[TBS 1] : Everything [COMPLET...

LuvenaKei tarafından

556K 39.3K 6.5K

[NEW VERSI] [Twin Brother Series : 1] Kesalahpahaman di masa lalu sudah memutar balik keadaan. Angin yang dul... Daha Fazla

:: SATU
:: DUA
:: TIGA
:: EMPAT
:: LIMA
:: ENAM
:: TUJUH
:: DELAPAN
:: SEMBILAN
:: SEPULUH
idk.
:: SEBELAS
:: DUABELAS
FY
:: TIGA BELAS
:: EMPAT BELAS
:: LIMA BELAS
note
:: ENAM BELAS
:: TUJUH BELAS
:: DELAPAN BELAS
:: SEMBILAN BELAS
:: DUA PULUH SATU
:: DUA PULUH DUA
:: DUA PULUH TIGA
:: DUA PULUH EMPAT
:: DUA PULUH LIMA
:: DUA PULUH ENAM
:: DUA PULUH TUJUH
:: DUA PULUH DELAPAN
:: DUA PULUH SEMBILAN
:: TIGA PULUH
:: TIGA PULUH SATU
:: TIGA PULUH DUA
:: TIGA PULUH TIGA
Baca ya!
🔐
:: TIGA PULUH EMPAT
:: TIGA PULUH LIMA
A/N
:: TIGA PULUH ENAM
:: TIGA PULUH TUJUH
:: TIGA PULUH DELAPAN
:: TIGA PULUH SEMBILAN
:: EMPAT PULUH
PENTING!
:: EMPAT PULUH SATU
:: EMPAT PULUH DUA
:: EMPAT PULUH TIGA
:: EMPAT PULUH EMPAT
:: EMPAT PULUH LIMA
:: EMPAT PULUH ENAM
:: EMPAT PULUH TUJUH
:: EMPAT PULUH DELAPAN
:: EMPAT PULUH SEMBILAN
:: LIMA PULUH
:: LIMA PULUH SATU
:: LIMA PULUH DUA
:: LIMA PULUH TIGA
:: LIMA PULUH EMPAT
:: LIMA PULUH LIMA
:: LIMA PULUH ENAM
:: LIMA PULUH TUJUH
:: LIMA PULUH DELAPAN
:: LIMA PULUH SEMBILAN
:: ENAM PULUH (Bukan Ending)
:: ENAM PULUH SATU (Ending?)
:: Everything
:: EKSTRA PART - 01

:: DUA PULUH

7.6K 626 60
LuvenaKei tarafından

Cowok dengan manik mata berwarna biru itu melajukan motornya cepat.

Membelah jalanan yang mulai sepi karena memang malam sudah larut.

Jalanan yang hanya mengandalkan lampu berwarna kuning pinggir jalan untuk meneranginya.

Setelah mengantar Audy pulang, cowok itu tidak langsung pulang ke rumah seperti yang diperintahkan Audy.

Akan tetapi, ia memilih melajukan motornya ke tempat dimana biasanya ia pergi.

“Hei, dari mana, lo? Tumben baru dateng?” tanya Bagas.

“Ada lah,” ucap Farel menaikkan kedua alisnya.

“Jangan-jangan, lo abis jalan sama cewek, iya 'kan?” seloroh Andre.

“Farel kita udah gede sekarang,” ucap Bagas yang duduk di atas motor miliknya dilanjutkan dengan kekehan.

“Apaan, sih, lu pada.” Farel melirikkan matanya.

Tempat ini memang ramai oleh anak-anak motor. Tempat yang cukup jauh dari pemukiman warga dan sering digunakan sebagai area balap setiap malamnya.

Ketiga cowok yang dulunya tidak mengenal sama sekali tempat ini sekarang mereka begitu mengenalnya.

Bahkan hampir setiap malam ketiganya mendatangi tempat ini.

Entah dari mana dan dari siapa Farel juga dua sahabatnya itu mengenal dunia malam seperti ini.

