| Apartemen Yerisha dan Juang
06.18 PM
"Makasih Mark buat hari ini. lo tenang aja, anak kopeco nggak bakal nerror lo kok."
"Gue pegang ya omongan lo. Kalau temen loㅡ"
"Tsk! Sahabat, bukan temen."
"Iya bawel. Kalau sahabat lo apalagi si Joan itu nerror gue lagi. Gue bakalan nggak segan balasnya ke lo."
Yerisha tertawa sesaat setelah mendengar penuturan Mark. Ia pun turun dari mobil Mark dan melambaikan tangannya.
"Masa balesnya ke cewek. Enggak gentle. Udah ah. Bye Pak Dokter!!!" teriak Yerisha dan segera masuk ke dalam apartemennya setelah mobil Mark menghilang dari pandangan matanya.
Yerisha berjalan masuk ke dalam apartemennya. Seperti kebiasaannya selama tinggal seapartemen dengan Juang, Yerisha akan berhenti di depan pintu apartemen Juangㅡseperti yang dilakukannya sekarang.
Calling Kak Jeonzidan♪
Yerisha sengaja menelepon Juang. Ia berencana ingin bertemu dan sekadar melepas kangen dengan Juang. Seharian ini ia belum bertemu dan mengobrol dengan tunangannya tersebut, selain pagi tadi saat mereka berangkat ke kampus. Bahkan, pesannya yang mengatakan akan pergi jalan bersama Mark tadi siang, hanya dibaca oleh Juang tanpa balasan pesan apa-apa.
"Hm. Kenapa?"
"Kakak ada di kamar? Aku di depan. Baru balik."
"Masuk aja. Kakak lagi ngerjain tugas."
"Oke."
Yerisha segera memasukkan ponselnya ke dalam tas dan menekan password apartemen Juang. Yerisha masuk ke dalam dan langsung berjalan ke kamar Juang.
"Kak..."
Tidak ada jawaban. Yerisha memandang ke sekeliling kamar Juang. Kosong.
"Kak Juang?"
Sekali lagi Yerisha memanggil Juang. Pandangannya tertuju ke arah balkon kamar Juang. Ternyata, Juang berada di sana sejak tadi, sepertinya.
"Udah jalannya?" tanya Juang yang sadar akan kehadiran Yerisha di sampingnya.
"Udah, barusan dianter balik. Kakak ngerjain tugas apa? Disuruh ngaransemen musik?" tanya Yerisha melihat gitar di pangkuan Juang.
"Hm. Cuma pengen ngejreng gitar aja," jawab Juang sambil mulai memetik pelan senar gitarnya.
"Tadi katanya lagi ngerjain tugas."
"Mood aku lagi nggak bisa diajak kompromi, Yer."
Yerisha mengerutkan dahinya melihat Juang. Ia bingung dengan sikap Juang sekarang. Bahkan, awalnya Yerisha berharap saat dirinya menemui Juang, Juang akan langsung memeluk rindu dirinya karena seharian tidak bertemu. Seperti yang Juang lakukan saat Yerisha bersikap kekanak-kanakan dan memilih kabur ke apatemen Dirga dan Windi beberapa hari yang lalu.
"Kak, are you okay?"
"Sstt..."
Juang menyuruh Yerisha diam dan memulai memetik senar gitarnya.
♪We don't talk anymore, we don't talk anymore, we don't talk anymore like we used to do
Beriringan dengan alunan nada yang keluar dari gitarnya dan suaranya. Juang kembali mengingat dimana ia pernah menyanyikan lagu ini bersama Yerisha saat mereka berangkat ke SMA Golden. Hari pertama dimana Juang berangkat ke sekolah bersama Yerisha setelah kejadian PTSD Yerisha yang memerlukan penyembuhan 2 minggu, dulu.
♪We don't love anymore. What was all of it for? Oh, we don't talk anymore. Like we used to do
Saat itu, mereka berdua menyanyikannya dengan senda gurau. Diiringi oleh candaan dari keduanya. Bahagia. Cinta. Suka. Hanya perasaan itu yang ada.
♪ I just hope you're lying next to somebody. Who knows how to love you like me. There must be a good reason that you're gone
Masa-masa SMA mereka. Masa dimana hubungan mereka berdua berlalu dan terlewatkan dengan sempurna. Tanpa adanya orang ketiga, keempat, ataupun kelima. Walau terkadang pertengkaran kecil kerap menghampiri mereka.
♪Every now and then I think you. Might want me to come show up at your door. But I'm just too afraid that I'll be wrong
Hari ini, setelah Juang membaca pesan dari Yerisha. Juang sadar, bahwa hubungan yang happy & joy until the end itu sangat jarang ada di dunia nyata. Ingin rasanya Juang menyusul Yerisha yang sedang menikmati harinya bersama Mark saat itu. Tapi, Juang takut mengganggu mereka. Juang sadar, Yerisha juga membutuhkan seorang teman seusianya untuk berbagi cerita.
♪Don't wanna know. If you're looking into her eyes. If she's holding onto you so tight the way I did before
Bagi Juang, bukan if you're looking into her eyes, but his eyes. Foto yang Yerisha upload ke Instagramnya hari ini. Foto Mark. Foto yang ditandai oleh Mark hari ini. Foto Yerisha. Sumpah demi apapun, Juang penasaran dengan apa saja yang telah Yerisha lewatkan bersama Mark sepanjang hari ini.
