Immortal Soul

By mebilafh

155K 12.9K 700

"Pernahkah terpikirkan olehmu jika kau tidak akan pernah merasakan cinta lagi di usia enam belas tahun?! " El... More

prolog
1. First mistake
2. Cowok itu
3. Rock the party!
4. Not a normal girl
5. Thunder
6. Same like you
7. Different
Pengumuman
8. Cafe (repost)
9. Help me
10. Dinner
11. Forever alone
12. Hangout
13. Play
14. The Trap
15. Alive
16. Life after death
17. Lets begin
18. I'm the only one?!
19. Beating heart
20. The truth
21. Just me
22. New girl, new problem
23. Hunter
24. Not a good choices
25. Curious
26. This feeling
Dream Cast
27. Mark Maghlare
29. No answer
30. Feel
31. Kill me
32. Kill me (2)
33. Now or Never
34. The Secret
35. Fearless
36. Never Ending
Epilog
Some Facts

28. Sound of mind

2.3K 224 29
By mebilafh

"Kau tidak akan pernah menjadi manusia yang sempurna seberapa keras kau mencobanya."

***

Hari ini aku bertemu dengan Aiden.

"Kau selalu memakai hadiah dariku ya," kata Aiden sambil menepuk kepalaku.

Aku tersenyum. Selama ini hanya Aiden yang memperlakukanku normal dan membuatku lebih kagum lagi adalah ia masih memperlakukanku dengan normal walaupun ia tahu tentang diriku yang sebenarnya.

"Kurasa karena hari ini dingin saja makanya kupakai," kataku. Aiden menanggapinya dengan seringai.

Saat ini kami sedang ada di perpustakaan di pusat kota. Aiden yang menyetir sehingga aku merasa lebih tenang.

Tidak ada hal yang lebih menenangkan sekaligus menyenangkan selain kau dikelilingi oleh banyak buku dan aroma buku yang merengkuhmu.

Menyukai aroma buku adalah termasuk salah satu hal yang tidak berubah dari diriku sebelum maupun setelah terkena kutukan.

Aku tahu Aiden tidak tertarik dikeliling oleh buku-buku. Namun ia tetap menemaniku dan aku menghargainya.

"Mengapa kau..." ucapan Aiden tak permah selesai karena aku memotongnya.

Aku menarik kursi dan menaruh beberap buku di meja. "Aku tahu kau ingin bilang kenapa aku tidak pergi ke tempat lain," ujarku.

"Yup. Lalu apa alasannya?" Aiden menyeringai dan menarik kursi yang ada didepanku.

"Sebenarnya aku juga suka pergi ke museum selain ke perpustakaan. Tunggu," aku menatap Aiden. "kau tidak sedang menanyai hal yang kusukai dan yang tidak bukan?"

"Kalau iya, apakah itu menganggumu?" sekarang senyumnya hilang.

"Apa? Tidak. Tentu saja tidak. Untuk apa kau punya pikiran bahwa itu mengangguku." aku mengusap tengkukku.

"Oke. Jadi itu tidak menganggumu." jeda. "Sekarang aku akan tanyakan secara langsung padamu Lisa. Apa yang kau suka dan yang kau tidak suka?"

Aku menatap Aiden kembali dan tersenyum. "Aku suka cokelat dan es krim, tapi umm aku tidak suka teh yang manis. Setiap aku membuat teh, gulanya sangat sedikit. Itu aneh untuk orang yang mencintai makanan manis."

Aiden tertawa kecil dan aku melanjutkan.

"Aku suka menulis dan membaca di waktu senggang. Aku suka menatap langit dan pergi ke museum. Yah, kau tahu aku memang orang kuno." aku mendengus dan tersenyum.

"Sepertinya aku mengencani perempuan tua," candanya.

Aku tertawa sedikit terlalu keras hingga seseorang menyuruh kami untuk diam. Hingga akhirnya aku langsung menutup mulutku dan Aiden meminta maaf ke orang lain.

"Lelucon yang bagus." aku mengatakannya dengan senyum yang sengaja kupaksakan.

"Jadi kau berpikir bahwa kita sedang kencan?" entah mengapa mulut sialanku malah mengucapkan hal itu.

Aiden menyeringai. "Apakah kau berpikir hal yang sama?"

Entahlah. Aku sudah lama tidak kencan dengan siapapun.

"Sekarang kau menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan. Percobaan yang bagus." aku berusaha agar suasana mencair.

Tapi sepertinya percobaanku tidak berhasil. Jadi aku menunduk menatap tanganku yang terkepal di meja.

"Lupakan saja. Sepertinya aku salah bicara," ujar Aiden. Aku senang ia paham bahwa aku tidak nyaman ketika ia berbicara menuju sesuatu hal yang tidak mungkin bagiku. Maksudku ketika kau kencan dengan seseorang itu artinya kau sedang berusaha untuk sesuatu hubungan yang lebih serius.

