GIVE ME BABY TWINS ✔️

By sunflowerlovers

1.9M 62.4K 954

[TAMAT] Tiga kali serangan pertahanan diri telah dilayangkan Camilla pada Marcell, pewaris perusahaan Ashford... More

KATA PENGANTAR
SINOPSIS
1. PRICE TAG
2. TWIN BABIES
3. BEWITCHED
4. HYPNOTIZED
5. STARVING
6. GOOGLING
7. BEST FRIENDS
8. PLAYBOY
9. JEALOUS? IMPOSSIBLE
10. PENALTY FOR RESIGNATION
11. ETHAN
12. HONEST
13. A CHAOTIC NIGHT
14. BEST BROTHER
15. BLINK KISS
16. NEW YORK FASHION WEEK
17. BAD LUCK
18. IT NEVER RAINS BUT IT POURS
19. WITH HIM
20. TRAGEDY IN THE LIMO
21. BLOND MAN
22. TEMPTATION
23. HIS REVENGE
24. AT NIGHT
25. KIDNAPPED
■ PIC. YAKOV'S MANSION ■
26. LET'S GO
28. WANNA STAY AWAY
29. MISFORTUNE
30. TEMPTED?
31. PLAY WITH BABIES
32. WANNA KILL YOU
33. DECISION
34. ESCAPE FROM MY PROMISE
35. HEARTBEAT
36. CARRIED ON
37. IS THIS A DATE?
38. SÃO PAULO
39. GENES GÊMEOS
40. CRIANÇAS
41. EM VOLTA DELE [Vingança]
41. EM VOLTA DELE [É mesmo?]
42. VAMOS NOS CASAR!
43. ARREPENDIDO
44. CURIOSO
45. A SENTENÇA ROMÂNTICA
46. HIS SERIOUSNESS
47. GREAT INFLUENCE
48. POP THE QUESTION
49. CHAOS
■ SEQUEL GMBT ■

27. LUNCH WITH HIM

20.8K 1K 7
By sunflowerlovers

SELAMAT MEMBACA XD
WORDS = 1400+

Camilla's Point of View

Setelah menempuh perjalanan yang lebih jauh dibandingkan jarak yang akan kutempuh dari apartemenku, akhirnya aku sampai di Ashford Inc. Saat diperjalanan, aku berhenti sebentar di restauran untuk membeli makanan siang. Alhasil, kini terlalu banyak barang yang aku bawa untuk memasuki gedung ini.

Aku telah menaiki lantai teratas Ashford Inc setelah dengan mudah mendapatkan persetujuan dari resepsionis —yang pernah aku jumpai sekitar seminggu yang lalu. Penampakan di depan ruangan CEO membuatku terkejut dan terkagum melihat sekretaris barunya yang berpenampilan sopan. Sangat jauh berbeda dari sekretaris sebelumnya yang pernah aku temui. Mungkin saja karena pria itu sudah bosan mencumbunya dan mencari yang lebih menantang untuk didapatkan dan diseret untuk menghangatkan kasurnya. Alasan yang sangat tepat untuk sejenis pria di dalam ruangan itu. Dasar pikiran menjijikkan!

Sekretaris berambut sebahu—dengan kacamata yang bertengger manis di hidungnya—menyapaku dan mempersilakanku masuk dengan sopan. Sangat berbeda dengan sekretaris Marcell sebelumnya yang malah memperlihatkan ketidaksopanan sedikitpun.

"Silahkan masuk, Ms. Yakov," potongnya sambil tersenyum dan berdiri dengan sopan.

Aku tersenyum dan berkata, "Terima kasih."

Aku memandang pintu Marcell dan mengingat kejadian terakhir kali. Pengunduran diriku dan sekeranjang caci maki yang kulemparkan padanya. Namun, kini aku seperti menjilat ludahku sendiri saat tanganku membuka pintu dan masuk ke ruangannya.

