Gagal Move On •IDR•

By debubaygon

59.2K 5.3K 534

'Ketika hati menginginkanmu kembali' Iqbaal tiba-tiba saja berubah. Sifatnya menjadi jungkir balik setelah se... More

BAB 1. -Awal-
BAB 2 -Pindahan-
BAB 3 -Tetangga-
BAB 4 -Lagi-
BAB 5 -Aneh-
BAB 6 -Curhat-
BAB 7 -Tips-
BAB 8 -Konyol-
Fact About (nama kamu)
BAB 9 -Cabe Cabean-
BAB 10 -Memberi Jarak-
Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan
BAB 11 -Mantan vs Gebetan-
BAB 12 -Taruhan-
BAB 13 -Hal Sederhana-
Fact About Iqbaal
BAB 15 -Mantan vs Gebetan (2)-
BAB 16 -Kue Cubit-
Bagian Cerita Tak Berjudul

BAB 14 -Mengenang Ayah-

1.4K 170 13
By debubaygon

'Lo itu tujuan hidup gue. Sejak saat gue menatapkan hal itu, apapun yang lo inginkan, itulah yang coba gue raih.'

***

Aldi, cowok itu kini mendrible bola basket dengan tangan santai. Temannya yang lain duduk menatap cowok itu sambil tertawa bersama. Sedangkan gadis-gadis di sekitarnya mulai curi pandang melihat pesona yang dikeluarkam seorang Aldi.

'Bugh'

Aldi memasukan bola tepat ke ring lalu kembali mengambil bola tersebut dan ikut duduk diantara teman-temannya. Ia mencomot santai makanan yang disediakan di tengah-tengah mereka. Makanan yang menemani mereka mengobrol ngalor-ngidul tak tentu arah.

"Katanya lo lagi PDKT-an sama cewek, Di? Anak Bakti Bangsa?" Karel yang duduk di samping Aldi bertanya santai.

Aldi yang mendengar itu tersenyum lalu minum terlebih dahulu sebelum menjawab, "iya. Gue dicomblangin temen."

"Hahaha... Masih jaman comblang-comblangan begitu? Idih, mending ceweknya cakep. Kalau kagak?" Rifki tertawa renyah mengomentari jawaban Aldi yang menurutnya menggelikan.

"Dia cantik, kok. Cuma~" Aldi menggantungkan jawabannya. Karel dan Rifki menaikan alis menatap penasaran Aldi.

"Cuma ada yang jauh lebih narik perhatian gue daripada muka cantiknya." lanjut Aldi lalu meraih air mineral dan meneguknya sampai habis. Ia berdiri. Hendak kembali bermain basket sendiri namun terhenti dengan ucapan Rifki. "Ada hubungannya sama cowok kampret yang waktu itu bikin malu kita? Kalau iya, gue bakal bantu lo," tegasnya membuat Aldi tersenyum namun wajahnya mengeras dengan mata menatap nyalang. Terlihat jelas binar kebencian yang dipancarkannya.

"Ya. Itu cewek yang lagi dia kejar. Kalau gue bisa dapetin tuh cewek, gue bisa bikin dia patah hati!" Aldi menekankan ucapan terakhirnya. Ia mendrible bola lagi dengan keras. Mencurahkan kekesalannya.

"Kalau gitu, gue ikutan." Rifki berdiri. Ikut bermain basket bersama Aldi.

Sedangkan satu lagi teman mereka, Karel, mengangkat bahunya tak peduli. "Kekanakan," gumamnya kembali memakan camilannya dengan tenang.

***

(Nama kamu) berjalan dengan riang. Hari-harinya mendadak serasa sempurna. Bagaimana tidak? Iqbaal selalu datang dengan segala hal yang membuat (nama kamu) bahagia. Mungkin jika ada kesempatan, (nama kamu) ingin mengucapkan terimakasih kepada laki-laki itu. Meski yah, (nama kamu) mungkin akan benar-benar jadi gadis gagal move on karna sikap mantannya yang berubah 180 derajat secara mendadak.