Dan tuhan tahu bahwa aku punya kutukan yang membuat semua orang yang mencoba untuk mempunyai hubungan denganku akan mati.

Dan Aiden juga tahu akan hal itu.

Aku masih tidak mengerti mengapa hingga detik ini Aiden masih merasa aku tidak bisa membunuhnya. Aku tidak itu karena pengaruh sikap keras kepalanya atau karena ia merasa kutukan itu hanya hal yang tabu.

Tapi ia sudah pernah melihatku hidup dari kematian. Itu salah satu kutukan sialan yang ia saksikan sendiri.

Dan kutukan itu benar-benar bekerja.

Aiden tahu bahwa aku sedang berpikir hal yang tidak-tidak. Ia menepuk tangannya sekali yang terdengar keras. Sangat keras. Hingga membuat beberapa orang memberi tatapan dan memperingatinya. Aku sendiri sedikit terkejut.

"Jadi kau sudah kembali ke dunia nyata, Ellisa. Ngomong-ngomong kau belum bilang apa hal yang tidak kau sukai."

Aku berusaha membuat senyum yang tidak terlalu nampak dipaksakan.

"Well, aku tidak suka melihat seseorang melipat kertas bukunya."

"Kau tidak suka pada hal yang sepele seperti itu?" Aiden menyatukan alisnya.

"Oh my god! Itu bukan hal sepele. Ketika seseorang melipat kertas bukunya untuk menandai halaman berapa yang mereka baca itu artinya dia iblis!" itu benar.

Aiden seperti tidak bisa berkata-kata.

"Apa?"

Aiden mengernyitkan pelipisnya dan mengatup bibirnya.

"Wow. Kau sungguh perfeksionis."

Aku memalingkan wajah dan kembali menatapnya lagi. "Aku tidak perfeksionis. Oke, mungkin sedikit. Tapi tidak disemua hal."

Itu bukan perfeksionis. Tapi orang yang melipat kertas bukunya memang seorang iblis!

"Bisakah aku meneruskan? Sepertinya kau selalu mengomentari apapun yang kukatakan."

Aiden mengangkat tangannya ke atas. "Oke."

"Aku tidak suka seseorang yang menyebalkan."

"Ya ampun, selama ini aku menjadi orang yang menyebalkan! Bagaimana kau..."

"Aiden, kau memotong pembicaraanku lagi!" teriakku.

Sekarang sudah jelas semua orang mengira kami adalah penganggu yang menganggu ketenangan mereka di tempat yang suci ini.

Ya. Aku menganggap perpustakaan adalah tempat yang suci.

Dan benar saja sekarang mereka terlihat terganggu dengan keberadaan kami.

Setelah semua orang benar-benar menatap kami, itu saatnya kami akan diusir dari sini.

***

"Ini semua karenamu!" ujarku sambil memukul Aiden dengan botol air mineral.

"Aku? Bukankah kau yang berteriak terlalu keras hingga kita diusir." Aiden terkekeh.

Sangat menyebalkan karena ia berkata benar. Tapi itu juga tak sepenuhnya salahku, kalau saja ia tidak memotong perkataanku.

"Jadi kau mau kemana habis ini? Apakah kau benar-benar tidak punya rencana liburan? Sekarang kan liburan musim dingin." Aiden memasukkan kedua tangannya ke saku celana jinsnya.

Aku menatap langit yang terlihat sedikit kelabu.

Entahlah. Kira-kira itulah jawabanku jika ada yang menanyakan rencana liburanku. Sebenarnya aku akan mulai kerja paruh waktu di Pice's coffe minggu depan. Tapi sepertinya itu tidak bisa dibilang liburan.

"Entahlah." aku mengangkat bahu. "Aku akan mulai kerja paruh waktu minggu depan."

"Kerja paruh waktu bukanlah liburan. Sepertinya aku memang benar-benar mengencani perempuan tua."

Aku merasa pipiku merah.

Bodoh! Dia mengataimu perempuan tua tapi kau malah merasa malu? Sungguh memalukan. Ujar otakku yang paling rasional.

"Masa bodoh!" ujarku sambil berjalan meninggalkan Aiden dibelakangku.

Kami memutuskan untuk meminum kopi dulu di Fun's caffe. Tempat pertama kali tanda itu muncul.

Aku menutup pintu mobil dan menatap tempat ini.

"Sepertinya kita sudah lama tidak kesini."

Aku menarik napas. "Yup, betul sekali. Kurasa aku tidak merindukan tempat ini sama sekali."

Kami duduk dan memesan pesanan kami. Jam di dinding dekat kasir menunjukkan sekarang pukul lima sore.

Setelah pesanan kami datang aku meminum cokelat panasku.

"Sepertinya hari ini aku banyak memberitahu tentang diriku padamu. Bagaimana kalau sekarang bercerita tentang dirimu?" ujarku.

"Baiklah. Apa yang ingin kau tanyakan tentang diriku?" Aiden menegakkan tubuhnya.

