She's MINE!! (✔)

Par giantpasta

3.2M 152K 4.4K

[TELAH TERBIT DALAM BENTUK EBOOK] HIGHEST RANK: - #4 IN ROMANCE (25/6/18) - #46 IN TEENFICTION (25/6/18) Alan... Plus

A/N
00 - Awal
01 - Bertemu
02 - Siapa Alan?
03 - You're Mine
04 - Maksa
05 - Mall
06 - Posesif
07 - Berangkat Bareng
08 - Kejar-Kejaran
09 - Mac & Cheese
10 - Sial
-BACA, INI PENTING!-
11 - Curhat
12 - Basah Kuyup
13 - Sakit
14 - Sakit (2)
15 - Ponsel
16 - Cemburu
17 - Hajar
18 - Alvaro
19 - Pecel Lele
20 - Hari Pertama
21 - Soda
22 - Kesepian
23 - Peluk
24 - Pengakuan
25 - Sedih
26 - Kejutan
27 - Kita Sama
29 - Tangis
30 - Bingung
31 - New?
32 - Patah
-CAST-
E-BOOK
33 - Kelahi
34 - Dipanggil
35 - Papa
36 - Nasi Goreng
37 - Pantai
38 - Penjelasan
39 - Kaget
-ROLEPLAY-
40 - Ternyata
41 - Rahasia
42 - Aneh
43 - Baikan
44 - Sebenarnya
-FUN FACT-
-NEW STORY-

28 - Pintu

46.5K 2.4K 81
Par giantpasta

Masih di hari yang sama dan juga di tempat yang sama. Vella masih berada di rumah Alan malam itu. Tentu saja juga ada Alvaro dan Lucas di sana. Kini mereka sedang makan malam bersama di meja makan. Lucas yang sedang bersembunyi di kolong meja makan juga sedang menikmati makanannya.

Alvaro memakan makanan di piringnya dengan lahap. Menu kali ini adalah mi goreng seafood. Jika kalian menduga bahwa mereka yang memasak mi gorengnya, kalian salah. Karena nyatanya, mereka memesan mi goreng jumbo itu lewat ojek online.

"Ampun, enak banget." Alvaro menambah lagi, untuk yang kesekian kalinya. Sedangkan Alan baru mengambil sedikit dan Vella belum sama sekali. Bukannya marah, Vella malah tertawa kecil melihat Alvaro yang sama sekali gak jaim.

Pada saat Alvaro ingin menambah lagi, Alan menepis tangannya sambil mendengus pelan. Ia menatap Alvaro lumayan tajam. "Udahan, bege. Cewek gue belum makan sama sekali."

"Hah?" Alvaro cengo, lalu melirik piring Vella yang memang masih bersih dan hanya terdapat sendok dan garpu di atasnya. Ia nyengir. "Hehe, maaf. Ayo, Kak, ambil aja."

"Iya, Al. Tapi kalo kamu mau lagi juga gak apa-apa." Vella berucap lembut. Karena ia sendiri juga tidak merasa lapar.

Alan menggeleng. "Gak, Vel, dia udah kebanyakan makan. Soalnya kalo dia gendutan, aku juga yang susah."

Vella mengerutkan dahinya. "Emang kenapa?"

"Masa tiap jam 3 pagi aku dibangunin, disuruh bantuin dia sit up." Alan memutar bola matanya, merasa jengkel pada adiknya yang manis itu.

Alvaro menunduk, kemudian menyentuh perutnya sendiri. Karena ucapan Alan barusan, ia jadi sadar kalau ia memang gendutan. Tapi tenang saja, kegantengannya tidak berkurang sama sekali. Alvaro berjanji, subuh nanti pasti ia akan membangunkan Alan untuk membantunya sit up.

Vella tertawa geli sambil membayangkan bagaimana penampilan Alvaro saat cowok itu gendut. "Alvaro kalo gendut gimana, ya?"

Alan ikutan tertawa. "Jelek, Vel. Kayak anak babi."

Mendengar cibiran kakaknya, Alvaro membelalakkan katanya. Ia tentu saja tidak terima dicibir begitu. "Bacot lu, Bang!"

"Yee, emang bener."

Setelah itu, suasana ruang makan berubah jadi hening. Alvaro sibuk mengelus-elus perutnya, Alan sibuk memeriksa makanannya apakah ada sayuran atau tidak, sedangkan Vella tidak tahu harus berbuat apa. Ia hanya memandangi kedua cowok yang sedang sibuk sendiri.

"Lan," panggil Vella sambil mengerutkan keningnya.

"Hm?" Alan menyahut tanpa menoleh.

"Kamu ngapain?" tanya Vella. Karena sedari tadi, ia memperhatikan Alan yang sibuk mencari sesuatu di makanannya.

"Itu ... di mi gorengnya ada sayuran, gak?"

Vella tambah bingung, namun ia menggeleng. "Enggak, kayaknya."

"Oh, gak ada?"

"Emang kenapa?"

