Sunshine (ketulusan, cinta da...

Autorstwa WidhiIbrahim

38.2K 1.2K 18

"Aku ingin seperti Matahari, aku tak mau merasa kesepian walau sendiri, aku tak mau mengeluh dengan setiap ra... Więcej

bab 1 - part 1
part-2
part-3
part-4
Bab 2- part 1
Part-2
bab 3 - part 1
Part-2
part 3
Bab 4 - part 1
Part-2
Part-3
Bab 5 - part 1
Part-2
Bab 6
Bab-7
Bab 8-Part1
part-3
Bab 9 - part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Bab 10 - Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Bab 11 - Part 1
Part 2
Part 3
Bab 12 - Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part - 5
Part-6 (END)

Part-2

709 24 0
Autorstwa WidhiIbrahim

POV 3

Suasana di dalam Apartemen Citra sore itu cukup gaduh. Karena baru saja Hanin menyadari bahwa uang miliknya, sebesar 5 juta yang disimpan di dalam lemari, tiba-tiba hilang.

“Lo yakin nggak salah nyimpen kan, Nin? Lo udah coba cek lagi kan?” tanya Citra meyakinkan Hanin.

“Iya, Cit... aku ingat jelas kok dimana terakhir aku nyimpen uang itu.”

Friska masih sibuk mengobrak-abrik isi Apartemen, diikuti oleh Citra dan Hanin. Tapi tetap saja uang Hanin tidak ditemukan.

“Huhhh... tetep nggak ada, Cit. Masa iya di Apartemen ada pencuri sih,” ujar Friska.

“Coba deh tanya Ririn,” ujar Citra sedikit panik.

Namun, saat Citra menyebut nama Ririn dan Friska mendengar nama Ririn, tiba-tiba saja Citra dan Friska saling berpandang-pandangan, seakan-akan isi di kepala mereka berdua setelah mendengar kata Ririn itu, sama.

“Jangan-jangan...” ujar Citra dan Friska bersamaan.

Namun, Hanin malah menggelengkan kepala. Hanin percaya kalau Ririn tidak mungkin melakukan hal seperti itu kepadanya.

Sudah hampir tiga jam Citra, Hanin dan Friska menunggu Ririn pulang. Tapi tetap saja Ririn belum kelihatan batang hidungnya, sampai-sampai Hanin dan Friska ketiduran. Sementara Citra masih terlihat gelisah menunggu Ririn.

Trekkkkk... suara pintu terbuka. Ririn pun masuk ke dalam Apartemen.

“Lo belum tidur, Cit?” tanya Ririn sambil tersenyum.

Namun citra malah memandangnya sinis, dan langsung menghampiri Ririn dengan pertanyaan yang cukup membentak.

“Mendingan lo jauhin cowok itu sekarang juga! Lo ancur semenjak kenal dia, Rin!” ujar Citra.

“Maksud lo apa sih? Kayak lo paling bener aja deh,” jawab Ririn tidak terima.

“Lo udah jauh berubah, Rin. Mendingan sekarang lo ngaku aja deh. Lo kan yang ngambil uang Hanin? Iya kan?”

Mendengar itu, Ririn mendadak diam. Seakan-akan ia bingung harus menjawab apa. Dengan diam Ririn, Citra sudah dapat menebak kalau Ririn memang yang melakukannya. Citra terlihat begitu kecewa kepada Ririn.

“Dulu lo nggak pernah ngelakuin hal bodoh kayak gini, Rin. Lo pasti ngelakuin itu buat cowok lo kan?”

“Gue pasti ganti kok,” ujar Ririn sedikit membentak.

Hanin dan Friska pun terbangun mendengar suara gaduh akibat adu mulut antara Ririn dan Citra.

“Bukan masalah gantinya, tapi kepercayaan, Rin... kepercayaan! Demi cowok nggak jelas kayak dia, lo rela ngambil milik sahabat lo sendiri. Sahabat lo sendiri, Rin. Lo nggak mikir apa!”

“Lo tau apa sih tentang dia? sampe bisa nilai sejauh itu. Gue nyaman sama dia, gue bahagia sama dia. Jadi gue minta lo nggak usah ikut campur lagi urusan gue!”

