Vella menguap lebar dan merenggangkan ototnya yang kaku, lalu bangkit dari tempat tidur. Ia merapikan tempat tidurnya yang berantakan, mematikan pendingin ruangan yang dinyalakan sejak semalam. Kemudian berjalan pelan menuju kamar mandi.
Setelah membersihkan tubuh, Vella melangkahkan kaki menuju lemari pakaiannya. Tangannya meraih hoodie berwarna merah muda dan ripped jeans berwarna hitam. Vella memakaikan pakaian itu ke tubuh mungilnya, kemudian menyisir rambut panjangnya hingga bagian kusutnya hilang.
Usai itu, Vella keluar dari kamar dan menuruni anak tangga. Ketika dirinya tiba di meja makan, ia mengernyit bingung ketika menemukan sebuah kertas yang dilipat-lipat. Karena penasaran, Vella membuka lipatan kertas itu.
Selamat ulang tahun, Non Vella. Maaf, Bibi mendadak harus pulang kampung karena adik Bibi yang cowok sakit demam. Bibi juga belum sempet masak, maaf ya, Non.
Vella menghela napas. Benar, kan? Ulang tahun pada tahun ini akan menjadi lebih buruk dari pada ulang tahun di tahun-tahun sebelumnya. Bahkan Bi Rani saja pergi meninggalkan Vella sendirian di rumah. Berarti Vella benar-benar tidak merayakan ulang tahunnya pada tahun ini.
Gak papa, gue bisa ngerayain sendiri, pikir Vella.
Akhirnya, Vella memakai flat shoes berwarna navy yang ia punya. Vella berniat untuk merayakan ulang tahunnya sendirian, tanpa siapapun. Namun sebelum ia pergi, ia menuangkan dogfood ke tempat makan milik Loki.
Usai itu, Vella menghampiri sepeda berwarna ungu miliknya. Rodanya tidak kempes, karena beberapa hari yang lalu Vella sempat meminta tolong Alan untuk memompa sepedanya. Dan sekarang Vella bersyukur menyuruh Alan waktu itu, karena akhirnya Vella menaiki sepedanya.
Langit lumayan cerah pagi ini, walaupun tadi sempat diguyur hujan deras. Vella mengendarai sepedanya dengan kecepatan sedang. Ia memperhatikan keadaan sekitarnya. Ada orang yang sedang berolahraga pagi, ada orang yang sedang mengajak binatang peliharaannya keluar rumah, juga ada yang bersepeda seperti Vella. Vella pun mempercepat sepedanya agar bisa sampai di tempat tujuan.
Setelah beberapa menit menempuh perjalanan, akhirnya Vella tiba di tempat tujuannya, yaitu sebuah kafe. Vella memarkirkan sepedanya di parkiran motor, lalu melangkah masuk ke dalam kafe.
Suasana kafe tak terlalu ramai pagi ini, namun ada beberapa orang yang sedang nongkrong bersama teman dan juga menikmati hangatnya kopi. Dinginnya AC dan keadaan penerangan kafe yang tak terlalu terang membuat orang-orang nyaman nongkrong di kafe itu. Apalagi ditambah dengan wifi gratis.
Vella menduduki salah satu bangku yang terletak sangat jauh dari pintu, pokonya dipojok, di tempat yang paling gelap. Vella memilih tempat yang terpencil itu karena ia tak mau ada orang yang memperhatikannya.
Gue ngerayain ulang tahun sendirian. Catet, sendirian, batin Vella pada dirinya sendiri.
Tak lama, seorang pelayan wanita menghampiri tempat Vella. "Permisi, Mbak, mau pesan apa?"
Tanpa melihat daftar menu, Vella sudah tahu isi dalam menu tersebut. Karena ia lumayan sering makan di sini bareng Okta dan Jean. Dan yang membuat Vella bingung, kedua temannya itu seakan lupa dengan hari ulang tahunnya. Jujur saja, Vell sedikit sedih dan kecewa karena itu.
Bahkan yang mengucapkannya ulang tahun hanya Bi Rani saja.
"Cheese cake satu, terus minumnya milkshake cokelat."
Pelayan itu mencatat pesanan yang dikatakan Vella. Dan ketika pelayan itu berbalik dan hendak pergi, Vella kembali berucap, "Oh iya, Mbak. Bisa minta lilin kecil, gak?"
