduk di sofa depan kamar. Kemudian ia meminta penjelasan tentang kejadian ini.

"Ayah, ibu kenapa?" Tanyanya, dengan nada sedikit memuncak.

Dengan gelagat ayahnya yang seperti menunjukkan rasa tidak bersalah, lantas Cakra menyimpulkan bahwa pelaku kekerasan ini adalah ayahnya sendiri. Tanpa berlama-lama, Cakra bermaksud membalas kejadian ini. Naasnya, niat memukuli ayahnya malah berbalik petaka baginya.

Cakra diseret menuju kamar mandi oleh ayahnya, dengan segenap wajah tak berdosa, mirip seperti seorang psikopat yang bahagia setelah memuaskan emosinya. Ia hendak menyetubuhi anaknya sendiri.

Cakra yang mendapat perlakuan itu, kemudian berontak dan terus berusaha melarikan diri.

"Dasar lelaki brengsek, apa yang kau lakukan pada ibu? Ayah lepaskan aku! Ayah!"

Tanpa membalas ucapan Cakra, dengan ekspresi dingin dan menyeramkan, Cakra langsung diseretnya ke kamar mandi. Ibunya terbaring lemah di kamar setelah mengalami kekerasan seksual dan penyiksaan oleh suaminya.

"Brengsek, apa yang mau kau lakukan padaku, lepaskan aku!!!"

Lagi, Cakra memberontak berusaha melepaskan diri dari cengkraman ayahnya. Setibanya di kamar mandi, Cakra diikat tangannya, lalu dia menggertak.

"Anjing, apa yang kau lakukan? Lepaskan, aku ini anakmu, aku ini laki-laki!!"

Mendengar celotehan Cakra yang nampaknya mulai mengganggu, kemudian Ayahnya menyumpal mulut Cakra agar terdiam. Cakra mencoba berteriak, namun gagal sebab sumpal di mulutnya mulai mengunci kata-kata.

Tanpa berbasa-basi, Cakra ditelanjangi ayahnya, pakaiannya dilucuti sampai habis. Ia semakin memberontak, tangannya mencoba bebas dari ikatan, sedangkan mulutnya terus-menerus berteriak, berharap ada yang mendengar. Tetesan air mata mulai tak terbendung, ia berharap apa yang dipikirkannya tidak benar-benar terjadi.

Namun sayang, tidak lama kemudian ayahnya berbisik, hal yang mengerikan menjadi kenyataan.

"Sudah sejak lama aku ingin mencoba tubuhmu, aku sudah bosan dengan ibumu, lalu setelah ini aku akan pergi meninggalkan kalian berdua"

Dengan pandangan tajam, Cakra begitu menyimpan kebencian kepada ayahnya, ia begitu malu dengan tubuhnya yang sepenuhnya tak berpakaian di hadapan ayahnya. Entah apa yang dirasakan oleh Cakra, yang jelas saat ini dia tidak bisa melakukan apa-apa lagi selain pasrah.

"Sekarang kau nikmati saja apa yang kulakukan untukmu, sebab aku yakin kau akan mencari kenikmatan seperti ini lagi di kemudian hari."

Diikat kedua tangan Cakra dan dibalikkan tubuhnya sehingga sepenuhnya memberikan pemandangan punggung untuk ayahnya. Tangan terikat, mulut di sumpal dan wajah ditekannya ke toilet duduk berwarna putih. Ayahnya langsung menodai Cakra dengan melancarkan sejumlah perlakuan sadis kepadanya.

Tak ada yang bisa lagi dilakukan Cakra. Sesekali ia meneteskan air matanya, menahan kesakitan yang diperbuat ayahnya.

Dengan pukulan dibeberapa bagian tubuh, tusukan kelamin yang diberikan ayahnya, terasa merobek menuju usus. Cakra terus saja mengerang kesakitan, sampai akhirnya ia terkulai lemas tak berdaya. Sedangkan ayah Cakra pergi entah kemana.

Ayahnya pergi begitu saja dan meninggalkan mereka berdua dalam keadaan yang begitu terhina.

Sampai seseorang terdengar memanggil namanya dan ibunya.
Suara yang begitu tidak asing, namun kesadaran Cakra mulai hilang, dan kemudian pingsan, tanpa sempat menyahuti orang tersebut.

---------------------------

Flashback off

Rain kemudian tersadar dari lamunannya itu. Ia selalu terperangkap ingatan yang begitu keji di masa lampau.

Merasa pedih sekali, namun Rain tak bisa melupakan kejadian itu, ia tak bisa lepas dari memori tentang Cakra. Sahabat yang dicintainya itu begitu mengenaskan. Bahkan sampai saat ini, hal itu menimbulkan penyesalan untuk Rain.

"Andai waktu itu aku datang sedikit lebih awal. Mungkin aku bisa membantu Cakra meskipun hanya dengan berteriak meminta pertolongan orang lain, tapi aku ini begitu tolol."

Rain terus menyalahkan dirinya sendiri, dan mungkin itulah yang menyebabkannya saat ini sengaja mundur dan menjauhi Cakra.