Alvaro terkekeh. "Kak Vel gak tau, ya? Bang Alan kan takut banget ama sayur."

Mata Vella membulat mendengar penuturan Alvaro. "Hah? Iya?"

Alan tertawa sendiri. Ia memang sangat membenci sayur. Ketika ia melihat sedikit saja sayuran di makanannya, ia tak akan mau memakan makanan itu. Bahkan sayur terenak seperti kangkung sekalipun.

🐶🐶🐶

Jam menunjukkan tepat pukul 8 malam. Bukannya pulang, Vella masih berada di rumah Alan, bersama Alvaro dan Lucas tentunya. Mereka sedang menonton televisi di ruang tengah.

Tak lama, Alan bangkit dari sofa dan berjalan ke dapur. Ia mengambil beberapa buah berries dari dalam kulkas, lalu memindahkannya ke dalam mangkuk. Ia juga mengambil sebotol besar susu sapi, lalu menuangkannya ke dua buah gelas. Setelah selesai, Alan mengembalikan sisa berries dan susunya ke dalam kulkas.

Alan berjalan menuju ruang tengah, menghampiri Vella dan Alvaro yang sedang menonton televisi. Sebenarnya tadi sore Alan sudah menawarkan diri untuk mengantar Vella pulang, namun cewek itu menolak karena alasan di rumahnya hanya ada Bi Rani.

"Vella," panggil Alan, membuat Vella yang sedang menatap layar televisi itu langsung menoleh. "Ya?"

"Aku mau ke kamar. Kamu mau ikut?"

Vella mengerutkan dahinya. "Ngapain?"

"A en je a ye!" seru Alvaro tiba-tiba. "Jangan buru-buru, Bang. Inget, kalian masih sekolah. Belum juga kuliah, kerja, apalagi nikah. Aduh, jangan dulu deh, Bang."

Alan melirik Alvaro dengan sinis, lalu mendengus. "Otak lo harus dimasukkin ke mesin cuci kayaknya."

Alvaro terbahak-bahak. "Lagian lo bego, Bang. Ngapain lo ngajak Kak Vel masuk ke kamar? Hayo, ngapain?"

Alan mendengus. "Kali aja 'kan dia mau gue ajarin main gitar. Emang gak boleh?"

Alvaro terbahak lagi. "Iya deh, Bang, iya."

"Ayo, Vel," ajak Alan, Vella pun mengangguk. Vella berjalan mengikuti Alan yang sedang membawa nampan berisi semangkuk berries dan dua gelas susu. Mereka berjalan beriringan, menaiki satu per satu anak tangga. Sampai di lantai 2, Alan langsung mengajak Vella masuk ke kamarnya.

Saat pintu kamar Alan dibuka, Vella sempat kagum. Terdapat beberapa jenis gitar yang diletakkan di sudut kamar cowok itu. Terdapat pula kasur berukuran sedang di tengah ruangan, lemari pakaian di dekat meja belajar, serta sebuah rumah-rumahan kecil yang biasanya digunakan untuk anak kecil bermain.

Dahi Vella sedikit mengkerut ketika melihat rumah-rumahan itu. "Ini buat apaan, Lan?"

Alan meletakkan nampan yang dibawanya ke atas meja belajar, lalu menghampiri Vella. "Kenapa?"

"Ini ... rumah-rumahannya punya siapa?"

"Oh, itu." Kemudian Alan tertawa kecil. "Itu dulu punya Lucas. Dulu 'kan Lucas badannya kecil, tapi makin lama makin gede badannya, jadi udah gak muat lagi masuk ke dalem rumah-rumahan itu."

Vella ikut tertawa mendengarnya. "Lucu banget sih."

"Buat Loki aja, gimana? Loki 'kan badannya kecil, pasti dia muat masuk ke rumah itu."

"Hah? Gak ah, gak usah," tolak Vella.

"Udah gak apa-apa. Besok aku anterin ke rumah kamu, ya?"

Vella terkekeh, lalu mengangguk. "Yaudah deh."

"Yaudah, kamu tunggu bentar ya, aku mau mandi dulu. Anggap aja kayak kamar sendiri. Oh ya, kamu suka baca novel, kan? Aku ada beberapa novel kok."

Vella mengangguk. "Iya."

Usai itu, Alan masuk ke dalam kamar mandi yang memang terletak di dalam kamarnya. Vella memutuskan untuk berkeliling di kamar Alan yang lumayan besar ini. Pertama, Vella mau melihat-lihat koleksi gitar milik Alan yang lumayan banyak. Ada gitar klasik, gitar akustik, bass, gitar listrik, serta ada 3 buah ukulele yang berbeda warna dan jenis. Walaupun Vella tidak pernah melihat Alan bermain gitar, namun cewek itu sudah membayangkannya. Karena sejujurnya, Vella selalu memikirkan Alan setiap malam sebelum tidur.