"Marcell," ucapku dengan senyuman ramah setelah membuka pintu berwarna hitam mengkilap.

Mataku langsung menatap kearahnya ... tubuhnya dibalut kemeja hitam yang sangat tepat dan pas untuk memperlihatkan cetakan bisep berotot dan dada bidang yang sangat proporsional. Dambaan para wanita yang selalu membutuhkan pelukan dan sandaran.

Apa aku sudah gila memikirkan hal itu?

Kulit diantara alisnya mengerut dan melihatku dengan wajah heran.

"Kau terlihat sangat sibuk. Apa ... aku mengganggumu?" ucapku meragu.

"Ada perlu apa?" tanya Marcell dingin.

Aku mengencangkan genggaman tangganku dibalik punggung yang sedang membawa makanan. Apa aku membatalkannya saja? Kenapa dia bisa terlihat sangat menarik dengan ekspresi menyebalkan itu.

"Aku ingin mengembalikan baju ini." Aku mengangkat paper bag  dan menyerahkan kepadanya.

Namun, dia bersandar pada kursinya dan berkata, "Letakkan saja di atas meja," ucapnya sambil menunjuk kearah meja diantara sofa. "Apa kau tidak pulang ke apartemenmu sejak terakhir kali kuantar?"

Aku menghela napas. "Tidak. Kenapa?" jawabku singkat setelah meletakkannya di atas meja. Apa dia pikir hanya dia saja yang bisa bersikap angkuh. Aku pun bisa.

"Jadi dimana kau tidur?" tanyanya dengan nada menginterogasi.

Ada apa dengannya?  pikirku.

"Tentu saja dirumahku." Aku duduk di sofanya dengan santai. Aku tidak ingin menunggu hingga dia menyuruhku atau mempersilahkanku duduk karena aku tidak yakin dia akan melakukannya dalam waktu dekat.

Tangan besar dan berototnya meraih telpon di atas mejanya dan menekan angka yang menghubungkannya dengan seseorang. Dia terlihat serius dan sangat seksi. Apa jika aku duduk dibalik meja itu juga akan terlihat sangat seksi? Mungkin saja. Aku tidak sabar untuk merasakannya.

"Perintahkan kepadanya untuk dikirim ke kediaman Thomas Yakov. Titipkan saja pada siapapun yang ada disana atau lemparkan saja ke tengah jalan dan bakar jika tidak ada yang menerimanya," tegasnya dan menutup telpon dengan keras hingga membuatku tersentak dan menyadarkanku dari khayalanku.

"Kau sudah bisa pergi," ujarnya singkat.

Punggungnya kembali bersandar pada kursi kerja yag terlihat sangat menantang dengan ujung paling atas melengkung. Tiba-tiba aku membayangkan dia yang sedang duduk di atas kursi dalam film Black Panther.

"Kau akan terlihat lebih keren jika menggunakan kursi raja Wakanda dalam film Black Panther. Dan ... kau akan terlihat sangat seksi jika kau juga mengenakan kostum hitam yang ketat itu," ucapku dengan kekehan pelan.

"Jika kau mau berpakaian seperti Scarlett dalam Ghost in the Shell dan duduk di atas pangkuanku, aku akan mempertimbangkannya," ucapnya datar sambil melonggarkan dasi silvernya.

Aku melotot dan mengumpat, "Sialan. Itu sama saja dengan aku tidak mengenakan baju."

Tangannya bergerak menuju batang hidungnya setelah membuka dua kancing kemeja teratasnya. Mengurutnya pelan menuju keningnya dan melewati rambutnya. Aku membayangkan tanganku yang kembali tenggelam pada rambut gelapnya yang halus. Dia terlalu sia-sia untuk tidak diperhatikan. Terkadang. Yah ... terkadang. Hanya ketika dia serius dan terlihat sulit digapai seperti saat ini.