Hmm...apa yang sebenarnya ingin kutanyakan?

"Mengapa kau tidak takut padaku?" aku mengulum bibirku.

Hening selama beberapa saat. Hingga akhirnya Aiden menjawab.

"Karena aku tidak takut padamu." oh, yang benar saja. Aku tahu ia tidak takut padaku tapi aku tak tahu alasannya.

"Aku tidak takut pada cewek manis sepertimu." Aiden terkekeh dan lagi-lagi pipiku menjadi merah.

Sial!

Aku kira Aiden tidak akan bicara lagi tapi ia malah melanjutkan. "Aku tidak takut padamu karena tidak ada yang perlu ditakutkan dari dirimu. Kutukanmu bukanlah dirimu yang sesungguhnya, itu hanya sebuah parasit yang seakan selalu menganggumu. Walaupun jikalau aku mati karena mencintaimu aku tahu itu bukan keinginanmu. Itu tak pernah jadi keinginanmu."

Aku hanya diam tidak tahu ingin bicara apa.

"Aku tahu bahwa kutukan itulah yang membunuhku bukan karena dirimu. Kutukan sialan itu beban yang membuatmu selalu menyalahi dirimu sendiri. Mungkin alasanku saat ini tidak terbunuh sampai saat ini karena aku belum mencintaimu. Entahlah, sepertinya aku sudah mencintaimu sejak pandangan pertama. Mungkin kutukan itu tidak bekerja padaku. I'm bullet proof," Aiden terkekeh lagi.

Aku tahu ia ingin mengganti suasana. Tapi itu tidak berguna. Karena sekarang aku masih terus memikirkan perkataan Aiden.

Aku kesal karena ia menganggap kutukan itu hanyalah takhayul tapi disatu sisi aku senang karena ia tidak takut denganku. Dia seperti mengenalku sebelum kehidupanku yang terkutuk ini.

Kami tidak ada yang berani bicara satu sama lain. Aku menikmati suasana hening ini, seakan kami sedang bicara telepati.

Akhirnya Aiden memulai bicara duluan. "Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku sama sekali tidak takut padamu. Dan kurasa kau berhak tahu."

Rasanya aneh saja ketika seseorang yang bisa terbunuh karenaku tapi malah tidak takut padaku. Seorang laki-laki biasa yang mengatakannya kepadaku.

Kurasa aku hampir saja menangis.

"Terima kasih," gumamku yang masih belum berani menatap matanya.

"Tentu saja, Lisa."

Tiba-tiba perkataan Aiden hampir terdengar samar.

"Akhirnya kau kembali padaku," ujar seseorang.

Aku merasakan sakit yang luar biasa di kepalaku.

"Aku sudah menunggu ini sangat lama. Dan disinilah kau sekarang." suara itu terdengar lembut tapi entah mengapa membuatku ketakutan setengah mati.

"Akhhh, siapa kau?" aku menjerit kesakitan. Aiden langsung menghampiriku dan ia mengatakan sesuatu tapi aku tidak bisa mendengarnya.

"Akulah yang menciptakanmu. Aku tahu kau selalu bertanya-tanya tentang siapa dirimu dan kutukan. Aku ingin sekali menceritakannya, sayangku. Tapi tidak sekarang." sekarang aku baru tersadar bahwa suara itu berasal dari dalam kepalaku.

Aku terus memegangi kepalaku dengan kencang dan menarik rambutku.

Rasanya kepalaku ingin meledak!

Aku menunduk sambil terus memegangi kepalaku dan aku baru tahu bahwa cokelat panas tumpah mengenai pakaianku. Tapi aku tidak merasakan apapun karena sakit dikepalaku jauh lebih sakit.

"Akhhh," jeritku lagi.

"Sampai jumpa sayangku. Kita pasti akan bertemu tidak lama lagi."

Aku tergeletak jatuh ke lantai. Beberapa orang mulai mendekat dan kulihat Aiden yang berteriak-teriak tapi aku tidak mampu lagi membuat mataku terbuka lagi.

***
Dont forget to read my another story!
Love, vote and comment😊😁

Continue Reading

You'll Also Like

52.4K 3.8K 27
{END} Dearly terkejut ketika mendengar sebuah ledakan yang terjadi di dekat hutan kecil belakang rumahnya. Karena penasaran, akhirnya Dearly mengajak...
1.5K 140 117
Novel Terjemahan Author : Qian Lu (浅绿) Bahasa Asli : China Tahun penerbitan : 2011 Sampul : Pinterest Dia adalah penguasa enam kerajaan. Selama dia m...
541K 42.9K 40
#1 Cinta, selalu ada kisah tentang air mata. Dan kisah yang ini selalu sama dengan novel-novel romance yang pernah kalian baca, selalu sama, dan sela...
214K 15.5K 30
Micheal, pangeran dari Kerajaan yang tak pernah terkalahkan. Mereka mempertahankan reputasi sesuai dengan namanya, DeGreat. Setiap kali mereka mereka...