Mereka lebih senang menghabiskan malam mereka bersama di sini meskipun, angin malam terasa begitu menusuk hingga ke dalam jaket yang mereka gunakan.

Seseorang berdeham membuat ketiga cowok itu menoleh ke sumber suara.

Farel. Matanya menatap tajam ke arah orang itu, kedua tangannya sudah terkepal kuat.

Kedua sahabat Farel yang tahu jika cowok itu sedang emosi berusaha meredakan emosi Farel.

“Rel,” lirih Bagas memegang pundak Farel.

“Ngapain lo ke sini, hah?” Farel berucap dingin.

Cowok di depan Farel tersenyum miring menatap Farel.

“Gue mau nantangin lo balapan.” Tantang cowok itu dengan wajah yang menjengkelkan bagi Farel.

“Balapan?” tanya Farel datar.

“Kenapa? Lo takut? Dasar pengecut,”  ucap Rio meremehkan.

Farel yang mudah terpancing emosinya semakin menggepalkan kedua tangannya kuat, matanya menatap nyalang ke arah ketiga cowok di depannya.

Farel berjalan mendekati ketiga cowok itu dan kini dirinya berdiri di depan Rio.

Napasnya sudah memburu.

Farel tersenyum miring, matanya menusuk menatap Rio yang tingginya hampir sama dengan dirinya.

“Kita buktiin siapa yang pengecut!” ucap Farel dengan penekanan di setiap kalimatnya.

“Gue atau lo!” jari telunjuknya menekan dada Rio.

Rio tersenyum miring menatap jari telunjuk Farel yang menempel di dadanya, detik berikutnya ia menatap Farel.

***

Farel menatap tajam cowok yang ada di sampingnya dari balik helm full-face yang ia gunakan.

Sesaat kemudian Farel mengalihkan pandangannya menatap lurus ke depan, jari tengah dan jari telunjuknya bersamaan memegang rem.

Di sisi lain, Agas berdiri tidak jauh di depan mereka, menatap keduanya bergantian.

“Tiga ..., dua ...,” tangannya menaik-turunkan selembar kain berbentuk persegi dengan corak hitam putih “satu!”

Agas menjatuhkkan kain yang dipegangnya di jalanan.

Kedua cowok itu langsung melajukan motor mereka cepat melewati Agas yang masih berdiri di tempatnya semula.

“Ngapain juga, sih balapan,” gumam Agas heran.

“Udah tenang aja, Farel pasti menang.” Bagas menepuk pundak Agas.

Suara dentuman knalpot motor saling bersahutan di heningnya malam terdengar.

Kedua cowok itu tidak memedulikan angin malam yang menusuk kulit mereka meskipun, keduanya menggunakan jaket.

Keduanya saling mengejar, Farel melajukan motornya cepat meninggalkan Rio jauh di belakang.

Farel tersenyum miring dari balik helm full-face yang ia gunakan.

Tinggal beberapa meter lagi dan dia akan memenangkan balapan malam ini dan Farel akan membuktikan siapa yang menjadi pengecut kali ini.

Rio, melajukan motornya cepat menyusul Farel yang ada di depan.

Hanya butuh waktu beberapa menit untuk cowok itu menyusul Farel dan kini Rio sudah menyamakan laju motornya dengan Farel.

Rio menatap tajam ke arah Farel.

“Kita liat siapa yang pengecut!” teriak Rio agar suaranya tidak kalah dengan suara motor mereka berdua.

Sepersekian detik berikutnya, Rio menarik gas motornya lebih cepat,  meninggalkan Farel yang berhasil terpancing emosinya.

Farel berusaha mengejar cowok itu ia tidak mau kalah karena memang dirinya tidak pernah kalah saat balapan motor. Terutama saat balapan dengan Rio.

Bruk!

Rio menarik remnya cepat saat seseorang menyebrang di depannya, membuat bagian belakang motornya sedikit terangkat.