(Nama kamu), si gadis plin-plan yang ingin melupakan Iqbaal dengan lancar tanpa ada rintangan semacam ini. Yang (nama kamu) coba lakukan hanyalah menjaga hubungannya dengan Iqbaal. Mencoba berteman baik dan melupakan yang dulu-dulu. Meski tanpa (nama kamu) sadari, niatnya yang hanya menjaga hubungan sebatas teman justru membuahkan harapan lebih bagi Iqbaal.

Langkah kecil (nama kamu) terhenti tepat di depan rumahnya. Ia bersenandung kecil lantas membuka pintu perlahan. "Assalamu'alaikum... (Nama kamu) pulang," ucapnya lalu masuk.

Detik itu juga, suara tawa yang semula menggema di ruang tv langsung lenyap digantikan dengan keheningan yang menyapanya. Bahkan orang yang berada di sofa sama sekali tidak menjawab salamnya.

Disana. Mami, Dianty, dan Lufi yang semula tengah tertawa bersama layaknya sebuah keluarga yang harmonis. Mereka sepertinya tengah menikmati kebersamaan karna mungkin Ibunya cuti bekerja.

(Nama kamu) menghela nafas. Menatap mereka satu persatu dengan pandangan tak enak. Ia seolah orang asing yang mengganggu. Oleh karena itu, gadis itu menampilkan wajah tak bersahabatnya.

"Ah, (nam...)! Ayo ikutan, kita lagi main monopoli nih." Dianty berujar girang. Namun yang dipanggil namanya sama sekali tidak memberikan respon apapun. Hanya diam menatap Ibunya yang kini memalingkan wajahnya.

Sudah satu minggu Ibunya bersikap kian parah pada dirinya. Dari sejak Ayah pergi, sikap Ibunya memang berbeda padanya. Namun seminggu ini, jauh lebih buruk dari sebelumnya.

(Nama kamu) melangkah pelan. Sama sekali tidak menunjukan senyumnya. Seolah kegembiraannya beberapa waktu lalu lenyap seketika saat melihat Ibunya memalingkan wajah. Hatinya tercubit. Apa salahnya?

"Iya kak (nam...)! Lufi jadi orang kaya lohhh~ liat deh, Lufi udah beli prancis sama bangun hotel juga! Keren kan?" Lufi bercerita menggebu-gebu. Adiknya yang selalu ceria memang menjadi penyuntik bagi (nama kamu) agar ikut dengan keceriaannya. Meski kadang Lufi menjadi amat menjengkelkan dan menjadi teman berantemnya dalam segala hal.

"Mami... Kayaknya ada urusan mendadak. Kalian main aja! Mami keluar dulu." Devi, Ibu (nama kamu) berujar setelah tadi seolah sibuk dengan ponselnya. Devi hendak berdiri.

Namun (nama kamu) berujar, "aku... banyak tugas, jadi Mami gak perlu pergi cuma karna ada aku."

Dan (nama kamu) naik ke lantai atas, ke kamarnya. Hatinya sakit. Siapa sih yang tidak sakit saat Ibunya sendiri bersikap seperti itu?

(Namu kamu) menghempaskan tubuh mungilnya ke atas kasur lalu membenamkan wajahnya pada bantal. Terlalu sakit sampai air mata pun tidak ingin mewakili kesedihannya.

Gadis itu menarik nafas lalu menghembuskannya perlahan. Sebisa mungkin meredakan sesak di dadanya. Namun bukannya membaik, rasanya malah semakin sesak.

"Ayah... (Nama kamu) kangen," ucapan lirih itu justru yang menghancurkan benteng pertahanannya. Ia terisak saat bayangan Ayahnya datang menghampiri dan mengelusi puncak kepalanya. Seperti kebiasaan almarhum Ayahnya dulu ketika (nama kamu) menangis.

"(Nama kamu) kalau nangis jelek, ih. Ingusnya kemana-mana."

Kata itu terasa terngiang di kepala (nama kamu). Menambah sesak di dadanya. Membuat air matanya sulit untuk berhenti. Apalagi ketika bibirnya mengerang. Ia meremas dadanya sakit. Seperti di tampar ratusan kali oleh sesuatu yang tak bisa (nama kamu) hentikan.