“Tapi gue sahabat lo, gue nggak mau lo salah bergaul.”

Hanin menghampiri Citra dan Ririn yang masih berdebat.

“Tapi lo nggak berhak atur hidup gue!”

“Kalian apa-apaan sih... udah dong jangan berantem gini. Semuanya pasti bisa diselesaikan dengan cara baik-baik,” ujar Hanin menghampiri untuk mencoba mendinginkan keadaan.

Tapi Ririn malah mendorong Hanin sampai terjatuh, Ririn tidak suka bila Hanin ikut campur juga. Tidak bisa terima perlakuan Ririn kepada Hanin, Citra marah dan balik mendorong Ririn. Ririn pun tidak terima, karena Citra lebih memilih membela Hanin, yang bisa dibilang sahabat baru dibanding Ririn yang sudah 7 tahun bersama. Citra dan Ririn pun jadi semakin memanas. Hanin mencoba melerai kembali, tapi tiba-tiba kepala Hanin terasa pusing, sampai membuat Hanin jatuh pingsan. Untung saja ada Friska yang menghampiri dan menolong Hanin. Namun Ririn dan Citra masih tetap saja beradu mulut.

“Hanin, Nin... Hanin...” Friska panik. "Berhenti!" kata Friska sedikit berteriak.

Mendengar teriakan Friska, Citra dan Ririn langsung mengalihkan pandangan mereka. Melihat Hanin jatuh pingsan, Citra dan Ririn bergegas membantu Friska membawa Hanin ke kamar.

Tidak lama kemudian, mereka bertiga berada di kamar menunggu Hanin siuman. Friska terlihat sedang mengoleskan minyak angin ke bagian pelipis Hanin, sementara Citra dan Ririn berdiri berdampingan, tapi saling diam seperti orang yang tak saling kenal. Hanin pun perlahan membuka matanya.

“Emh...” keluh Hanin sambil memegang pelipisnya.

Ririn dan Citra langsung mendekat ke tempat tidur, dimana Hanin terbaring.

“Syukurlah lo udah siuman,” kata Friska.

Hanin pun bangun dari tidurnya dan duduk.

“Nin... maafin gue ya,” kata Citra.

“Maafin gue juga, Nin... udah kasar sama lo,” kata Ririn merasa bersalah.

“Aku nggak apa-apa kok. Aku harap kalian jangan berantem lagi kayak tadi, ya...! Kalau lagi ada masalah, kita bisa kan omongin baik-baik. Aku yakin semua pasti ada jalan keluarnya.”

“Dia yang mulai duluan!” ujar Citra kepada Ririn.

“Kok gue, ya jelas elo lah,” bantah Ririn tidak mau kalah.

“Udah-udah, nggak kasian apa sama Hanin. Dia pasti tambah pusing kalau harus ngedengerin ocehan kalian,” ujar Friska sedikit membentak.

Citra dan Ririn pun diam.

Setelah kejadian malam itu, hubungan persahabatan Citra dan Ririn jadi kurang baik. Mereka malah jadi saling diam, bahkan saling menghindar satu sama lain. Hanin dan Friska pun mencoba untuk memperbaiki hubungan mereka seperti dulu lagi, tapi Citra yang keras dan Ririn yang egois membuat Hanin dan Friska mengalami kesulitan mendamaikan mereka. Hingga tidak terasa satu minggu pun telah berlalu.

“Sampe kapan kalian kayak gini?” tanya Friska.

Saat mereka berempat sedang berkumpul menonton TV, tapi Ririn dan Citra tetap saling acuh.

“Bener kata Friska, aku pengen kita kayak dulu lagi, Cit... Rin....”

Citra dan Ririn tetap diam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

“Kalau masalah uang itu, aku kan udah nggak permasalahin lagi. Aku ikhlas kok, aku cuma pengen kalian baikan lagi.”

“Bukan masalah itu, Nin... kelakuan dia, kelakuan dia udah kurang ngajar sama lo.”

“Maksud lo apa bilang ke gue kayak gitu!”