***

Flash back on

Seperti biasa, sehabis pulang sekolah, Rain selalu bermain bersama Cakra, entah itu di rumah Rain atau di rumah Cakra bergantian.

"Ka, aku balik dulu ya?.."
Ucap Rain sambil berjalan pulang ke rumahnya.

"Yoi, nanti kamu kesini aja Rain ya, bawa mainan kesukaan ku" jawab Cakra, sembari membuka pintu rumahnya. Sebelum akhirnya menemukan ibunya sendiri dalam keadaan yang mengerikan.

Selang beberapa saat, dengan tergesa Rain segera kembali ke rumah Cakra dan membawa mainan kesukaan mereka. Sesampainya di depan rumah Cakra, ia melihat pintu rumahnya terbuka begitu saja.

Selayang pandang, isi di dalam rumah Cakra nampak begitu berantakan, segalanya berserakan.

"Permisi, Tante...., Tante.. Cakra nya ada?" ucapnya permisi.

Suaranya sumbang tanpa jawaban, justru Rain hanya mendengar isak tangis dari suatu ruangan. Rain yakin, itu adalah suara tante Vira, ibunya Cakra. Lantas Rain segera menghampirinya. Betapa terkejutnya Rain, ia melihat tante Vira tergeletak di lantai kamar, nyaris tanpa busana.

"Tante!!" Rain terkejut.
"Tante tidak apa-apa?! Siapa yang melakukan ini tante?" Ujarnya, penasaran, sekaligus merasa tidak menyangka.

Ia tak habis pikir siapa orang yang tega melakukan perbuatan keji ini.

"Rain..", tante Vira, meringis.

Kemudian Rain mencoba membantu tante Vira, ia mengambilkan selimut untuk ibunya Cakra.

"Tante pakai selimut ini dulu, tutupi tubuh tante, Rain akan ambilkan baju untuk tante".

Sembari menangis, tante Vira berusaha menjawab kecemasan Rain yang terlihat dari raut wajah dan keringat yang bercucuran dari tubuh Rain. Sambil memegang tangan kanan milik Rain yang baru saja akan mengambilkan pakaian. Tante Vira mencegahnya.

"Rain tak usah. Kamu bantu dan temui Cakra, tante gak mau sesuatu yang buruk terjadi sama Cakra." Jelasnya.
"Biarkan tante istirahat seperti ini saja. Tante bisa menutupi tubuh tante dengan selimut, kamu rahasiakan kejadian ini dari orang lain yah Rain sayang," terusnya.

"Iya tante, sekarang Rain mau nyari Cakra dulu," cemas Rain.

"Makasih sayang, tante menyesal harus membuatmu melihat ini semua." Jelasnya.

"Gak apa-apa tante, tante percaya sama Rain, tante udah Rain anggap ibu Rain sendiri. Sekarang Rain pergi dulu," imbuhnya.

Dengan tergesa, Rain segara menjamah seluruh isi ruangan untuk mencari Cakra.

"Ka! Cakra, kamu dimana Ka?" Teriak Rain.

Sedangkan di kamar mandi, sebenarnya Cakra tahu siapa yang memanggil-manggil namanya itu.

Namun belum sempat menyahutinya, kesadarannya perlahan hilang.

"Mungkin di kamar mandi." Ucap Rain, sambil berjalan menuruti instingnya.

"Apa-apaan ini? Ka, Cakra!!! Apa yang terjadi denganmu? Siapa yang melakukan ini? Kemana ayahmu? ".

Rain menangis dan segera merangkul sahabat yang dilihatnya tidak sadarkan diri itu.

Rain seolah tidak terima dengan kejadian yang menimpa Cakra.

Ia melihat tubuh Cakra yang tak sehelai benangpun terikat menutupinya.

Hanya tali yang melingkar di kedua tangannya, serta mulut yang di sumpal handuk kecil, dan tubuh yang kemerahan dimana-mana.

"Ka sadar Cakra!!!" Rain, coba menyadarkan.

Ia kemudian membalikan tubuh sahabatnya itu yang sudah ternodai ayahnya sendiri. Sekarang ia
bisa menatap wajah naas milik Cakra.

Sesekali mengusap air mata, Rain terus mencoba menyadarkan Cakra.
Ia tidak henti-hentinya menangis.

Ia segera membuka ikatan tali di tangan Cakra, mengambil sumpalan di mulutnya dan membersihkan sisa kotoran dan cairan di tubuh Cakra.

Dengan suasana kamar mandi yang menjadi mencekam, Rain mencoba mengurusi sahabatnya itu.

"Ka, Cakra, ayo sadar"

Kemudian Rain mengambil handuk untuk menyelimuti Cakra.

Sesaat kemudian, Cakra tersadar
"Hik, hik, Rain..." Cakra menangis lirih.

Rain kemudian membalas tangisnya.

"Ka, akhirnya kamu sadar juga, apa yang terjadi sama kamu dan juga tante?" Rain masih penasaran mencari jawaban.

"Rain maafkan aku" singkat Cakra.