"Apa kau sudah makan siang?" tanyaku. Aku meletakkan makanan yang sudah aku beli—satu persatu—ke atas meja. "Aku membawakannya untuk membujukmu agar mau menemaniku menjumpai keponakan kembarmu, Rosy dan Roger. Aku sudah menghubungi Rachel juga lewat sosial medianya."

Dahinya berkerut. "Jadi kau sedang menyogokku menggunakan makanan?" tanyanya. Kedua sikunya bersandar di atas meja dan tangannya bergerak mengelus dagunya yang sudah ditumbuhi rambut-rambut tajam.

Aku harus berhasil membujuk pria ini demi menjumpai keponakannya.

"Tepat sekali. Apa kau tidak lapar? Sepertinya aku sudah datang tepat waktu di jam makan siangmu," tuturku dengan percaya diri.

Aku membuka penutup makanan dengan cekatan. "Aku membeli onion rings, filet, stuffed chicken breast, dan banana cheesecake." Mataku meleleh setelah mencium aroma sedap yang menguar dari makanan.

Aku mendengar langkah kakinya yang mendekat, "Apa kini kau sedang memanfaatkanku untuk mendekati keponakanku?" tanyanya dengan nada geli yang tiba-tiba muncul. Dia sudah mulai terasa bersahabat dari beberapa detik yang lalu.

Bagaimana bisa moodnya berubah 360 derajat setelah aku menghidangkan makanan. Aku bertepuk tangan di dalam hati untuk keajaiban ini. The power of foods. Tidak lupa juga aku meniupkan ciuman dari pikiranku kepada Rachel yang berbaik hati telah memberikan saran yang sangat ampuh ini.

"Kau bisa menganggapnya seperti itu," balasku.

Aku memakan onion rings dan stuffed chicken breast sedangkan dia sedang menikmati filetnya. Lengan kemejanya digulung keatas, kancing kemeja teratasnya terbuka, dan dasinya menggantung longgar dilehernya. Bukankah ini pemandangan yang sangat panas dan menggairahkan di saat makan siang?

"5th Street Steak House?" tanyanya memecah kesunyian sambil menatap mataku. Mata ambernya terlihat gelap.

"Wow. Apa kau sudah mencicipi semua makanan restauran dekat perusahaanmu?" tanyaku kagum sambil menikmati banana cheesecake.

"Tidak. Aku hanya membaca tulisan dari kotak ini."

Aku membulatkan mulutku dan mengangguk—menyadari betapa bodohnya aku saat ini.

"Kau terlihat bodoh."

"Itulah yang sedang kupikirkan. Apa kau sudah pernah mengunjungi ... Inko ... Inko ... Astaga aku melupakan nama restorannya."

"Kenapa dengan tempat itu?" tanyanya sambil menatapku. Aku melihatnya sudah menghabiskan makanannya dan sekarang dia hanya bersandar sambil menaikkan kakinya keatas lututnya dengan jantan dan tangan yang terbentang disepanjang sisi atas sofa.

"Disana menyediakan makanan-makanan Asia. Kau harus mencoba salah satunya karena itu makanan terlezat dalam porsi jumbo yang pernah aku makan. Taiwanese Spicy Beef Noodle Soup. Kau harus mengingatnya."

Aku terkekeh ketika menyadari dengan mudah aku bisa mengingat nama makanan yang sepanjang itu sedangkan nama tempatnya yang hanya beberapa huruf, aku melupakannya. Aku melihatnya tersenyum miring menampilkan lesung pipinya dan gigi putih bersihnya. Aku ingin menyentuh lesung pipinya yang menawan itu ... sangat ingin sampai tanganku terasa gatal.

"Betulkah itu? Bagaimana menurutmu tentang suasana dan interiornya?" tanyanya dengan senyuman yang sangat manis dan mampu menghentikan detak jantungnya.

Apa dia tadi bertingkah memuakkan karena perutnya sedang lapar? Kini setelah makan dia bertingkah manis dan terlihat seperti pangeran impian yang baik hati.