“Lagian lo mau sampai kapan abis-abisan buat cowok lo itu, dia nggak pantes buat lo."

“Ini nih yang gue nggak suka dari lo, lo tuh so baik, so alim, so paling bener. Lo nggak kenal dia, jadi lo nggak tau dia kayak gimana.”

“Terserah deh lo mau ngomong apa, yang jelas semua ini gue lakuin karena gue care sama lo. Gue cuma nggak mau sahabat gue jatuh ke tangan orang yang salah. Tapi kalau lo nggak suka, fine. Itu urusan lo. Setidaknya gue udah nyoba buat ngingetin elo,” kata Citra sambil pergi meninggalkan ketiga sahabatnya.

“Gue rasa omongan Citra nggak salah-salah banget deh, Rin. Citra nggak mungkin kayak gini kalau dia nggak peduli sama lo.”

Ririn hanya diam mendengar ucapan Friska kepadanya.

Dan benar saja apa yang Citra ucapkan. Tidak harus menunggu lama, pada akhirnya dengan mata kepalanya sendiri, Ririn mengetahui siapa laki-laki itu sebenarnya. Laki-laki itu menjadi pacar Ririn hanya untuk memanfaatkannya saja, menguras uang Ririn untuk membahagiakan wanita lain. Secara tidak langsung Ririn hanya dijadikan ATM berjalan oleh laki-laki itu tanpa rasa cinta sedikitpun. Ririn benar-benar merasa dipermainkan, hatinya terasa sakit. Kekecewaan pun sangat jelas terlihat, dan tanpa malu Ririn pun menghampiri Citra di Apartemen. Ririn langsung memeluk Citra sambil melepaskan kesedihaannya.

“Maafin gue, Cit... maafin gue,” kata Ririn menangis di pelukan Citra.

Citra malah merasa heran dengan sikap Ririn yang tiba-tiba masuk, dan langsung memeluknya sambil menangis.

“Lo kenapa, Rin?” tanya Citra tidak mengerti.

“Maafin gue, Cit... apa yang lo bilang itu bener. Laki-laki itu emang jahat, dia jahat, Cit. Dia jahat sama gue,” ujar Ririn tersendu-sendu.

Ririn benar-benar merasakan kekecewakan yang mendalam. Hanin dan Friska pun masuk menghampiri Ririn dan Citra. Mereka  mencoba menenangkan Ririn yang sedang bersedih, agar mau menceritakan apa yang sebenernya terjadi, sampai-sampai membuatnya menangis seperti sekarang ini. Setelah merasa sedikit tenang, Ririn pun menceritakan apa yang terjadi kepada ketiga sahabatnya itu. Bahwa apa yang Citra bilang tentang pacarnya itu semuanya benar, laki-laki itu sama sekali tidak mencintai Ririn, dia hanya memanfaatkan Ririn saja. Mendengar itu mereka bertiga pun ikut sedih, tapi mereka berusaha menenangkan Ririn bahwa Ririn tak sendiri. Dia masih punya sahabat yang akan selalu ada buat Ririn. Ririn pun meminta maaf kepada Citra, dan mereka kembali bersahabat seperti dulu. Mereka berempat berharap dengan adanya cobaan kemarin, akan semakin membuat persahabatan mereka lebih baik lagi.

***

Czytaj Dalej

To Też Polubisz

50.8K 921 4
(Cerita ini sudah END dan masih lengkap, silakan follow jika suka.) "Cinta itu lembut seperti sutra, kalau gue bilang cinta sama lo berarti gue bener...
3.6K 394 34
Ada cinta yang sulit aku ungkapkan. Sebut aku pesimis, tapi sudah terlalu lama aku menunggu saat yang tepat untuk kebenaran itu. Dan selama itu, ak...
4M 82.5K 22
(SUDAH DITERBITKAN) "Ibra aku punya syarat kalau kamu mau menikah denganku. Aku nggak mau hamil, aku masih mau melanjutkan karierku dulu, karena saat...
954K 32.5K 25
#Prolog Seorang wanita tengah duduk di single sofa seraya menyandarkan punggungnya di sandaran sofa. Ia memejamkan matanya kemudian menghembuskan naf...