Pelayan itu tersenyum lebar, membuat Vella mengernyit bingung. Ada yang salah?
"Mbak ulang tahun?" tanya pelayan itu memastikan. Senyuman lebar tak lepas dari wajahnya. "Selamat ulang tahun, Mbak. Oh ya, karena Mbak ulang tahun dan ngerayain sendirian, jadi kami bakal bikin Mbak bahagia pada hari ulang tahun Mbak."
Vella mengerutkan dahinya bingung. Ia merasa tak mengerti dengan apa yang diucapkan pelayan di depannya ini. "Maksud Mbak?"
Pelayan itu tersenyum tipis. "Mbak tunggu dulu ya, sebentar lagi saya bawakan pesanannya."
Setelah pelayan itu pergi, Vella masih terdiam. Ia tidak mengerti sama sekali dengan apa yang dikatakan oleh pelayan itu. Apa mungkin kafe ini memang akan melakukan sesuatu jika ada seseorang yang berulang tahun?
Sambil menunggu kedatangan makanannya, Vella melipat tangan di meja, kemudian menidurkan kepalanya di lipatan tangannya. Ia sedang berpikir, apakah ibunya yang sedang berada di Spanyol itu mengingat hari ulang tahunnya? Kalo iya, mengapa Hana tak mengucapkan selamat ulang tahun pada Vella?
Ulang tahun kali ini memang paling menyedihkan menurut Vella. Karena ia benar-benar merayakannya sendirian, tanpa Bi Rani sekalipun. Di rumah hanya ada Loki, tak mungkin 'kan Vella merayakannya bersama Loki?
"Happy birthday to you
Happy birthday to you
Happy birthday happy birthday
Happy birthday, Vella." 🎼
Vella terdiam. Apakah ia bermimpi? Siapa yang menyanyikan lagu itu? Suara itu sama persis seperti suara ... Hana? Tidak, Vella yakin ini hanya mimpi. Tak mungkin itu suara Hana. Hana saja sedang berada di Spanyol. Jadi, Vella yakin betul kalau ini hanyalah mimpi.
Lagipula, yang bernama Vella bukan hanya dirinya saja. Yang bernama Vella itu ada banyak. Jadi, tak mungkin lagu itu ditujukan untuknya.
Vella merasakan seseorang meletakkan sesuatu di mejanya. Akhirnya Vella mengangkat kepala dari lipatan tangannya. Matanya membelalak ketika melihat sosok di depannya.
"M-mama?"
Wanita yang dipanggil 'mama' oleh Vella itu tersenyum tipis lalu duduk di samping Vella. "Selamat ulang tahun, Vella Natasha."
Vella sudah tak dapat berkata-kata lagi. Ia beberapa kali mencubit lengannya sendiri untuk memastikan ini mimpi atau bukan. Sakit, berarti ini kenyataan.
"Kok Mama bisa ada di sini? Bukannya Mama pergi ke Spanyol?" tanya Vella yang sudah benar-benar bingung itu. Namun Hana hanya tersenyum tipis, tak menjawab dengan sepatah kata pun.
Vella memperhatikan sekitarnya. Ia mengerutkan dahinya, tanda bingung. Keadaan kafe yang tadinya ada beberapa pelanggan, kini tak ada satupun orang selain Vella dan ibunya.
"HAPPY BIRTHDAY, VELLA!" Tiba-tiba, segerombolan manusia muncul dari pintu. Vella benar-benar terkejut setengah mati. Di sana ada Okta, Jean, Alvaro, Alan, Axel, Vino, dan juga ... Bi Rani?
Mereka dengan kompak berjalan menghampiri tempat duduk Vella. Semuanya tersenyum lebar karena senang. Vella sendiri kaget karena ada Vino dan Axel di sana, padahal ia tidak mengenal mereka berdua.
Alvaro tiba-tiba menghampiri Vella, menarik cewek itu agar berdiri. Kemudian cowok manis itu memeluk Vella dengan erat. "Selamat ulang tahun, kakak iparku tersayang. Moga makin cantik, baik, dan berumur panjang. Langgeng ya, sama Bang Alan!"
"Thanks, Al."
Di sana, Alan mendengus sebal. Ia menatap tajam dua manusia yang sedang berpelukan itu. Tiba-tiba saja Alan melepaskan pelukan mereka, kemudian memeluk Vella secara tiba-tiba.