Memori dengan sang Ayah serasa terputar kembali. Kembali ke masa ia masih menjadi gadis lucu berusia lima tahun.

"(Nama kamu) siap terbang? Ayo kita terbang pake pesawat Ayah~ ngiung-ngiung-ngiung~"

(Nama kamu) kecil tertawa di atas pundak sang Ayah yang berjalan membawa tubuh mungilnya melayang. Seolah benar terbang. Ayahnya memang selalu mengajaknya terbang lalu membuat (nama kamu) tertawa. Hal sederhana yang membuat (nama kamu) bahagia.
"Huh~ (nama kamu) tambah berat aja!" Ayahnya berujar membuat (nama kamu) kecil mengerucutkan bibirnya. Ia mencubit pipi sang Ayah gemas sampai Ayahnya mengaduh dan (nama kamu) terbahak melihatnya.

(Nama kamu) kecil menatap wajah sang Ayah setelah diturunkan ke atas kursi. Tangan mungilnya mengusap pipi yang semula ia cubit. Tangan mungilnya mencoba menelusuri setiap permukaan wajah tegas sang Ayah.

"(Nama kamu) di sekolah ditanyain cita-cita sama Bu gulu..." cerita (nama kamu) membuat Ayahnya menaikan alis bertanya.

"Emang cita-cita plinces Ayah apa?"

"Cita-cita (nama kamu) jadi... Pahlawan kayak Ayah!" (nama kamu) mengangkat tangan kecilnya seolah menunjukan ototnya membuat bibir sang Ayah menyunggingkan senyuman hangat.

"Kalau Ayah, mau jadi apa? Ayah jadi spidelmen aja bial bisa bikin jaling laba-laba~ nanti Ayah bisa bawa (nama kamu) telbang ke dinding benelan..."

Ayah (nama kamu) mengacak rambutnya lembut membuat (nama kamu) mengalungkang tangannya pada leher sang Ayah.

"Ayah gak perlu jadi apa-apa dan gak perlu menginginkan apa-apa. Asal Ayah bisa buat plinces Ayah yang mbul ini bahagia, Ayah gak perlu apa-apa lagi."

(Nama kamu) menatap tak mengerti membuat Ayahnya terkekeh. "Kata-kata Ayah kayaknya terlalu keren jadi bikin plinces Ayah gak ngerti."

"Ayah, (nama kamu) bukan plinces!" (nama kamu) melipat kedua tangannya di dada merajuk.

"Terus apa? (Nama kamu) maunya apa?" tanya sang Ayah memangku putri mungilnya.

(Nama kamu) memutar bolanya seperti berpikir lalu kembali menjawab. "(Nama kamu) itu putli bukan plinces, Ayah!"

"Hahaha~ iya, iya (nama kamu) tuan putli deh, bukan plinces~"

Dan (nama kamu) terkekeh sendiri dalam tangisnya. Ia mengenang salah satu memori yang ia simpan baik-baik di kepalanya. Sampai kapanpun Ayah adalah yang terbaik baginya. Ayah terbaik yang selalu ia rindukan.

***

"Aku gak ngerti sama jalan pikir kamu yang sekarang."

Iqbaal yang mendengar itu menatap dingin. Ia seolah kembali seperti Iqbaal yang dulu. Iqbaal yang selalu menatap tanpa ekspresi apapun. Ia menghela nafas.

"Lo gak perlu ngerti apapun tentang gue." Iqbaal menjawab tanpa minat. Matanya menatap datar lawan bicaranya. Merasa tidak suka dengan gadis yang memaksanya bertemu sehingga membuatnya tidak bisa pulang bersama (nama kamu).

"Bahkan cara bicara kamu berubah sama aku sekarang." gadis di depan Iqbaal berusaha menahan emosinya yang tersulut akibat respon Iqbaal yang begitu buruk padanya. Pada gadis yang katanya pernah mengisi hati Iqbaal.

"Aku gak habis pikir, apa yang bagus dari dia? Dia cuma cewek bego yang sama sekali gak pantes bersaing sama aku." Zidny, gadis yang tengah mengobrol dengan Iqbaal menekan setiap suku kata yang ia keluarkan. Ia berujar dengan nada benci.