♪ I overdosed. Should've known your love was a game. Now I can't get you out of my brain. Oh, it's such a shame
Bukan, Juang bukan mengatakan bahwa cinta Yerisha adalah permainan. Juang percaya kepada Yerisha. Gadisnya tersebut tulus, begitupun dirinya. Hanya saja, salahkan Juang yang terlalu takut jika Yerisha menemui ketulusan dari orang lain.
♪We don't talk anymore. We don't talk anymore. We don't talk anymore like we used to do
Tidak ada sedikitpun terbesit niat Juang untuk mengacuhkan Yerisha. Ia hanya ingin menyanyikan lagu ini. Membandingkan rasanya dengan saat ia menyanyikannya dengan Yerisha dulu. Ternyata rasanya berbeda danㅡ
ㅡmenyakitkan.
♪We don't love anymore. What was all of it for? Oh, we don't talk anymore. Like we used to do
Juang sekarang berada di posisi yang dilema. Hati dan logikanya sedang tidak bekerja sama. Di satu sisi, ia ingin Yerisha mengerti keadaan dan perasaannya sekarang. Namun, di sisi lain ia harus bisa mengerti dan memahami keadaan dan perasaan Yerisha sekarang.
Juang tidak sanggup. Ia mengentikan petikan gitarnya. Segera ia menarik nafasnya pelan, namun menghembuskannya dengan keras.
"Yerisha, kamu nggak capek?"
Juang tidak mendapatkan respon apa-apa dari Yerisha. Ia mengalihkan tatapanya dari depan untuk menatap Yerisha. Namun, pemandangan yang didapatnya langsung menohok hatinya dengan keras.
Yerisha menangis.
Tunangannya menangis.
Gadisnya menangis.
"Yerisha, kamu kenapa squirtle?" pertanyaan bodoh dari seorang Juang keluar.
"Aku kenapa? Harusnya aku yang nanya, Kakak kenapa?"
Pertanyaan bodoh dari Juang sudah seharusnya dijawab dengan pertanyaan balik dari Yerisha barusan. Juang sadar itu.
"Maafin aku."
"Minta maaf aja terus. Kenapa belakangan ini kita selalu harus saling minta maaf? Apa yang salah? Apa yang harus diminta maafin? Apa yang harus dimaafin?"
Air mata terus mengalir dari kedua mata Yerisha, membuat tangan Juang tergerak untuk menghapus air mata tersebut.
"Jangan nangis."
Hati Juang melemah. Ia merasa masih belum bisa dewasa dalam bersikap kepada Yerisha. Dan Juang yang seperti ini masih bersikeras untuk mengajak Yerisha menikah? Juang kembali menyalahkan dirinya.
"Jangan kepikiran buat nyalahin diri Kakak. Aku sadar dan udah seharusnya kita sadar kalau kita sama-sama belum bisa dewasa," ucap Yerisha lirih.
Selalu, selalu seperti ini. Yerisha selalu bergerak cepat jika sudah menemukan celah keraguan. Entah sudah berapa kali, Yerisha selalu menjadi satu-satunya orang yang bisa melihat kesalah pahaman atau keraguan dari sudut pandang yang berbeda.
Sifat Yerisha yang tidak pernah berubah. Yerisha yang akan selalu menjadi perempuan lemah, namun justru bisa memberi pengertian dan kekuatan kepada orang lain.
Juang menatap mata Yerisha dalam. Ia berani bersumpah, ini adalah tatapan yang sama, tatapan yang selalu Yerisha berikan setiap masalah menghampiri mereka.
Tatapan saat Yerisha mengetahui kenyataan bahwa papa Juang sudah tiada, dulu. Tatapan saat Yerisha menemani Juang mengeluarkan kesedihannya di malam tahun baru, dulu. Dan tatapan saat Yerisha memberikan pengertian kepada Joan di rumah sakit, dulu.
"Mark. Dia baik. Jangan pernah kepikiran buat nyalahin Mark ataupun diri Kakak sendiri. Mark nggak akan mungkin ngasih tau keberadaan aku ke Kakak waktu aku kabur ke tempat Kak Windi kemarin kalau emang benar Mark ada niatan lain. Walau aku tau, perasaan lain bisa aja datang ke Mark ataupun aku. Tapi, Mark percaya sama Kakak. Aku juga. Jadi, aku mohon jangan pernah gini lagi."
Juang menganggukkan kepalanya pelan. Walaupun ia masih ragu terhadap dirinya sendiri. Perasaan aneh masih menyelinap di dalam hatinya. Memang mungkin tidak ada masalah antara mereka. Antara Juang, Yerisha dan Mark.
Tapi, tetap saja. Kehadiran Mark membuat Juang takut. Takut jika setelah Yerisha mengetahui sesuatu yang membuat Juang dilema seperti ini, malah membuat Yerisha lari kepada Mark.
Mama :
Juang, kamu temui aja dulu Om Juanda nya. Papa tuh sayang banget sama Halla dulu. Mama nggak mau kecewain kamu, Papa, ataupun keluarga Wiyata. Jadi, Mama cuma berharap kamu bisa dewasa nyikapin ini semua.
Wiratama Juang :
Aku takut belum bisa dewasa Ma. Aku takut kalau aku lebih milih nurutin permintaan terakhir Papa ke Om Juanda, daripada milih nurutin permintaan hati aku untuk tetap sama Yerisha.
Not send