Setelah puas melihat gitar-gitar milik Alan, Vella beralih menatap rak buku milik Alan yang diisi oleh novel-novel berbahasa inggris maupun Indonesia. Vella membulatkan matanya, ternyata cowok macam Alan juga suka mengoleksi novel. Yah, walaupun koleksi novel milik Vella lebih banyak, sih.

Vella kini menatap meja belajar Alan yang sangat berantakan seperti tak pernah dirapikan. Terdapat mac book di atasnya, serta beberapa buku pelajaran yang seperti baru dibuka 1 atau 2 kali saja. Vella mendengus, itu artinya Alan masih suka bolos dan jarang membuka bukunya.

Tiba-tiba, kening Vella sedikit mengerut ketika dirinya melihat sebuah pintu berwarna coklat di sudut ruangan dekat jendela. Padahal, sudah ada kamar mandi di dalam kamar ini. Lantas, itu pintu apa?

Karena penasaran, Vella mendekati pintu itu. Ia memutar gagang pintunya yang ternyata tidak dikunci. Dan kali ini Vella benar-benar kaget. Ternyata pintu itu adalah pintu rahasia yang seharusnya dikunci oleh Alan.

Vella sebenarnya tidak mau lancang untuk masuk-masuk ke dalam ruangan rahasia ini. Namun rasa penasaran memenuhi pikirannya. Akhirnya, cewek itu berjalan masuk ke dalam ruangan yang agak gelap itu. Karena lumayan gelap, Vella berinisiatif untuk menyalakan lampunya.

Di ruangan ini, terdapat beberapa foto yang ditempel di dinding serta sebuah meja yang di atasnya terdapat sebuah album foto besar. Anehnya, foto-foto yang ditempel di dinding itu ditutupi oleh sebuah kain berwarna putih.

Tetapi perhatian Vella kini teralih pada sebuah album foto besar yang terdapat di atas meja yang sudah mulai berdebu itu. Dengan ragu, Vella membuka album foto itu.

Vella tersenyum kecil ketika melihat foto seorang anak laki-laki yang usianya kira-kira 5 tahun. Di sekitar bibir anak itu terdapat noda bekas saus, membuat Vella tertawa kecil ketika melihatnya. Itu pasti Alan.

Di foto kedua, terdapat seorang anak laki-laki yang sedang berulang tahun. Vella tersenyum, hal ini mengingatkan Vella pada saat dirinya merayakan ulang tahun bersama ayahnya.

Ketika Vella membuka halaman kedua album itu, sedikit kerutan muncul di dahinya. Terdapat foto seorang perempuan yang jika diperhatikan, sangat mirip dengan Vella. Bahkan wajah perempuan itu dan wajah Vella terlihat seperti dua anak kembar identik. Bedanya, rambut Vella panjang sedangkan rambut perempuan di foto itu pendek. Vella juga membaca tulisan yang ada di bagian bawah foto: Viorenza Spazia, 7 Juli 2001-6 Juli 2017.

Mata Vella membulat ketika melihat itu. Apa artinya perempuan bernama Viorenza itu sudah meninggal? Dan dia meninggal sehari sebelum hari ulang tahunnya?

Terdapat pula foto Alan yang sedang mencium pipi cewek bernama Viorenza itu. Vella membaca tulisan yang ada dibawahnya: Me and my baby Vio. I love her and she loves me too.

Mata Vella mulai memanas. Ia kemudian membuka halaman berikutnya, yang ternyata juga berisi foto-foto Alan bersama perempuan itu. Dan ketika Vella pikir-pikir, sepertinya....

Dirinya hanya dijadikan Alan sebagai pengganti Viorenza saja.

Vella bukannya sok tahu, tapi ia bisa melihat bahwa wajahnya dan wajah Viorenza sangat mirip, bahkan persis seperti kembar. Padahal Vella merasa dirinya tidak memiliki kembaran. Tetapi mengapa wajahnya dan juga Viorenza sangat mirip?

"J-jadi ... gue cuma dijadiin pengganti Vio?" lirih Vella. Karena air matanya sudah tidak dapat ditahan lagi, akhirnya Vella menangis tersedu-sedu sambil tetap memegang album foto itu.

●●●

HEHEHE.

Gimana perasaan kalian pas baca chapter ini? Gak nyangka atau emang udah nyangka dari awal? WAJIB COMMENT YAW.

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

Raiden. (SUDAH TERBIT) Par aura

Roman pour Adolescents

6.2M 640K 62
"Gengsi dan cinta di waktu yang sama." Bagaimana rasa nya di posisi seorang Alena Darendra, menjadi satu-satu nya perempuan yang dapat berdekatan de...
KETUA GANGSTER Par ༻♱༉

Roman pour Adolescents

2.8M 169K 67
𝐇𝐢𝐠𝐡 𝐒𝐜𝐡𝐨𝐨𝐥 𝐆𝐚𝐧𝐠𝐬𝐭𝐞𝐫 𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 (𝟏) DON'T COPY MY STORY☠️ [PART MASIH LENGKAP, FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Stay away! I'am a D...
1.6M 117K 47
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
1.4M 127K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...