Seseorang itu tidak tertabrak hanya saja bagian depan motor Rio membuat orang itu terjatuh dan kepalanya membentur aspal.

“Mampus!” gumam Rio yang masih duduk di atas motornya. Panik.

Farel yang melihat kejadian di depannya itu mengernyit.

Farel semakin cepat melajukan motornya menghampiri Rio.

Matanya membulat sempurna saat mengetahui siapa yang kini tergeletak di jalanan dengan darah yang sudah mengucur di pelipis orang itu.

Ia tidak tahu bagaimana orang itu ada di tempat ini. Dada Farel berdetak cepat, napasnya memburu sekarang.

Cowok itu turun dari motornya, melepas helm full-face-nya dan berlari menghampiri orang yang kini menutup matanya rapat.

Rio yang tahu ini semua tidak akan baik-baik saja meninggalkan Farel bersama orang yang tergeletak di jalanan akibat ulahnya.

Rio tahu Farel akan sangat marah padanya setelah apa yang baru saja diperbuatnya.

Meski ini semua di luar kendalinya dan ini adalah kecelakaan, tetapi Farel tidak akan berpikir seperti itu. Farel bisa saja menghabisi dirinya sekarang juga jika ia tidak segera pergi dari tempat ini.

“Berengsek!” teriak Farel saat melihat Rio berlalu tanpa mengucapkan apa pun.

Farel kembali mengalihkan pandangannya pada orang itu.

Farel meletakkan kepala cowok itu di pahanya dengan hati-hati, tangannya menepuk pelan pipi cowok yang kini menutup matanya rapat.

“Raffa, bangun, Raf!” panggil Farel berusaha menyadarkan cowok itu.

“Gue mohon bangun, Raf!” suara Farel terdengar sedikit bergetar sekaligus bercampur panik.

***

Cowok berambut cokelat sedari tadi duduk di depan sebuah ruangan yang sangat khas.

Lima detik setelahnya, cowok itu berjalan mondar-mandir di depan ruangan itu, ruang ICU.

Setelahnya ia duduk lagi dan berdiri lagi begitu seterusnya berusaha menenangkan perasaannya meskipun, hasilnya nihil.

Tetap saja ia cemas dengan keadaan saudaranya di dalam sana.

Farel mengacak rambutnya frustrasi, “Aggrhh!” cowok itu meninju udara.

Napasnya memburu, perasaan cowok itu campur aduk sekarang antara takus, cemas, khawatir, marah semuanya menjadi satu.

Dirinya bingung bagaimana mengatakan semua pada kedua orang tuanya nanti.

Apakah jika ia mengatakan semua ini bukan salah dia mereka akan percaya? Farel rasa akan sulit membuat mereka percaya.

Farel menghela napas lelah. Cowok itu tidak ingin terjadi apa-apa dengan Raffa.

Meskipun, ia membenci Raffa, tetapi sebagian hati kecilnya sangat menyayangi Raffa.

Farel tahu apa yang dirasakan Raffa karena keduanya sudah bersama sejak di dalam rahim.

Namun, ego Farel yang tinggi membuatnya tidak mengetahui jika sebenarnya ia sayang pada saudaranya itu.

Farel menunduk dalam, kedua tangannya ia gunakan untuk menutupi wajahnya, sama seperti apa yang ia lakukan saat dirinya kecil dulu.

Berusaha berprasangka baik meskipun, dirinya sendiri tidak bisa memastikan apa yang akan terjadi setelahnya.

Cowok itu mendongakkan kepalanya saat mendengar suara knop pintu di buka.

Seorang pria dengan jas berwarna putih keluar dari dalam membuat Farel langsung menghampiri orang itu.

“Bagaimana keadaan saudara saya, Dok?” tanya Farel cemas.

Dokter itu tersenyum, “Saudara kamu baik-baik saja, ini hanya luka kecil. Sebentar lagi dia juga sadar.”

Farel mengusap wajah lelahnya dan menghela napas lega, “Makasih, Dok.”