"Kenapa kamu minta maaf? Seharusnya aku yang meminta maaf, mungkin kalau aku datangnya sedikit lebih cepat, ini semua gak akan terjadi sama kalian" jelasnya, sambil tersedu.

Mereka kemudian memeluk satu sama lain. Dan segera bergegas keluar dari kamar mandi. Tempat yang menjadi begitu mengerikan untuk mereka berdua.

"Aku benci ayahku sendiri, dia lelaki paling berengsek yang pernah aku temui" ucap Cakra, coba menjelaskan.

Tanpa berkata-kata, Rain memberikan simpati untuk memahami kepedihan Cakra. Rain menepuk-tepuk punggungnya yang sedari tadi sedang memeluknya itu.

Lalu kemudian, Cakra tersadar akan sesuatu.
"Bagaimana ibuku?" Cemasnya.

Rain hanya menunjukan muka datar dengan mata memerah, seperti menahan kepedihan.

"Tolong bantu aku bertemu dengan ibu" pinta Cakra, dengan sedikit memaksakan tubuh ringkihnya itu untuk terbangun menuju kamar ibunya.

Tanpa mengeluarkan sepatah kata, Rain langsung memangku Cakra di punggungnya.

"Bawa aku ke kamar ibu, Rain!!"
Bisik nya, lemas.

Rain justru membawa Cakra ke kamar milik Cakra, bukan ke kamar ibunya. Kemudian ia dibaringkan di atas kasur.

"Kenapa kamu bawa aku kesini? Aku kan inginnya ke kamar ibu, Rain" Tanya Cakra.

Rain menggelengkan kepalanya. Seakan memberikan isyarat, bahwa mungkin Cakra tidak seharusnya bertemu ibunya dulu.

"Rain tolong, aku mau kesana!" Bentak Cakra.

Akhirnya Rain kesal, kemudian ia membalas Cakra lantang.

"Kamu mau menemui ibumu dengan keadaan telanjang?! Kamu mau melihat ibumu kembali menangis akibat melihat tubuhmu yang penuh memar?! Kamu mau memperlihatkan kepedihan lagi pada ibumu?! Hah! Jawab aku brengsek!".

Rain berteriak sambil menahan air mata yang menumpuk dan siap untuk dikeluarkan lagi. Dengan mata yang sudah memerah, Rain tidak berani memandang wajah bonyok milik sahabatnya itu.

Akhirnya ia membuang pandangannya, menuju lemari dan hendak mengambil pakaian untuk Cakra. Rain terus memakaikan baju untuk Cakra, tanpa peduli Cakra yang terus merengek, ingin bertemu ibunya.

"Aku sudah selesai dengan ini, aku akan pulang" celoteh Rain pelan.

Ia kemudian menambahkan.
"Selanjutnya terserah kamu Ka, aku minta maaf."

Dengan menyeka air mata yang semakin tidak terbendung, Rain berbalik badan dan langsung berlari untuk pulang menuju rumahnya. Rain meninggalkan Cakra yang belum sempat membalas ucapannya itu.

Seolah tak perduli, Rain hanya mampu menunduk tanpa sedikitpun berbalik untuk sekedar menoleh wajah naas sahabatnya itu.

Bukan tanpa alasan, Rain seolah tak percaya semua ini terjadi pada sahabatnya sendiri. Di usia yang masih remaja, kelas sembilan SMP, ia harus melihat kejadian ini, ia harus melihat semua ini terjadi pada sahabatnya sendiri.

Ini sungguh menjadi pukulan untuknya. Tentu saja, kejadian ini akan terus teringat oleh Rain sampai kapanpun, meskipun ia membencinya.

Ia meninggalkan keadaan rumah yang penuh haru, Rain meninggalkan Cakra, tante Vira dan segala memori dihari ini.

****
Flash back off

Sampai saat ini Rain masih mengingat jelas semuanya, dan itulah yang menjadi alasan Rain menjauh dari sahabatnya, Cakra. Ia merasa bersalah dengan semua yang terjadi waktu itu. Ia terus mengeluh dengan dirinya.

"Ka, gue minta maaf, gue kangen sama lu, gue pengen main bareng lagi sama lu." Gumamnya di balik jendela, sambil memandangi Cakra dari kejauhan.



_____________

Jangan lupa Voment yah, biar antusias nulisnya.

Continue Reading

You'll Also Like

691K 44.1K 32
Semua orang mengira Saka Aryaatmaja mencintai Juni Rania Tanaka, namun nyatanya itu kekeliruan besar. Saka tidak pernah mencintai Rania, namun menola...
7.4M 227K 46
Beberapa kali #1 in horror #1 in thriller #1 in mystery Novelnya sudah terbit dan sudah difilmkan. Sebagian cerita sudah dihapus. Sinopsis : Siena...
9.7M 183K 41
[15+] Making Dirty Scandal Vanesa seorang aktris berbakat yang tengah mencapai puncak kejayaannya tiba-tiba diterpa berita tentang skandalnya yang f...
Love Hate By C I C I

Teen Fiction

2.9M 209K 37
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...