"Happy birthday, babe." Alan mencium aroma rambut Vella yang wangi stroberi.
Aneh. Saat dipeluk Alvaro tadi, Vella tak merasakan apa-apa. Rasanya biasa saja. Tetapi saat dipeluk Alan, Vella merasa ... jantungnya seperti berdegup dengan kencang. Juga ... seperti ada kupu-kupu yang berterbangan di perutnya.
"Thanks, Lan."
Vella terdiam saat itu juga. Lututnya terasa lemas. Mengapa Alan tak melepaskan pelukannya? Jujur, Vella merasa nyaman di dekapan Alan yang hangat. Itu membuatnya tenang. Namun, bagaimana kabar jantung Vella?
"Udah woi, pelukannya." Axel menarik paksa temannya itu. Ia dan Vino bergantian berucap, "selamat ulang tahun ya, pacarnya Alan."
Vella tersenyum. "Thanks, Kak."
Vino berdecak. "Jangan manggil 'Kak' ah, gue merasa tua. Panggil aja gue Vino, terus ini Axel."
Vella terkekeh. "Iya, Vino, Axel."
"Non Vella, Bibi udah ucapin, kan, tadi pagi?" Bi Rani menghampiri Vella. "Tapi itu kan lewat kertas, jadi gak sah. Selamat ulang tahun ya, Non."
"Makasih, Bi. Oh ya, Bibi bukannya pulang kampung?"
Bi Rani tertawa. "Gak serius itu mah, Non. Bibi aja gak punya adek cowok."
"Vellaku tersayang! My love! My bestie!" Tiba-tiba Okta dan Jean memeluk Vella dengan erat. Vella sampai merasa sedikit sesak karena pelukan mereka terlalu erat.
Okta berkata, "Happy birthday ya, kawanku tercinta."
"Happy birthday, sobatku tersayang. Sori karena kita semua udah sempet bikin lo sedih karena gak ada yang ucapin lo ultah. TAPI SEKARANG LO SENENG, KAN!" Jean memekik di akhir kalimatnya, membuat semuanya refleks menutup telinga. Vella terkejut, lalu melepaskan pelukan mereka dengan paksa.
"Kalo teriak jangan di kuping gue, dong! Kalo budek, gimana?" Vella berucap dengan kesal. Sesekali ia mengusap telinganya.
Jean nyengir. "Maap."
Tiba-tiba, ada satu pertanyaan yang membuat Vella bingung. "Um ... kok kalian bisa tahu kalo aku ada di kafe ini?"
Alan tersenyum. "Kita tau kafe favorit kamu di mana. Lagian kafe ini juga jaraknya paling deket dari rumah kamu."
Hana bangkit dari kursi, lalu mengangkat cheese cake yang sudah dipasang lilin itu. "Sebelum tiup lilin, kamu make a wish dulu, ya."
Vella tersenyum tipis. Waktu itu, ayahnya yang berucap seperti itu. Dan sekarang ibunya.
"Iya." Vella mulai memejamkan matanya. Ia memohon kepada Tuhan tentang apa yang diinginkannya.
Tuhan, hari ini aku merasa bahagia karena bisa merayakan ulang tahunku bareng temen-temen dan Mama.
Pertama, aku mohon semoga aku bisa selalu bersama Mama. Semoga aku gak kurang ajar sama Mama. Dan semoga Mama bisa lebih sering berada di rumah dibanding di kantor.
Kedua, aku mohon semoga aku dan temen-temen bisa selalu kompak, selalu bareng-bareng tanpa adanya konflik yang bisa merusak persahabatan.
Dan yang terakhir, semoga....
Aku bisa selalu sama Alan.
Setelah mengatakan itu dalam hati, Vella kembali membuka matanya. Kemudian ia meniup lilin itu hingga mati seketika.
Vella mengukir senyum tipis di wajahnya. Ternyata, ulang tahun kali ini sangat berkesan baginya. Dan sepertinya, hari ini adalah hari ulang tahun yang paling membahagiakan.
●●●
H E H E H E
Um ... ada yang kesepian kayak Vella juga di sini? Kalo ada, comment!
Syukurlah, orang tua aku masih lengkap dua duanya. Pokonya harus bersyukur ya kalo orang tuanya masih ada :')