Dokter itu mengangguk, menepuk pelan pundak Farel, “Ya, sudah, kalau begitu, saya permisi dulu.” Pamit dokter itu berlalu.

Farel mengangguk. Setelah dokter itu berlalu, tangannya memegang knop pintu dan mendorongnya.

Matanya kini terfokus pada cowok yang terbaring di atas ranjang dengan perban yang membalut kepala cowok itu.

Farel memasuki ruangan yang dominan dengan warna putih bersih itu dan melangkahkan kakinya mendekati Raffa.

Cowok itu menatap Raffa yang masih menutup matanya.

Farel memang tidak mengatakan apa pun. Namun, dari matanya jelas menyorotkan kesenduan di dalam diri Farel.

Farel yang duduk pada kursi di samping ranjang Raffa masih diam dengan pikirannya yang sangat kacau.

Kedua tangan hangatnya menggengam tangan Raffa yang terbebas dari selang infus berusaha menyalurkan kehangatan pada cowok itu agar ia cepat sadar.

Untuk yang kesekian kalinya Farel menghela napas pelan.

“Raff,” lirih Farel, “maafin gue.”

Farel menunduk dalam, “Gue emang bukan adik yang baik buat lo. Gue tau gue emang egois tapi, gue nggak bakal diem, gue bakal bales semuanya.”

Farel mendongakkan kepalanya saat merasakan jari Raffa bergerak.

Tatapan tajamnya kini berubah menjadi tatapan yang teduh.

Memandangi Raffa yang berusaha menetralkan penglihatannya, Farel tersenyum tipis, akan tetapi senyum itu terlihat begitu tulus.

Raffa mengernyitkan dahinya menatap heran ke arah Farel.

“Kita dimana?” tanya Raffa dengan suaranya yang terdengar serak.

“Rumah sakit,” ujar Farel singkat seraya melepaskan genggaman tangannya.

Raffa semakin mengernyitkan dahinya dan berhasil membuat kepalanya terasa begitu sakit.

Tangan Raffa memegang pelipisnya yang sudah diperban.

Cowok itu meringgis, “Aaww.”

Farel memutar bola matanya, “Jangan dipegang,” larang Farel.

Raffa menjauhkan tanganya, “Ciee, perhatian,” ucap Raffa dengan kekehannya.

“Lo lagi sakit nggak usah ngeselin,” ucap Farel datar.

Raffa terkekeh pelan. Matanya kini menatap Farel yang terfokus pada benda pipih di tangannya.

Seulas senyum manis terukir di wajah Raffa. Farel memang tidak pernah menunjukkan rasa sayangnya pada Raffa, tetapi Raffa tahu jika sebenarnya Farel peduli dengannya.

Cowok itu tahu karena terbukti sekarang Farel ada di sini bersama dirinya.

Farel bersikap dingin karena itu cara dia menyembunyikan segala luka dan rasa sakitnya.

Farel orang yang kuat dia selalu bisa melewati semua masalahnya sendiri.

Raffa menatap langit-langit ruangan itu, banyak pelajaaran yang ia ambil dari saudaranya itu.

Belajar bagaimana caranya menjadi kuat, belajar bagaimana bersikap dewasa juga belajar bagaimana cara menyembunyikan luka dan rasa sakit.

Dan bagaimana caranya membuat orang di sekitarnya tertawa dengan hal-hal sederhana yang diperbuatnya.

Tetapi Raffa tidak henti-hentinya berpikir kenapa ayahnya selalu menganak tirikan Farel dan selalu menganak emaskan Raffa, padahal Farel lebih baik dari dirinya.

Raffa bahkan bingung dengan keluarganya yang sekarang, semuanya berubah tidak lagi sehangat yang dulu.


Bersambung...
Suka? Atau tidak?

One word for me? 

P.s wajib diisi 😅 *gak deh kalo mau aja wkwk

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

438K 34.1K 24
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
3.8M 225K 28
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
2M 101K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
790K 36.7K 41
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...