"Hmm ... cukup bagus," ucapku sambil melahap suapan terakhir makanan penutupku. "Jadi, bagaimana? Apa kau bisa menemaniku?"

"Ayo," ucapnya sambil bangkit berdiri mengambil jasnya yang tersampir di atas kursi.

"Ternyata aku tidak sia-sia menghabiskan uang untuk membeli makanan lezat ini," ujarku pelan agar tidak terdengar olehnya. "Ayo," lanjutku dengan lantang.

Aku berdiri dan mulai merapikan kotak makanan di atas meja.

"Tinggalkan saja. Biarkan orang lain yang mengurusnya," ucapnya dengan tegas.

Namun, aku masih saja tetap merapikannya. Itulah aku. Keras kepala.

"Cepatlah. Sebelum aku berubah pikiran," ancamnya yang membuatku tidak bisa membantah dan membangkang.

"Kau—sialan. Okay, aku akan meninggalkannya." Aku menyerah hanya karena aku lagi membutuhkannya. Jika saja tidak, aku tidak akan mau menuruti perintahnya. Kakiku melangkah dengan lebar menuju pintu dan menghentakkan sepatuku lebih keras dari biasanya. Maafkan aku louboutinku. Aku akan melewatinya yang sedang berdiri dan memperhatikanku sebelum dia menghalangi jalanku dan dengan cepat memegang dua sisi kepalaku. Mata ambernya menatapku dan tidak pernah melepaskan pandangannya selagi dia menyentuh sudut bibirku dengan....lidahnya. Sangat cepat seperti kilat.

Oh Tuhan, aku sudah tidak mampu menopang tubuhku saat ini. Aku merasakan tangannya turun melalui sepanjang punggungku.

"Apa kau berpikir aku akan melewatkan dessert-ku?" ucapnya sambil menarik pinggangku mendekatinya.

Aku menelan ludahku perlahan dan tanpa sadar mencicipi rasanya dengan lidahku. Sialan! Matanya semakin gelap dan terlihat sangat menghanyutkan.

"Bagiku, kau jauh lebih lezat daripada semua makanan yang pernah kucicipi, Camilla," bisiknya ditelingaku kemudian dia melepaskanku dan berjalan kearah pintu. Meninggalkanku yang sedang melawan gaya gravitasi yang sedang memaksaku untuk jatuh dan melumer keatas lantai.

Kakiku lemas. Sialan kau Marcell!

"Aku sarankan lain kali sebaiknya kau menghidangkan dirimu untuk makan siangku, baby," ucapnya tanpa berbalik didekat pintu.

"Kau tidak pernah tidak brengsek. Dasar sialan!" ucapku frustasi setelah merasakan tubuhku merespon ucapan erotisnya.

Aku membayangkannya? Sudah pasti. Berbaring di atas meja kerja seksinya sambil mengenakan kostum Scarlett dan dia yang duduk di atas kursi Black Panther dengan menggunakan costum hitam ketat itu.

Sialan! Mengapa aku semakin berotak mesum seperi Marcell?

TO BE CONTINUED
[07 Maret 2018]

Continue Reading

You'll Also Like

57.6K 2.6K 38
tentang cinta, tentang rasa sakit, tentang kesetiaan, tentang Tuhan memberikan cintanya untuk manusia biasa
EX | END By Pppiaa

Teen Fiction

1.2M 5.9K 8
Follow me first ! Alesya bersumpah, menyesali hidupnya sendiri yang memiliki kelainan sejak lahir. Apalagi karena penyakitnya ini Adriell selalu ber...
4.8M 177K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...
1M 18.2K 16
"Sorry, saya nggak level sama berondong," -Mitha Tri Wahyuni- "Saya bisa bikin kamu menarik kata-katamu barusan," -Revan Widyatama- *** Mitha mengi...