Iqbaal tersenyum miring dengan tampang tak peduli. "Harusnya yang dipertanyain, apa bagusnya elo sampe berani hina dan bilang bersaing sama dia?" Iqbaal menjawab dengan desisan kejam. Membuat gadis itu hilang kendali dalam emosinya.

"Jadi ini balesan kamu setelah aku rela nunggu kepastian kamu? Ini balesan kamu setelah bikin aku jadi cewek bego yang liat cowoknya deket-deket sama cewek lain? Kamu emang brengsek Baal..." Zidny membentak keras. Tanpa sadar air matanya mulai mengucur menjelajahi pipinya.

Cowok yang dibentak balas menatap tajam. Ia tersenyum kecut. "Yang suruh lo gak dateng waktu janjian di cafe siapa? Yang pertama buat gue terpaksa pura-pura ngungkapin perasaan sama cewek yang sama sekali gue gak suka siapa? Elo! Lo masih gak sadar? Semua itu terjadi gara-gara kecerobohan lo sendiri. Jadi jangan salahin gue kalau gue berpaling." dada Iqbaal naik turun menahan kesal yang sudah menumpuk di dadanya. Ia sebisa mungkin bersikap normal karna ini di tempat umum. Ia masih memiliki urat malu sebagai manusia.

Gadis itu terkekeh sinis. Merasa menjadi pihak yang paling dirugikan. "Lo egois, Baal! Lo cuma mentingin perasaan lo. Lo gak peduli kalau lo udah nyakitin hati dua cewek sekaligus! Lo brengsek!" Zidny memaki. Air matanya kian deras saat setiap kata yang terlontar amat menyesakan bagi hatinya.

Iqbaal menatap Zidny yang mulai terisak. Ia menghela nafas. Emosinya tiba-tiba menguap melihat gadis itu menangis menunjukan kerapuhannya.

Tanpa sadar, Iqbaal mengusap kepala gadis itu pelan. Mau bagaimanapun, ia pernah ada hati untuk gadis itu. Ia pernah menyukainya. Dan mencoba menjadikan miliknya tapi karna suatu kendala, dia malah mengutarakannya pada (nama kamu). Gadis yang jadi korban ketidak peduliannya.

Dan ia membenarkan ucapan Zidny betapa egoisnya dia. Dia mengharapkan Zidny ketika ia terikat bersama (nama kamu). Ia bahkan merasa dirinya bukan laki-laki karna tidak cepat menjelaskan. Ia terlalu merasa bersalah, padahal rasa bersalahnya yang justru semakin menyakiti (nama kamu). Dan tentunya, gadis yang kini ia rengkuh ke dalam dekapannya. Gadis yang sama terluka karnanya.
"Maaf~ gue emang egois." Iqbaal bergumam. Nadanya yang semula ketus melembut seiring isakan gadis itu semakin keras.

Iqbaal melepaskan rengkuhannya. Berdiri hendak pergi dan menghindari setiap kesalahan yang ia lakukan. Laki-laki bodoh. Ia sendiri sadar, jika ia memang bodoh dalam segalanya.

"Maafin gue. Tapi hati gue udah bukan buat lo."

Iqbaal berbalik hendak berjalan namun terhenti saat gadis itu bersuara.

"Tapi hati dia juga udah bukan buat lo!"

Dan Iqbaal mematung mendengar jawaban itu. Ia sepenuhnya sadar, ia tidak pernah layak untuk bersanding dengan (nama kamu). Ia sama sekali tidak layak mengejar gadis itu kembali menjadi miliknya. Tapi...

Hati tidak bisa dibohongi kan?

[…]

Selamat hari senin 😚

Continue Reading

You'll Also Like

59.9K 6.7K 55
Chris adalah seorang duda yang memiliki empat anak,anak nakal yang selalu sulit diurus semenjak cerai dengan istri. suatu saat ia bertemu dengan hyun...
53.1K 5K 66
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
352K 29.5K 56
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
90.4K 9.6K 29
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...